commit to user
10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakekat Anak Tunarungu
a. Pengertian Anak Tunarungu
Anak tunarungu atau anak yang mengalami kelainan pendengaran dalam kehidupan sehari-hari sering diasumsikan sebagai orang yang tidak mendengar
sama sekali atau disebut tuli oleh masyarakat awam. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa kelainan dalam aspek pendengaran dapat mengurangi fungsi
pendengaran. Asumsi tersebut tidak seluruhnya salah, namun perlu diluruskan, karena tidak semua anak tunarungu mengalami kehilangan pendengaran secara
total atau tuli. Istilah tunarungu diambil dar
i kata “tuna” yang artinya kurang dan “rungu” yang artinya pendengaran. Berdasar hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa anak tunarungu adalah anak yang kurang mampu mendengar atau tidak mampu mendengar suara. Tunarungu juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan
kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengaran.
Menurut Djoko Sindhusakti 1997: 23, “Anak tunarungu adalah anak yang pada periode 3 tahun pertama dari kehidupannya mengalami gangguan
pendengaran, yang mengakibatkan terjadinya gangguan bicara oleh karena persepsi dan asosiasi dari suara datang ke telinga terganggu”.
Andreas Dwidjosumarto dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74 mengemukakan bahwa “Seseorang yang tidak atau kurang mampu
mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli deaf dan kurang dengar hard of
hearing
”. Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pedengarannya tidak berfungsi lagi,
sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya
commit to user 11
mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar
”. Donald F. Mores dalam Murni Winarsih, 2007: 22 berpendapat bahwa
tunarungu adalah istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat sehingga menghambat proses infomasi bahasa melalui
pendengaran baik menggunakan alat bantu maupun tidak menggunakan alat bantu.
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau
tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan
bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak. Mufti Salim, dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74.
Menurut Sudibyo Markus dalam Sardjono,
2000: 6 “Anak tunarungu wicara adalah mereka yang menderita tunarungu sejak bayi atau sejak lahir, yang
karenanya tak dapat menangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya, meskipun tak mengalami gangguan pada
alat suaranya”. Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya, sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak
–Anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak
menyandang ketunaruguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau
bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka berisyarat . Sukaesih, 2010 dalam
http:sukaesih21.wordpress.com20100529pengertian-anak- tunarungu.
Megawati Iswari 2007: 57 menyatakan istilah tunarungu ditujukan pada anak yang kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian yang disebut kurang
dengar, maupun seluruhnya yang disebut tuli. Menurut Soewito dalam Sardjono,
1999: 9, “Anak tunarungu adalah seorang yang mengalami kesulitan pendengaran berat sampai total, yang tidak
dapat lagi menangkap tutur kata tanpa melihat bibir lawan bicaranya”. Sri Agus S dalam http:sriagussupriani.blogspot.com200912anak-
tunarungu.html mengemukakan bahwa, “Istilah tunarungu digunakan
untuk orang yang mengalami gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Orang yang tuli adalah orang yang mengalami
kehilangan pendengaran lebih dari 70 dB yang mengakibatkan
commit to user 12
kesulitan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain baik dengan
memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar. Orang yang kurang dengar adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran sekitar 27
sampai 69 dB yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya memungkinkan untuk memproses informasi bahasa
sehingga dapat memahami pembicaraan orang
”. Permanarian menyatakan bahwa banyak istilah di dalam bahasa Inggris
yang dipergunakan yang mengacu pada populasi individu yang menyandang ketunarunguan. Istilah tersebut didefinisikan berdasarkan kebutuhan pendidikan
dan budaya. Istilah tersebut antaralain adalah: 1.
Kata deaf menurut definisi Individuals with Disabilities Education Act, undang-undang pendidikan bagi individu penyandang cacat
Amerika Serikat tahun 1990 adalah ketunarunguan yang berdampak negatif terhadap kinerja pendidikan individu dan demikian parah
sehingga individu itu terganggu dalam kemampuanya untuk memproses informasi linguistik komunikasi melalui pendengaran,
dengan ataupun tanpa amplifikasi alat bantu dengar.
2. Istilah hard of hearing berarti ketunarunguan, baik permanen
maupun berfluktuasi, yang berdampak negatif terhadap kinerja pendidikan seorang individu tetapi yang memungkinkannya
mempunyai akses ke komunikasi verbal pada tingkat tertentu dengan ataupun tanpa amplifikasi IDEA 1990.
3. Istilah Deaf yang ditulis dengan huruf D kapital mengacu pada
individu penyandang ketunarunguan yang mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai anggota budaya tunarungu Deaf Culture. Individu-
individu ini memandang dirinya sebagai satu populasi yang dipersatukan oleh kesamaan latar belakang budaya, kesamaan
pengalaman, kesamaan riwayat keluarga menikah dengan sesama tunarungu, dan kesamaan bahasa yaitu American Sign Language
ASL.
4. Istilah hearing-impaired kini sering dipergunakan untuk mengacu
pada mereka yang deaf maupun yang hard of hearing. Istilah deaf mute dan deaf and dumb tuli bisu kini tidak dipergunakan
lagi. Istilah tersebut tidak hanya dianggap kuno, tetapi juga dipandang ofensif. Survey tahun 1981 di Australia menemukan bahwa 59 dari
populasi tunarungu menyandang ketunarunguan ringan, 11 sedang, 20 berat, dan 10 tidak dapat dipastikan klasifikasinya.
http:permanarian16.blogspot.com200804definisi-dan-klasifikasi- tunarungu.html.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa tunarungu merupakan suatu keadaan dimana fungsi indera pendengaran seseorang
mengalami gangguan yang disebabkan oleh kerusakan indera pendengaran, baik
commit to user 13
menyerang telinga bagian luar, tengah, maupun dalam. Kerusakan tersebut mulai dari taraf ringan, sedang, maupun tuli total, sehingga mengakibatkan terjadinya
hambatan dalam perkembangan bahasanya dan memerlukan pendidikan khusus sesuai karakteristiknya. Ketunarunguan ini juga mengakibatkan anak mengalami
kesulitan dalam memperoleh dan mengolah informasi yang bersifat auditif, sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam melakukan aktivitas berbahasa dan
komunikasi secara verbal. Hambatan komunikasi yang bersifat auditif tersebut berpengaruh terhadap penerimaan dan pengolahan informasi dalam kegiatan
belajar mengajar, sehingga mengakibatkan prestasi akademik mereka rendah dan pendidikan anak tunarungu menjadi lebih lambat dibanding anak mendengar.
Atas dasar itulah, pemberian layanan pendidikan yang relevan dengan karakteristik kelainan anak tunarungu dapat diharapkan menimbulkan motif
berprestasi. Anak yang mengalami kelainan pendengaran akan menanggung
konsekuensi sangat kompleks, tidak terkecuali dalam pendidikannya. Anak tunarungu seringkali dihinggapi rasa keguncangan, tidak percaya diri dan tidak
mampu mengontrol lingkungannya. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi penderita tunarungu yang harus berjuang dalam meniti tugas perkembangannya.
Beberapa rentetan masalah yang muncul akibat gangguan ini, penderita akan mengalami berbagai hambatan dalam meniti perkembangannya, tidak terkecuali
aspek akademiknya. Berdasar hal tersebut, maka untuk mengembangkan potensi anak tunarungu secara optimal praktis memerlukan layanan atau kebutuhan secara
khusus tidak terkecuali dalam penggunaan media dalam pembelajaran.
b. Faktor Penyebab Ketunarunguan