commit to user 28
Berdasar beberapa pendapat tentang klasifikasi anak tunarungu di atas, penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya anak tunarungau memang luas
cakupannya dan memang harus ditinjau dari berbagai sisi dalam proses klasifikasi. Klasifikasi anak tunarungu tersebut bertujuan untuk mempermudah
dalam pemberian pelayanan dan pendidikan khusus bagi anak tunarungau, agar dalam kehidupan baik individu serta sosial dapat berjalan dengan lancar dan
meminimalkan bantuan dari orang lain. Seiring dengan berkembangnya teknologi, pengklasifikasian anak tunarungupun dapat lebih luas lagi. Pengklasifikasian ini
dibutuhkan sesuai tujuan, baik dalam bidang kesehatan maupun pendidikan. Pengklasifikasian dalam pendidikan ditujukan untuk memberikan pelayanan
khusus yang mereka butuhkan sesuai dengan derajat kehilangan pendengarannya.
d. Karakteristik Anak Tunarungu
Kehilangan pendengaran yang dialami anak tunarungu berdampak pada kemiskinan kosakata, kesulitan berbahasa dan berkomunikasi, efeknya dapat
menyebabkan perbedaan yang sangat signifikan tentang apa yang tidak dapat dan
apa yang dapat dilakukan oleh anak tuanrungu maupun anak normal.
Mohammad Effendi 2006: 75 mengemukakan bahwa, “Ada dua hal
penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek kebahasaanya. Pertama, konsekuensi akibat kelainan pendengaran tunarungu
berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsangan bunyi yang ada di sekitarnya. Kedua, akibat keterbatasannya dalam menerima rangsang bunyi
pada penderita akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di sekitarnya”.
Andreas Dwidjosumarto 1996: 36 mengemukakan bahwa, ”karena anak
tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik atau dilatih secara khusus. Akibat dari
ketidakmampuanya dibandingkan dengan anak yang mendengar dengan usia yang sama, ma
ka dalam perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal”.
commit to user 29
Secara fisik karakteristik anak tunarungu tidak nampak jelas. Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996: 34-39 melihat karakterisik anak tunarungu dari
beberapa segi: 1
Karakteristik dalam segi intelegensi Anak tunarungu ada yang memiliki intelegensi tinggi, rata-rata dan rendah
sama seperti halnya anak normal. Akan tetapi intelegensi mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk berkembang, karena pendengaran mereka
terganggu sehingga sedikit sekali informasi yang diperoleh anak tunarungu. Dengan demikian perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama
cepatnya dengan anak normal lainnya. 2
Karakteristik bahasa dan bicara Kemampuan bahasa dan bicara anak tunarungu jauh berbeda dengan
kemampuan bahasa dan bicara anak normal. Hal itu disebabkan karena anak tunarungu tidak dapat mendengar bahasa, kemampuan bahasanya tidak akan
berkembang jika tidak dididik dan dilatih secara khusus. Perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Akibat ketidakmampuannya
untuk mendengar dibanding dengan anak normal sebayanya, maka perkembangan bahasa anak tunarungu tertinggal jauh.
3 Karakteristik dalam segi emosi dan sosial
Tunarungu menyebabkan seseorang terasing dari aturan sosial dan pergaulan dalam kehidupan masyarakat mereka, maka anak tunarungu mengalami
hambatan dalam perkembangan kepribadian untuk menuju dewasa. Hal tersebut menimbulkan efek negatif bagi anak tunarungu, seperti:
a Egosentrisme melebihi anak normal
Karena anak tunarungu mengalami hambatan dalam pendengarannya maka mereka lebih menggunakan penglihatannya dalam pengamatan, maka anak
tunarungu mempunyai sifat ingin tahu yang besar yang seolah-olah mereka selalu ingin melihat, hal itu dapat meningkatkan sifat egosentrisme mereka,
bahkan mereka ingin memilikinya, dan bisa terjadi ia langsung merebutnya dari tangan orang lain.
commit to user 30
b Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang luas
Anak tunarungu sering merasa menguasai keadaan yang diakibatkan oleh pendengaran yang mengalami gangguan, maka ia sering merasa takut dan
khawatir. c
Ketergantungan terhadap orang lain Sikap ketergantungan anak tunarungu menunjukkan bahwa ia putus asa dan
ingin mencari bantuan. d
Perhatian sukar dialihkan Keterbatasan bahasa menyebabkan keterbatasan berpikir seseorang, pikiran
anak tunarungu terpaku pada hal yang konkrit, seluruh perhatiannya tertuju pada sesuatu dan sulit untuk melepaskannya karena ia tidak mempunyai
kemampuan lain. Sehingga jalan pikiran anak tunarungu sulit untuk berpindah ke hal lain yang belum nyata.
e Pada umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tidak banyak
masalah. Kemiskinan dalam bahasa mengakibatkan anak tunarungu dengan mudah meyampaiakan perasaan dan apa yang ada dalam pikirannya tanpa
memandang segi-segi yang akan menghalanginya. f
Mudah marah dan mudah tersinggung Anak tunarungu sering mengalami kesulitan dalam menyampaikan perasaan
dan apa yang dipikirkan serta kesulitan memahami apa yang disampaikan orang lain, maka hal tersebut diwujudkan dengan kemarahan.
Sutjihati Sumantri 1996: 74 mengemu kakan bahwa ”sudah menjadi
kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara satu orang dengan oranglain”. Namun bagi anak tunarungu tidaklah
demikian, karena anak ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinana bahasa membuat dia tidak mampu terlibat baik dalam situasi sosialnya.
Sebaliknya, orang mendengar pada umumnya juga sulit memahami perasaaan dan pikirannya.
Menurut Sardjono 2000: 41 “karakteristik yang paling cocok dari anak tunarugu yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara mereka terbatas
pada kosakata dan pengertian kata- kata abstrak”. Hal ini dikarenakan karena
commit to user 31
mereka hanya melalui penglihatan dalam belajar bahasa. Berdasar hal tersebut terdapat beberapa karakteristik anak tunarungu antaralain:
1. Perbendaharaan kata yang dimiliki terbatas dibandingkan dengan anak
normal seusianya. 2.
Kesulitan mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan 3.
Kesulitan mengartikan kata-kata yang bersifat abstrak 4.
Nada bicara kadang tidak teratur, ada yang monoton dan nada tinggi 5.
Bicaranya terputus-putus akibat pernafasan dan penguasaan kosakatanya terbatas
6. Bicaranya cenderung diikuti gerakan anggota tubuh untuk
memperjelas ucapannya. Menurut Terezinha Nunes, anak-anak tunarungu mempunyai kesempatan
belajar yang seakan-akan tiba-tiba, tanpa tahu asal-usulnya, akibat dari kehilangan pendengaran mereka. Anak tunarungu memiliki akses yang miskin untuk
memperoleh sumber informasi. Proses belajar yang eakan-akan tiba-tiba mungkin memberikan kesempatan yang sedikit bagi mereka. Akibatnya, beberapa konsep
yang anak-anak tunarungu pelajari secara “mendadak” di setiap hidupnya
mungkin menjadikan mereka memerlukan suatu bentuk pelajaran yang jelas di sekolahnya. www.acfos.orgpublicationourarticlespdfacfos3nunes.pdf.
Cruickshank dalam Moh. Effendi, 2006 mengemukakan bahwa anak tunarungu seringkali memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-
kadang tampak terbelakang. Kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami oleh anak saja, melainkan juga tergantung
pada potensi kecerdasan yang dimilikinya. Rangsangan mental serta dorongan lingkungan di sekitar dapat memberikan kesempatan bagi anak tunarungu untuk
mengembangakan kecerdasanya. Anak tunarungu hanya dapat menunjukkan kemampuan dalam bidang motorik dan mekanik, serta intelegensi konkrit, tetapi
memiliki keterbatasan dalam intelegensi verbal dan kemampuan akademik. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
anak tunarungu mempunyai karakteristik yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Perkembangan bahasa anak tunarungau memang sangat terbatas, baik
dari segi perkembangan membaca, bahasa tuli, maupun ujaran. Hal ini merupakan dampak dari gangguan indera pendengaran mereka. Anak tunarungu sebagai
makhluk sosisalpun mengalami hambatan. Mereka mengalami kesulitan dalam
commit to user 32
menyesusaikan diri dengan lingkungan orang normal pada umumnya. Lingkunganpun melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan
nilainya dianggap sebagai orang yang kurang mampu berkarya. Padahal, pada dasarnya mereka memerlukan kebersamaan dalam kehidupan sosial dengan orang
normal pada umumnya.
2. Hakekat Prestasi Belajar a. Pengertian Belajar