Skala Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati

39 tersebut diharapkan pemanfaatan limbah tunggak dapat menghasilkan mata pencaharian baru bagi masyarakat Kecamatan Jiken dan tetap terjadi pengelolaan hutan secara lestari.

6.1. Skala Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati

Usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken termasuk kedalam skala usaha mikro. Hal tersebut terlihat dari pendanaan, jumlah tenaga kerja dan aksesnya terhadap pasar. Sesuai dengan karaktersistik yang disebutkan siregar 2009 mengenai karakteristik usaha dengan skala mikro, usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken juga lebih mengandalkan non-banking financial dimana para pelaku usaha yang meminjam kepada dana pinjaman bankfinance hanya sebesar 13,04 dari total keseluruhan jumlah pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati. Sisanya sebesar 86,96 menggunakan dana pribadi mereka dalam menjalankan usahanya. Pendanaannya yang masih bersifat pribadi dikarenakan biaya bahan baku dari usaha pengolahan limbah tunggak jati yang berasal dari tunggak sehingga relatif murah. Menurut Siregar 2009 jumlah tenaga kerja pada UMKM berkisar antara 9 orang hingga 99 orang, Jumlah tenaga kerja usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken rata-rata berkisar antara 9 orang hingga 20 orang. Jumlah tenaga kerja yang tidak banyak tersebut menunjukkan bahwa skala usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken memiliki skala usaha yang mikro UMKM. Akses usaha terhadap pasar dapat menunjukkan skala dari suatu usaha. Usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken menunjukkan cukup kesulitan untuk mempunyai akses terhadap pasar. Seperti halnya ketika 40 para pelaku usaha memasarkan produknya, para pelaku usaha tersebut tergantung kepada para reseller yang jumlahnya tidak menentu, sehingga jumlah produksi yang mereka hasilkan hanya bergantung dari pemesanan yang ada. Kesulitan terhadap akses pasar lainnya yang dirasakan para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah kesempatan untuk memamerkan hasil dari kerajinan yang mereka kerjakan. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya informasi yang diterima oleh para pelaku usaha mengenai pameran yang diadakan. Selain itu kesulitan terhadap akses lainnya adalah karena bahan bakunya yang berasal dari limbah, tidak banyak yang mengetahui bahwa kualitas kerajinan tersebut tidak kalah dengan kerajinan dari kayu non limbah. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati terhadap akses pasar menunjukkan bahwa skala usaha yang mereka miliki adalah skala usaha mikro, sehingga merupakan bagian dari UMKM. Apabila dibandingkan dengan usaha lainnya yang sejenis, seperti halnya usaha pengolahan limbah kayu jati bukan limbah, usaha tersebut membutuhkan modal yang besar karena harga kayu jati yang relatif mahal. Modal yang dibutuhkan besar sehingga tak jarang usaha tersebut menggunakan financial banking untuk pendanaan usaha. Selain itu, karena bahan bakunya memang kayu jati dan bukan limbah, sehingga aksesnya lebih mudah menjangkau pasar, dimana pasar untuk kayu jati telah banyak bukan hanya di tingkat domestik, namun hingga mancanegara. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa sebagian besar skala usaha untuk usaha pengolahan limbah kayu jati bukan memiliki skala yang luas makro dan bukan UMKM. 41

6.2. Lembaga Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati