Klasifikasi Anak Tunarungu Hakekat Anak Tunarungu

commit to user 19 a Faktor keturunan hereditas b Cacar air, campak rubella, gueman measles c Terjadi taxoemia keracunan darah d Penggunaan pil kina atau obat-obatan dalam jumlah besar usaha untuk mengugurkan kandungan e Kelahiran premature f Kekurangan osigen anoxia 2 Pada waktu proses kelahiran masa neonatal a Faktor rhesus Rh ibu dan anak tidak sejenis b Anak lahir dengan bantuan forcept alat bantu tang c Proses kelahiran yang terlalu lama 3 Sesudah anak dilahirkan masa postnatal a Infeksi measles campak b Meningitis peradangan selaput otak c Otitis media yang kronis d Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa terdapat banyak faktor penyebab ketunarunguan, baik ditinjau dari waktu terjadinya ataupun tempat terjadinya kerusakan indera pendengaran. Faktor-faktor tersebut saling terkait. Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab ketunarunguan meliputi prenatal sebelum dilahirkan atau dalam kandungan, neonatal saat dilahirkan, dan post natal sesudah masa kelahiran. Berdasar pada tempat kerusakannya, ketunarunguan disebabkan oleh kerusakan indera bagian luar, tengah dan dalam. Penyebab ketunarunguan tersebut bisa terjadi karena penggunaan obat-obat kimia yang berlebihan, baik disengaja ataupun tidak.

c. Klasifikasi Anak Tunarungu

Anak tunarungu terbagi dalam beberapa klasifikasi. Secara umum, klasifikasi mereka dibagi dalam tunarungu ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi dari beberapa ahli berbeda-beda tergantung dari segi mana ketunarunguan itu diklasifikasikan. commit to user 20 Menurut Moh. Effendi 2006: 63-65 ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berkut: 1. Tunarungu konduktif Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai penghantar suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan. Gangguan pendengaran yang terjadi pada organ-organ penghantar suara ini jarang sekali melebihi rentangan antara 60-70 dB dari pemeriksaan audiometer. Oleh karena itu, tipe tunarungu ini disebut tunarungu konduktif. 2. Tunarungu perseptif Ketunarunguan perseptif disebabkan oleh terganggunya organ-organ pendengaran yang terdapat di belahan telinga bagian dalam. Sebagaimana orang, telinga di bagian dalam memiliki fungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara yang dihantarkan oleh organ-organ pendengaran di belahan telinga bagian luar dan tengah. Ketunarunguan perseptif ini terjadi jika getaran suara yang diterima oleh telinga bagian dalam terdiri dari rumah siput, serabut syaraf pendengaran, corti yang bekerja mengubah rangsang mekanis menjadi rangsang elektris, tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Oleh karena itu, tunarungu tipe ini disebut juga tunarungu saraf saraf yang berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara. 3. Tunarungu campuran Ketunarunguan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkain organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan, sehingga tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif dan ketunarunguan perseptif. Menurut Djoko Shindusakti 1997: 42 ketunarunguan yang dialami oleh anak tunarungu dikaitkan dengan penyebab derajat ketulian, nilai prognostik dan commit to user 21 validitas sosial akibat gangguan pendengaran. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1. Klasifikasi Anak Tunarungu Dikaitkan dengan Penyebab Derajat Ketulian, Nilai Prognostik, dan Validitas Gangguan Pendengaran Jenis Ketulian Pathologi Derajat Ketulian Prognostik Sosial Tuli konduksi Kerusakan telinga luar dan tengah Ringan Sedang Revesibel Baik Baik Kurang Tuli syaraf Kerusakan pada reseptor tegah Ringan Sedang Reversibel Baik Kurang Tuli campuran Kerusakan telinga luar,tengah,dalam Berat-total Reversibel Baik Kurang Jelek Tuli sentral Tumor, trauma pendarahan dalam otak Berat Irreversible Jelek Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengarkan bunyi, Ashman dan Elkins 1994: 2 mengklsifikasikan ketunarunguan ke dalam empat kategori yaitu: 1. Ketunarunguan ringan mild hearing impairment, yaitu kondisi dimana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB desibel. Mereka sering tidak menyadari bahwa sering diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan. 2. Ketunarunguan sedang moderate hearing impairment, yaitu kondisi dimana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 41-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar hearing aid. 3. Ketunarunguan berat severe hearing impairment, yaitu kondisi dimana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 66-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila mempehatikan wajah pembicara dengan commit to user 22 suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar. 4. Ketunarunguan berat sekali profound hearing impairment, yaitu kondisi dimana orang hanya dapat mendengar bunyi hanya dengan intensitas 96 dB atau lebih ke atas. Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi superpower. Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996: 32 mengklasifikasikan anak tunarungu menjadi tiga klasifikasi berdasarkan anatomi fisiologisnya, yaitu: 1. Tunarugu konduksi hantaran, merupakan ketunarunguan yang keruskan atau tidak berfungsinya alat-alat pengantar getaran suara pada telinga bagian tengah. Tunarungu konduksi terjadi karena pengurangan intensitas bunyi yang mencapai telinga bagian dalam, dimana syaraf pendengaran berfungsi. 2. Tunarungu sensorineural syaraf merupakan ketunarunguan yang disebabkan karena kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada Lobus Temporalis. 3. Tunarungu campuran, merupakan ketunarunguan yang pada syaraf pendengaran, baik bagain luar, tengah, dan dalam. Berdasarkan tingkat kerusakan atau kehilangan kemampuan mendengar, menurut Sukaesih tunarungu dibagi menjadi: 1 Sangat ringan, 27- 40 dB; 2 Ringan, 41-44 dB; 3 Sedang, 56-70 dB; 4 Berat, 71-90 dB; 5 Ekstrim, 91 dB keatas tuli. http:sukaesih21.wordpress.com20100529pengertian-anak- tunarungu. Jamila K.A Muhammad 2008:59 berpendapat bahwa, ”terdapat berbagai faktor yang berkaitan dengan klasifikasi masalah pendengaran, yaitu tahap kehilangan pendengaran, usia ketika kehilangan pendengaran dan jenis-jenis masalah kehilangan pendengaran”. commit to user 23 Berdasarkan kepentingan pendidikan Andreas Dwidjosumanto dalam Sutjihati Somantri 1996: 74 mengemukakan klasifikasi berdasarkan tingkat keberfungsian telinga, sebagai berikut: 1. Tingkat I: Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus. 2. Tingkat II: kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB. Penderitanya kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara, dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. 3. Tingkat III: kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB. 4. Tingkat IV: Kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas. Kirk dan Gallagher dalam Megawati Iswari, 2007: 58 mengemukakan tingkatan tunarungu antara lain: 1. tunarungu ringan yang kehilangan kemampuan mendengar 27-40 dB 2. tunarungu sedang yang kehilangan kemampuan mendengar 41-55 dB 3. tunarungu berat yang kehilangan kemampuan mendengar 71-90 dB 4. tunarungu sangat berat yang kehilangan kemampuan mendengar 91 dB ke atas. Menurut Ocha, ketunarunguan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut a Tunarungu Ringan Mild Hearing Loss b Tunarungu Sedang Moderate Hearing Loss. c Tunarungu Agak Berat Moderately Severe Hearing Loss d Tunarungu Berat Severe Hearing Loss e Tunarungu Berat Sekali Profound Hearing Loss 2. Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut. a Ketunarunguan Prabahasa Prelingual Deafness b Ketunarunguan Pasca Bahasa Post Lingual Deafness 3. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat di-klasifikasikan sebagai berikut. a Tunarungu Tipe Konduktif b Tunarungu Tipe Sensorineural c Tunarungu Tipe Campuran commit to user 24 4. Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut. a Tunarungu Endogen b Tunarungu Eksogen http:ochamutz91.wordpress.com20100529karakteristik-dan- pendidikan-anak-tuna-rungu. Menurut Moh. Effendi 2006: 59-60 berdasarkan kepentingan pendidikan, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB slight loses Ciri-ciri anak tunarungu kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antaralain: a kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran taraf ringan, b tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat mengikuti sekolah biasa danegan syarat tempat duduknya diperhatiakn, terutama harus dekat dengan guru, c dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui kemampuan pendengarannya, d perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya supaya perkembanagan bahasa dan bicaranya tidak terhambat, dan e disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar untuk membantu meningkatkan ketajaman daya pendengarannya. Untuk kepentingan pendidikannya pada anak tunarungu kelompok ini cukup hanya memerlukan latihan membaca bibir untuk pemahaman percakapan. 2. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB mild losses Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antaralain: a dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat, b tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hatinya, c tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah, d kesulitan menangkap isi pembicaraaan dari lawan bicaranya, jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya berhadapan, e untuk menghindari kesulitan bicara perlu mendapatkan bimbingan yang baik dan intensif, f ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam kelas khusus, dan g disarankan menggunakan alat bantu dengar commit to user 25 hearing aid untuk menambah ketajaman daya pendengarannya. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu memmbaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, artikulasi, serta latiahn kosakata. 3. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60dB moderate losses Ciri-ciri anak kEhilangan pendengaran pada rentangan tersebut antaralain: a dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira satu meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak normal, b sering terjadi mis- understanding terhadap lawan bicaranya, jika ia diajak bicara, c penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara terutama, pada huruf konsonan. Misalnya huruf konsonan “K” atau “G” mungkin diucapkan menjadi “T” atau “D”, d kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan, e perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata serta perlu menggunakan alat bantu dengar untuk membantu ketajaman pendengarannya. 4. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB severe losses Ciri-ciri anak kehilangan pendngaran pada rentangan tersebut adalah: a kesulitan membedakan suara, dan b tidak memiliki kesadaran bahwa benda- benda yang ada di sekitarnya memiliki getaran suara. Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu lyanan khusus dalam belajar bicara maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar sebab anak yang tergolong kategori ini tidak mampu berbicara spontan. Oleh sebab itu, tunarungu ini disebut juga tunarungu pendidikan, artinya mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi tunarungu. Pada instensitas suara mendengar suara keras dari jarak dekat, seperti gemuruh pesawat terbang, gonggongan anjing, teter mobil, dan sejenisnya. Kebutuhan pendidikan anak tunarungu kelompok ini perlu latihan pendengaran intensif, membaca bibir, latihan pembentukan kosakata. 5. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas profoundly losses commit to user 26 Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada kelompok ini, hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi atau sama sekali tidak mendengar. Biasanya ia tidak menyadari bunyi keras, mungkin juga ada reaksi jika dekat telinga. Anak tunarungu kelompok ini meskipun menggunakan pengeras suara, tetapi tetap tidak dapat memahami atau menangkap suara. Jadi, mereka menggunakan alat bantu dengar atau tidak dalam belajar bicara atau bahasanya sama saja. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu dalam kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan menggunakan metode-metode pengajaran yang khusus, seperti tactile kinestetic, visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan inderanya yang tersisa. Berdasarkan penyebabnya, terdapat tiga jenis ketunarunguan: 1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga seseorang. 2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan berupa bunyi ke otak. 3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses pendengaran yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemrosesan pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya. Seorang anak dapat juga mengalami kombinasi bentuk- bentuk ketunarunguan. http:permanarian16.blogspot.com200804definisi- dan-klasifikasi-tunarungu.html. Uden dalam Murni Winarsih, 2007: 26 mengklasifikasikan tunarungu menjadi tiga yaitu: 1 berdasarkan saat terjadinya, meliputi: a tunarungu bawaan: terjadi tumarungu sejak lahir commit to user 27 b tunarungu setelah lahir: terjadi tunarungu setelah lahir yang disebabkan karena kecelakaan atau penyakit 2 berdasarkan tempat kerusakan a kerusakan telinga luar dan tengah b kerusakan telinga bagian dalam 3 berdasarkan taraf penguasaan bahasa a tuli prabahasa: terjadi tunarungu pada saat belum menguasai bahasa b tuli purna bahasa: terjadi tunarungu setelah menguasai bahasa. Menurut Samuel A.Kirk yang dikutip oleh Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996: 29 kehilangan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. 0 dB : menunjukkan pendengaran yang optimal 2. 1-26 dB : menunjukkan seseorang yang masih mempunyai pendengaran yang normal 3. 27-40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara tergolong tunarungu ringan 4. 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara tergolong tunarungu sedang. 5. 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara yang khusus tergolong tunarungu agak berat. 6. 71-90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang- kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara secara khusus tergolong tunarungu berat. 7. 91 dB ke atas : mungkin sadar adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk proses menerima informasi, dan yang bersangkutan dianggap tuli tergolong tunarungu berat sekali. commit to user 28 Berdasar beberapa pendapat tentang klasifikasi anak tunarungu di atas, penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya anak tunarungau memang luas cakupannya dan memang harus ditinjau dari berbagai sisi dalam proses klasifikasi. Klasifikasi anak tunarungu tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam pemberian pelayanan dan pendidikan khusus bagi anak tunarungau, agar dalam kehidupan baik individu serta sosial dapat berjalan dengan lancar dan meminimalkan bantuan dari orang lain. Seiring dengan berkembangnya teknologi, pengklasifikasian anak tunarungupun dapat lebih luas lagi. Pengklasifikasian ini dibutuhkan sesuai tujuan, baik dalam bidang kesehatan maupun pendidikan. Pengklasifikasian dalam pendidikan ditujukan untuk memberikan pelayanan khusus yang mereka butuhkan sesuai dengan derajat kehilangan pendengarannya.

d. Karakteristik Anak Tunarungu

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MEDIA ALAM SEKITAR DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS II SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 3 141

PENGARUH MEDIA ‘MAHIR MATH SD 05’ TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU KELAS D5 SLB­B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008 2009

0 4 62

PENGARUH MEDIA INTERAKTIF ANIMASI 3 DIMENSI DALAM PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA ANAK TUNARUNGU KELAS D6 DI SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 2011

2 9 95

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SUB POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN BILANGAN BULAT MELALUI PERMAINAN DUA WARNA BAGI SISWA KELAS IV SLB C SHANTI YOGA KLATEN TAHUN AJARAN 2010 2011

0 1 78

PENGARUH PENGGUNAAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIDANG STUDI MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU KELAS D4 SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

1 3 74

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA KONSEP OPERASI PENGURANGAN BILANGAN ASLI MELALUI MACROMEDIA FLASH BAGI SISWA KELAS III SLB C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

3 33 122

PENERAPAN MEDIA VISUALUNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MELMPAR DAN MENANGKAP BOLA PADA SISWA KELAS IV SDLB-B SLB YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 0 18

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI MENGELOMPOKKAN BANGUN DATAR SEDERHANA DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS D1/C1 SLB NEGERI SALATIGA SEMESTER II TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 0 18

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA DAKON TERHADAP KEMAMPUAN BERHITUNG PEMBAGIAN PADA SISWA TUNARUNGU KELAS II B SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 0 20

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI BERHITUNG PENJUMLAHAN BILANGAN 1-40 MELALUI ALAT PERAGA KANTONG BILANGAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS V DI SLB B-C PANCA BAKTI MULIA SURAKARTA TAHUN AJARAN 20172018

0 0 17