Budidaya Sengkubak oleh Masyarakat
58 diikuti tindakan budidaya lama-kelamaan akan mengancam kelestarian spesies
tumbuhan tersebut. Sengkubak telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Dayak maupun Melayu Sintang terutama yang tinggal di pedalaman, namun budidaya sengkubak belum menjadi bagian yang mengisi keseharian
masyarakat. Selama ini responden mendapatkan sengkubak dengan cara memanen langsung dari hutan atau ladang karet alam campuran yang dimiliki
93,33 responden. Menurut responden, sengkubak sangat sulit dibudidayakan, karena
pertumbuhannya sangat lambat, dan responden belum mengetahui cara budidaya yang tepat untuk spesies yang sering digunakan ini. Belum ada teknis budidaya
lokal sengkubak baik dari etnis Dayak dan Melayu Sintang. Karena umumnya sengkubak sudah ada dan tumbuh secara liar di hutan sekitar tempat tinggal.
Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa dari semua responden, hanya 16,67 responden yang telah dan berusaha membudidayakan sengkubak yaitu dengan
menanamnya di sekitar tempat tinggalnya. Sejak dahulu etnis Dayak dan Melayu di pedalaman Sintang memiliki
ikatan yang kuat dengan hutan. Mata pencaharian orang Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan. Hutan tempat berburu, bila hendak berladang pohon-
pohon di hutan akan ditebang, bila hendak mengusahakan tanaman perkebunan orang Dayak cenderung memilih tanaman yang menyerupai tanaman hutan
seperti karet, rotan, tengkawang dan sejenisnya. Kecenderungan tersebut merupakan refleksi dari hubungan yang akrab yang telah berlangsung berabad-
abad dengan hutan dan segala isinya Arman 1994 dalam Florus et al. 1994. Sengkubak merupakan salah satu wujud pengetahuan yang lahir dari
hubungan etnis Dayak dan Melayu dengan hutan. Sejak dahulu masyarakat terbiasa memenuhi kebutuhan sengkubak dengan memanennya langsung dari
hutan. Saat di mana hutan tidak mengalami penyempitan atau pengurangan lahan seperti yang terjadi saat ini, pemanenan langsung sengkubak dari hutan alam
bukan menjadi permasalahan. Tetapi pengurangan lahan hutan secara luas demi memenuhi kebutuhan perluasan lahan perkebunan, pemukiman, pertanian lahan
59 kering, dan lain sebagainya menjadi realitas yang harus dipertimbangkan ke
depan. Adanya realitas pengurangan wilayah hutan yang masih terus berlanjut,
harus disikapi masyarakat pengguna sengkubak dengan harus turut memikirkan apakah tindakan mengandalkan sengkubak dari hutan alam masih dapat
diharapkan. Budidaya sengkubak walaupun menurut penduduk sangat sulit menemukan keberhasilan, namun dengan teknik atau budidaya lokal yang
sederhana harus terus-menerus dilakukan, bila tidak ingin kehilangan sengkubak di hutan alam.