Konservasi Insitu dan Eksitu
100 Kegiatan pengawetan menurut UU RI No. 5 Tahun 1990 dapat dilakukan
melalui dua macam kegiatan yaitu melalui konservasi secara insitu dan konservasi eksitu. Secara Insitu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun
1999, tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, maka pengelolaan di dalam habitatnya dapat dilakukan dalam bentuk identifikasi, inventarisasi,
pemantauan habitat dan populasinya, penyelamatan jenis, pengkajian, penelitian dan pengembangan Dephutbun 1999a. Konservasi sengkubak secara insitu
dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan keberadaan hutan karet alam campuran atau hutan tembawang yang selama ini telah dikelola oleh masyarakat
setempat, terutama etnis Dayak. Hal tersebut direkomendasikan karena hutan- hutan tersebut merupakan habitat sengkubak. Di dalam hutan karet alam
campuran terdapat beragam spesies tumbuhan, selain pohon karet alam sebagai komoditi utama, juga terdapat pohon-pohon penghasil buah durian, rambutan,
cempedak, terap, jenis pohon yang dapat dimanfaatkan kayunya seperti keladan, meranti, medang, ulin, beragam tumbuhan obat, spesies-spesies unik seperti
aneka Nephenthes, dan anggrek. Pengelolaan hutan karet alam campuran yang dilakukan oleh masyarakat tersebut, bukan hanya sengkubak yang lestari tapi
banyak spesies yang sudah diketahui nilai dan manfaatnya turut terlindungi dan lestari dalam suatu komunitas hutan sekunder.
Konservasi eksitu merupakan upaya pengawetan spesies di luar kawasan yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakan spesies tumbuhan dan
satwa liar. Kegiatan konservasi eksitu dilakukan untuk menghindari kepunahan dari spesies tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, maka pengelolaan jenis di luar habitatnya dapat dilakukan dalam bentuk pemeliharaan, pengembangbiakan,
pengkajian, penelitian, pengembangan rehabilitasi satwa, penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Konservasi sengkubak secara eksitu dilakukan dengan
mengembangkan kegiatan budidaya di luar habitat alaminya. Karena dengan membantu pelestarian di luar habitat alaminya, spesies ini dapat disediakan tidak
jauh dari lingkungan tempat tinggal masyarakat penggunanya. Dengan demikian dapat memudahkan masyarakat untuk menggunakan bagi keperluan sehari-hari.
101 Pemanfaatan sengkubak dan kondisi habitat sengkubak yang masih tersisa,
diketahui bahwa sebagian besar sengkubak yang dimanfaatkan masih bersifat liar dan masih langsung dipungut dari hutan. Semakin terbatasnya hutan yang masih
terdapat sengkubak, hal ini harus segera diimbangi dengan tindakan budidaya. Tindakan budidaya sebaiknya sudah mulai diupayakan terhadap sengkubak, jika
masyarakat beserta Pemda Kabupaten Sintang mempunyai keinginan untuk mengangkat dan mempertahankan keberadaan sengkubak sebagai salah satu
tumbuhan khas yang mempunyai nilai khusus di masyarakat. Selain itu tindakan budidaya juga merupakan upaya untuk menjaga sumber plasma nutfah atau
genetik. Konservasi eksitu dan insitu tidak dapat dilakukan oleh pemerintah tanpa
dukungan dan partisipasi aktif masyarakat. Masyarakat dapat dimotivasi untuk tetap mempertahankan pengelolaan hutan karet alam yang telah dilakukan dan
didorong untuk memperbanyak bibit sengkubak dan membudidayakan pula di lingkungan sekitar tempat tinggal di luar habitat alami. Adanya kecenderungan
penggantian pola perkebunan ke arah perkebunan kelapa sawit di Sintang, masyarakat harus melakukan perhitungan yang matang, dengan
mempertimbangkan aspek pelestarian bagi banyak spesies yang dapat dipertahankan termasuk sengkubak.