Pergeseran Penggunaan Sengkubak Persepsi Masyarakat Dalam Pemanfaatan Sengkubak a. Pemanfaatan Sebagai Penyedap Rasa Alami

56 adanya keadaan di mana generasi tua sudah mulai jarang menggunakan sengkubak sebanyak 63,33 responden menyatakan sudah jarang menggunakan sengkubak, selain itu kurang berusaha mewariskan pengetahuan penggunaan sengkubak kepada generasi mudanya. Frekuensitingkat seringnya menggunakan sengkubak sebagai penyedap rasa antara kedua etnis Dayak dan Melayu adalah tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 χ 2 = 1,43 dan χ 2 0,05;1 = 3,84. Frekuensi seringnya menggunakan sengkubak sebagai penyedap rasa oleh kedua etnis berdasarkan kelompok umur umur produktif 15-54 tahun dan tidak produktif 54 tahun adalah berbeda nyata χ 2 = 5,62 dan χ 2 0,05;1 = 3,84 dalam arti bahwa kelompok umur produktif berbeda dengan tidak produktif dalam hal frekuensi menggunakan sengkubak. Hal ini disebabkan karena umur berkaitan dengan pengalaman yang dimiliki, umur 54 tahun diasumsikan mempunyai pengalaman lebih dalam hal pengetahuan penggunaan sengkubak. Selain itu, bila dilihat dari tingkat pendidikan tidak sekolah, SD, SMP, SMAsederajat, maka frekuensi seringnya menggunakan sengkubak adalah tidak berbeda antara etnis Dayak dan Melayu Sintang χ 2 = 1,071 dan χ 2 0,05;3 = 7,81. Responden yang memiliki pekerjaan sebagai tani, pedagang dan rumah tangga tidak berbeda nyata tingkat seringnya menggunakan sengkubak sebagai penyedap rasa baik pada etnis Dayak maupun Melayu Sintang χ 2 = 4,42 dan χ 2 0,05;2 = 5,99. Jika dilihat dari jarak antara pengguna sengkubak dengan tingkat seringnya menggunakan sengkubak sebagai penyedap rasa dekat, agak jauh, jauh dari tempat tinggal, adalah tidak berbeda antara etnis Dayak dan Melayu χ 2 = 1,65 dan χ 2 0,05;2 = 5,99. Tingkat seringnya menggunakan daun sengkubak sebagai penyedap rasa tidak berbeda antara suku Dayak dan Melayu jika di lihat berdasarkan tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, asal etnis, jarak antara tempat tinggal pengguna sengkubak dengan tempat hidupnya sengkubak. Tingkat seringnya menggunakan sengkubak sebagai penyedap rasa adalah berbeda jika di lihat berdasarkan kelompok umur responden produktif dan non produktif. Pengalaman dan kebiasaan adat yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dapat mempengaruhi dalam hal pemanfaatan sengkubak sehari-hari. 57 Semakin jarang penggunaan sengkubak di kalangan generasi tua juga dipicu oleh semakin sulitnya memperoleh sengkubak di lingkungan tempat tinggal, meningkatnya jumlah penyedap modern dalam berbagai bentuk dan kemasan, mendorong masyarakat menjadi lebih sering menggunakan penyedap modern dibanding sengkubak. Implikasi dari semua peristiwa tersebut adalah hilangnya pengetahuan tradisional penggunaan sengkubak sebagai penyedap alami terutama di kalangan generasi muda etnis Dayak dan Melayu. Namun demikian kearifan penggunaan sengkubak di kalangan etnis Dayak saat ini masih dapat disaksikan. Di Dusun Suak Desa Manis Raya Kecamatan Sepauk Sintang, sengkubak masih digunakan oleh sebagian besar warga dusun tersebut untuk keperluan memasak sehari-hari. Rata-rata di hutan karet alam campuran mixed rubber plantation milik warga, sengkubak masih dapat dijumpai. Sengkubak tetap di jaga keberadaannya karena adanya pemanfaatan yang intens oleh masyarakat. Regenerasi pengetahuan etnis Melayu dan Dayak terhadap sengkubak mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata umur responden yang dapat menjelaskan tentang sengkubak tergolong kelompok umur tua. Dari kelompok umur produktif yang berusia di bawah 30 tahun hanya 1 orang responden, yang berusia 31- 49 tahun 13 responden, dan yang berusia 50-54 terdapat 3 responden. Hal ini mengisyaratkan sulit menemukan responden yang dapat menjelaskan tentang sengkubak yang berusia muda 30 tahun. Dalam hal ini pembagian kelompok umur produktif dan tidak produktif berdasarkan BPS Sintang 2006. Komposisi umur responden yang termasuk dalam kelompok umur produktif 15-54 tahun sebesar 46,67 dan responden yang termasuk dalam kelompok umur tidak produktif 54 tahun sebesar 43,33.

2. Budidaya Sengkubak oleh Masyarakat

Pemanfaatan yang dilakukan terhadap sengkubak adalah dengan cara memanen langsung dari alam. Masyarakat masih menggantungkan hutan sekunder sebagai penyedia sengkubak. Kegiatan budidaya sengkubak belum banyak dilakukan hanya 16,67 responden yang mencoba menanam di lingkungan tempat tinggal. Pemanfaatan suatu spesies tumbuhan dari alam tanpa 58 diikuti tindakan budidaya lama-kelamaan akan mengancam kelestarian spesies tumbuhan tersebut. Sengkubak telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak maupun Melayu Sintang terutama yang tinggal di pedalaman, namun budidaya sengkubak belum menjadi bagian yang mengisi keseharian masyarakat. Selama ini responden mendapatkan sengkubak dengan cara memanen langsung dari hutan atau ladang karet alam campuran yang dimiliki 93,33 responden. Menurut responden, sengkubak sangat sulit dibudidayakan, karena pertumbuhannya sangat lambat, dan responden belum mengetahui cara budidaya yang tepat untuk spesies yang sering digunakan ini. Belum ada teknis budidaya lokal sengkubak baik dari etnis Dayak dan Melayu Sintang. Karena umumnya sengkubak sudah ada dan tumbuh secara liar di hutan sekitar tempat tinggal. Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa dari semua responden, hanya 16,67 responden yang telah dan berusaha membudidayakan sengkubak yaitu dengan menanamnya di sekitar tempat tinggalnya. Sejak dahulu etnis Dayak dan Melayu di pedalaman Sintang memiliki ikatan yang kuat dengan hutan. Mata pencaharian orang Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan. Hutan tempat berburu, bila hendak berladang pohon- pohon di hutan akan ditebang, bila hendak mengusahakan tanaman perkebunan orang Dayak cenderung memilih tanaman yang menyerupai tanaman hutan seperti karet, rotan, tengkawang dan sejenisnya. Kecenderungan tersebut merupakan refleksi dari hubungan yang akrab yang telah berlangsung berabad- abad dengan hutan dan segala isinya Arman 1994 dalam Florus et al. 1994. Sengkubak merupakan salah satu wujud pengetahuan yang lahir dari hubungan etnis Dayak dan Melayu dengan hutan. Sejak dahulu masyarakat terbiasa memenuhi kebutuhan sengkubak dengan memanennya langsung dari hutan. Saat di mana hutan tidak mengalami penyempitan atau pengurangan lahan seperti yang terjadi saat ini, pemanenan langsung sengkubak dari hutan alam bukan menjadi permasalahan. Tetapi pengurangan lahan hutan secara luas demi memenuhi kebutuhan perluasan lahan perkebunan, pemukiman, pertanian lahan