54
roduk meja akar ukir dapat dilihat
pada Bulan Maret 2011
memang lebih banyak dari produk-produk lainnya meskipun nilai tambahnya paling rendah disbanding produk lainnya. Untuk imbalan bagi tenaga kerja yang
hanya 22,09 dari nilai tambahnya menandakan bahwa sebagian besar nilai tambah merupakan imbalan bagi pelaku atas modal yang digunakan. Selain itu,
karena kerajinan meja akar ini tanpa ukir sehingga imbalan bagi tenaga kerja hanya 22,09 dari nilai tambah atau hanya 16,67 dari total marjinnya. Karena
permintaan memang banyak, dan nilai tambahnya yang kurang dibanding dengan produk lainnya sehingga perlu pengembangan dalam pengolahan meja akar agar
nilai tambahnya menjadi lebih tinggi. Nilai tambah yang dihasilkan pada kegiatan usaha ini adalah pada proses pembentukan tunggak menjadi sebuah meja. Maka
untuk meningkatkan nilai tambahnya, proses pembentukannya perlu dikembangkan seperti pemberian aksen ukir.
7.1.2. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar Ukir
Produk yang dianalisis nilai tambahnya adalah meja akar ukir. Hasil analisis nilai tambah metode Hayami untuk p
pada Tabel
11 di
bawah ini
:
Tabel 11. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Ukir di Kecamatan Jiken
No Variabel
Nilai
1 Harga Produk Rata-Rata Rpunit
3.250.000 2 Biaya
Input Rata-RataRpTunggak
771.000 3
Biaya Upah Tenaga Kerja Rata-Rata RpHOK 65.000
4 Nilai tambah
Rptunggak 2.469.000
n tenaga kerja Rptung 5
6 Pendapata
Keuntunga gak
520.000 1.949.000
n Rptunggak
Marjin Rptunggak
7 2.710.000
Sum r : Da
Prod ki harga rata-rata sebesar Rp 3,25
l produksi rata-rata untuk produk hasil pengolahan limbah tunggak poho
be ta Primer Diolah 2011
uk meja ukar ukir memili juta. Hasi
n jati meja
55
ukir alah
it per periodenya lampiran 2. Faktor konversi ada produk meja ukir nilainya adalah sebesar satu. Artinya untuk menghasilkan
satu unit meja akar ukir, dibutuhkan sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya. Nilai faktor konversi tersebut didapat dari pembagian nilai output yang
dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Sehingga pada pemakaian tiap satu tunggak, hanya dapat dijadikan satu unit produk meja ukir saja.
Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi meja akar ukir adalah empat orang tenaga kerja. Semua tenaga
kerja tersebut adalah laki-laki. Upah rata-rata yang dibayarkan adalah sebesar Rp 65.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari pembagian jumlah
total hari kerja HOK selama satu periode satu bulan. Nilai koefisien tenaga kerja untuk meja ukir adalah sebesar delapan lampiran 2. Nilai tersebut
menunjukkan jumlah hari orang kerja HOK yang diperlukan untuk memproduksi satu unit meja akar ukir dibutuhkan tenaga kerja sebesar delapan
HOK. Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku dan biaya sumbangan
input lain. Biaya bahan baku untuk meja ukir ini sebanyak Rp 540.000. Untuk memproduksi satu unit meja akar ukir ini, diperlukan input lainnya seperti flitur,
lem serta melamin. Biaya tersebut merupakan biaya finishing. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit meja akar ukir adalah sebesar Rp 241.000 setiap satu
unit meja akar ukir. Nilai produk diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga produk. Harga produk rata-rata untuk satu unit meja akar ukir adalah
sebesar Rp 3,25 juta karena faktor konversi adalah sebesar satu, sehingga nilai ad
sebanyak sebelas un p
56
ya per unit meja akar ukir. Nilai mbah
p
520.000
dengan rasio imbalan produk untuk meja akar ukir adalah tetap sebesar Rp 3,25 juta. Pada produk ini
nilai produknya sama dengan harga produknya. Nilai tambah merupakan hasil pengurangan nilai produk dengan harga
bahan baku tunggak dan sumbangan input lainn ta
yang diperoleh dari pengolahan adalah sebesar Rp 2,47 juta dengan rasio nilai tambah sebesar 75.97. Artinya dari Rp 3,25 juta per unit nilai produk,
maka 75,97 merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Nilai tambah ini merupakan nilai tambah kotor bagi pengolah, karena belum dikurangi imbalan
bagi tenaga kerja. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati menjadi meja ukir mencapai lebih dari ¾ dari nilai produknya. Hal tersebut
dikarenakan selain karena harga bahan bakunya yang lebih murah daripada memakai bahan baku kayu jati bukan limbah, juga terdapat penambahan ukir-
ukiran yang menjadikan nilai tambahnya tinggi. Imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja
dengan upah rata-rata per HOK, yaitu sebesar R tenaga kerja sebesar 21,06. Hal ini berarti bahwa 21,06 dari nilai tambah
merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit penjualan meja akar ukir, keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 1,95
juta dengan rasio keuntungan sebesar 59,97 yang artinya bahwa sebesar 59,97 dari harga jual merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan
ini merupakan nilai tambah bersih karena telah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Sehingga keuntungan merupakan nilai tambah yang hanya dinikmati oleh
pelaku usaha, tidak untuk para tenaga kerja.
57
elisih nilai produk dengan nilai input
ar 75,97 dari nilai produknya, menandakan bahwa produk meja Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan
limbah tunggak jati. Marjin ini merupakan s bahan baku. Marjin ini kemudian didistribusikan menjadi imbalan tenaga kerja,
sumbangan input lain dan keuntungan perusahaan. Marjin yang diperoleh dari setiap unit penjualan meja akar ukir adalah sebesar Rp 2,71 juta. Marjin yang
didistribusikan untuk tenaga kerja adalah sebesar Rp 520.000 per unit atau sebesar 19,19 dari total marjin. Marjin untuk sumbangan input lain adalah sebesar Rp
241.000 per unit dengan komposisi sebesar 08,89 dari total marjin. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha adalah Rp 1.949.000 per unit atau sebesar 71,92
yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen.
Pada produk meja akar ukir, nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan produk sebes
akar ukir merupakan produk padat karya. Dimana nilai tambah yang dihasilkan lebih tinggi dari produk meja akar karena terdapat ukiran yang menjadikan nilai
tambah tinggi. Namun, pada sisi permintaan rata-rata per periode pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati hanya memproduksi sebanyak 11 unit meja akar
ukir. Hal tersebut memang karena para pelaku usaha memproduksi sesuai dengan permintaan yang ada. Sehingga meskipun memiliki nilai tambah yang tinggi, para
pelaku usaha tetap memproduksi meja akar ukir hanya sesuai permintaan yang ada saja. Maka dari itu memang dirasakan dibutuhkannya manajemen pemasaran
yang lebih baik untuk produk meja ukir ini. Karena produk meja ukir memiliki keunggulan dalam hal nilai tambah dan HOK per produk, namun tidak untuk
permintaan dari pasar. Imbalan bagi tenaga kerja hanya sebesar 21,06 dari nilai
58
lay akar. alah sebesar Rp
11
No Variabel
Nilai
tambahnya atau sebesar 19,19 dari total marjinnya. Hal tersebut menandakan sebagian besar nilai tambah diterima oleh para pelaku usahanya sendiri.
7.1.3 Analisis Nilai Tambah Kerajinan Lemari Display Akar