Ancaman Kelestarian Sengkubak Aspek Konservasi Sengkubak [ Pycnarrhena cauliflora Miers. Diels.]
95 Apabila laju pemungutan langsung dari alam lebih cepat dari laju kemampuan
alam untuk memulihkan populasinya, maka akan kelangkaan dan kepunahan spesies tumbuhan tersebut tidak dapat dielakkan.
Penelitian dan informasi mengenai potensi, penyebaran, bioekologi dan teknik penangkaran tumbuhan secara umum dan tumbuhan obat khususnya
masih sangat terbatas. Di lain pihak publikasi dan informasi mengenai hal tersebut sangat diperlukan guna mendasari upaya pelestarian pemanfaatan dan
pengembangan usaha pemanfaatan tumbuhan obat khususnya melalui budidaya jenis. Keadaan ini menunjukkan bahwa peran lembaga ilmiah sangat diperlukan
dan perlu ditingkatkan. Pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan untuk berbagai keperluan manusia perlu diimbangi dengan upaya konservasnya, baik secara
insitu maupun eksitu, agar tidak terjadi penurunan populasi dan keanekaragamannya Zuhud Haryanto 1991.
Menurut BPS Sintang 2006, proporsi wilayah hutan di Sintang yang diperuntukkan untuk kepentingan hutan perlindungan dan pelestarian alamtaman
nasional dan hutan lindung adalah 25,03 dari luas total hutan 3.227.900 ha. Sekitar 75 dari luas tersebut adalah untuk kepentingan hutan produksi terbatas,
hutan produksi biasa, pertanian lahan kering dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Dari proporsi seperti ini, jelas peluang dibukanya hutan-hutan yang
tersisa masih tinggi. Di sisi lain, dalam pengelolaan hutan umumnya liana kurang diperhatikan.
Hal ini berimplikasi pada spesies seperti sengkubak, karena bila tidak dikenal dan diketahui manfaatnya secara luas maka sengkubak lama-kelamaan akan punah
bersamaan dengan punahnya spesies yang belum dikenali lainnya. Berkurangnya habitat sengkubak merupakan ancaman terhadap kelestariannya. Hilangnya
pengetahuan tradisional umur respoden 50 tahun sebesar 53,33, pembukaan lahan-lahan hutan tembawang yang selama ini dikelola oleh masyarakat menjadi
perkebunan sawit atau penggantian pola ladang karet alam menjadi hutan karet murni turut mengancam keberadaan habitat sengkubak di Kabupaten Sintang.
Belum dilakukan budidaya sengkubak oleh masyarakat penggunanya menambah daftar panjang permasalahan yang mengancam kelestariannya.
96 Selain itu, informasi yang diperoleh dari pola sebaran spasial sengkubak
pada formasi hutan sekunder diketahui bahwa sengkubak cenderung membentuk pola penyebaran mengelompok clumped. Individu dengan pola spasial
mengelompok bila mendapat gangguan akan lebih cepat punah dibandingkan individu yang menyebar random Kissinger 2002. Pengelompokkan yang terjadi
memerlukan suatu bentuk habitat tertentu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola sebaran
spasial seperti proses reproduksi dan regenerasi, kompetisi, topografi, kebutuhan hara dan cahaya merupakan variabel penting yang harus menjadi perhatian utama
dalam pengelolaan hutan. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan dalam manajemennya diantaranya adalah menjaga kelestarian pohon induk, mengurangi
halangan bagi carrier dalam proses dispersal, mengurangi kompetisi, terpenuhinya kebutuhan hara dan cahaya. Intinya adalah bagaimana memadukan
syarat-syarat pertumbuhan yang membatasi keberadaan suatu spesies. Sengkubak adalah salah satu bagian yang menjadi prioritas penyelamatan
dalam kegiatan konservasi. Karena sengkubak adalah tumbuhan yang khas khas dalam pemanfaatan, mempunyai potensi sebagai tanaman obat, mempunyai arti
tersendiri di kehidupan masyarakat pedalaman Sintang baik Melayu maupun Dayak, dan sengkubak juga hampir tidak dapat ditemukan di luar Kalimantan.
Luas daerah sebarannya juga semakin semakin kecil, peluang punahnya akan tinggi jika hutan-hutan sekunder yang ada dan telah dikelola masyarakat selama
ini beralih fungsi menjadi lahan perkebunan atau lain sebagainya. Sengkubak merupakan spesies yang diburu atau dipanen oleh manusia, jika
perilaku pemanenan tidak memperhatikan aspek-aspek kelestariannya, maka spesies ini akan lebih cepat punah Primack 1998. Penyebab utama hilangnya
dan punahnya spesies-spesies tumbuhan yang ada berasal dari populasi manusia yang berkembang dengan cepat, dari cara manusia yang dengan cepat
memperluas wilayah ekologisnya dan memanfaatkan sumber daya hayati dari bumi yang lebih banyak lagi. Mekanisme langsung dari kepunahan tersebut
meliputi hilangnya dan terkotak-kotaknya habitat akibat fragmentasi habitat, invasi jenis baru yang diintroduksi, pemanfaatan sumber daya hayati yang
97 berlebihan apalagi tanpa diikuti tindakan budidaya, polusi, perubahan iklim
global, serta industri pertanian dan kehutanan UNEF 1995. Lunturnya pengetahuan tradisional erosi kebudayaan tradisional yang
memiliki pemahaman tersendiri terhadap alam menyebabkan kesalahan dalam penerapan pengetahuan yang dapat menyebabkan gagalnya pengembangan
kebijakan yang mencerminkan nilai ilmiah, ekonomis dan sosial. Hal ini dapat mendorong kesalahan yang fatal dalam membuat perencanaan pengelolaan hutan
yang masih ada. Sengkubak pernah ditemukan di pulau Jawa yaitu Pulau Panaitan tahun
1951, Pantai Ngliyep Selatan Malang, Pantai Popoh Tulung Agung tahun 1914 Herbarium Bogoriense, LIPI Cibinong 2007. Saat ini spesies tersebut hampir
tidak pernah terindentifikasi dalam beberapa kegiatan inventarisasi di Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa karena tidak adanya pengenalan manfaat
sengkubak di Pulau Jawa, cenderung membuat spesies tersebut menjadi kurang diperhatikan keberadaannya dan mempercepat kepunahan spesies tersebut.
Negara-negara tetangga, antara lain Philipina, Malaysia, dan Australia telah melakukan pengujian bioaktif terhadap marga Pycnarrhena ini, dan Philipina
telah menetapkan P. manillensis Vidal sebagai tumbuhan obat penting, dimana akar dan batangnya digunakan sebagai tonik, tepung akarnya untuk mengobati
kolera Anonim 2007. Malaysia telah melakukan hal yang sama terhadap marga Pynarrhena
lainnya, diketahui daun dari P. tumetacta mengandung protein tinggi Hoe Siong 1999.