49
ari orang kerja yang dibutuhkan untuk mproduksi suatu produk tersebut. HOK per produk tertinggi ada pada produk
meja u
lah produksi setiap ini adalah setiap bulannya. Permintaan tertinggi
d. HOK per Produk
HOK per produk merupakan h me
kir, yaitu sebesar 8 HOK untuk setiap produknya. HOK terendah ada pada produk meja akar yaitu sebesar 1,45 hari untuk setiap produknya. Produk lemari
display akar memerlukan HOK sebanyak 5,14 hari untuk setiap produknya dan yang terakhir produk patung ukir memerlukan HOK sebanyak 7,72 hari untuk
setiap produknya. Bila diurutkan dari HOK yang tertinggi, HOK tertinggi ada pada produk meja ukir, diikuti dengan produk patung ukir, lemari display dan
yang terakhir adalah produk meja akar ukir. Semakin tinggi HOK, menandakan semakin berpotensi produk tersebut untuk dapat menyerap tenaga kerja. Apabila
diasumsikan setiap produk memiliki permintaan yang sama setiap bulannya, maka untuk dapat memenuhi permintaan pasar, produk yang memiliki HOK tinggi yang
dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak daripada produk yang memiliki HOK rendah. Perbedaan tingkat HOK pada tiap produk dikarenakan tingkat pengolahan
yang dilakukan pada bahan baku masing-masing produk. Semakin banyak dan sulit pengolahan yang dilakukan, maka akan membutuhkan HOK yang semakin
tinggi juga. Seperti perbedaan HOK pada produk meja akar dan meja ukir, meskipun memiliki bentuk yang hampir sama, namun pada produk meja ukir
memiliki HOK lebih tinggi karena pada produk meja ukir membutuhkan pengolahan lebih yaitu pemberian ukir-ukiran pada produk.
e. Permintaan Pasar
Permintaan pasar pada analisis ini dilihat dari jum periodenya. Periode pada analisis
50
ada pad
. Produk meja ukir dan patung ukir memiliki keunggulan pada n
a produk meja akar yaitu sebanyak 228 meja setiap bulannya. Permintaan terendah ada pada produk patung ukir dan meja ukir yaitu sebesar 11 unit setiap
bulannya. Produk lainnya adalah produk lemari display dengan permintaan pasar sebanyak 14 unit setiap bulannya. Produk meja akar memiliki permintaan yang
tinggi, karena harganya yang memang paling rendah diantara produk lainnya. Untuk produk meja ukir dan patung ukir memiliki permintaan yang rendah karena
harganya yang tinggi. Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa setiap produknya memiliki
potensi masing-masing ilai tambah dan HOK nya yang tinggi, sedangkan produk meja akar
memiliki keunggulan pada permintaan pasarnya yang tinggi. Sehingga apabila diasumsikan bahwa satu tunggak dapat dijadikan menjadisalah satu dari produk
meja akar, meja ukir, lemari display akar dan patung ukir. Sehingga dari setiap tunggaknya memiliki opportunity untuk diolah menjadi salah satu dari produk
tersebut. Namun karena pada usahatani pengolahan limbah tunggak jati masih bergantung pada pemesanan, Sehingga memerlukan pengembangan potensi
masing-masing produknya. seperti halnya pada produk patung ukir dan meja ukir yang memiliki nilai tambah dan HOK yang tinggi dan permintaan pasar yang
rendah memerlukan perbaikan manajemen pemasarannya. Pada produk meja akar yang memiliki permintaan pasar tinggi, perlu ditingkatkan nilai tambahnya.
Dengan demikian sehingga diharapkan tidak terjadi ketimpangan antara nilai tambah, HOK per produk dan permintaan pasar terhadap produk tersebut. Dari
pengembangan potensi masing-masing produk tersebut, diharapkan dapat tercapai produksi yang optimal.
51
, nilai tambah yang dianalisis adalah pada produk Meja produk meja akar dapat
lihat
pada Bulan Maret 2011
Nilai
7.1.1. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar. .
Pada analisis ini akar. Hasil analisis nilai tambah kerajinan tunggak jati
di di Tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar di Kecamatan Jiken
No Variabel
1 Harga Produk Rata-Rata RPUnit
580.000 2
Biaya input Rata-Rata 252.400
Biaya Upah Rata-Rata Tenag 3
a Kerja RpHOK 50.000
ah Rptunggak
3 ak
k 4
4 Nilai tamb
27.600 5
Pendapatan Tenaga Kerja Rptungg 72.368
6 Keuntungan Rptungga
255.231 7 Marjin
Rptunggak 34.000
Sumb : Dat
Pada analisis ini produksi rata-rata dari meja akar adalah sebesar 22 nversi untuk analisis ini dihitung berdasarkan
embag
14 orang tenaga kerja. Semua tenaga kerja rsebu
er a Primer Diolah 2011
8 meja akar lampiran 1. Nilai faktor ko
p ian antara nilai output yang dihasilkan dengan input yang digunakan.
Faktor konversi pada analisis tabel di atas nilainya adalah sebesar satu. Artinya untuk menghasilkan satu unit meja akar, dibutuhkan sebanyak satu tunggak
sebagai bahan bakunya lampiran 1. Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak
pohon jati menjadi meja akar adalah te
t adalah laki-laki. Upah rata-rata yang dibayarkan adalah sebesar Rp 50.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari pembagian jumlah
total hari kerja HOK selama satu periode satu bulan. Nilai koefisien tenaga kerja sebesar 1,45 lampiran. Nilai tersebut menunjukkan jumlah hari orang kerja
HOK yang diperlukan untuk memproduksi satu unit meja akar dibutuhkan tenaga kerja sebesar 1,45 HOK.
52
ntuk meja akar ini sebesar Rp 146.000. Untuk empr
alah sebesar Rp 580.000.
ainnya per unit meja akar. Nilai mbah
asio 22,09 dari nilai produknya. Hal ini berarti bahwa 22,09 dari nilai tambah merupakan
Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku dan biaya sumbangan input lain. Biaya bahan baku u
m oduksi satu unit meja akar ini, diperlukan input lainnya seperti flitur, lem
serta melamin. Biaya tersebut merupakan biaya finishing. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit meja akar adalah sebesar Rp 106.400.
Nilai produk diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga produk. Harga produk rata-rata untuk satu unit meja ad
karena faktor konversi adalah sebesar satu, sehingga nilai produk untuk meja akar adalah tetap sebesar Rp 580.000 lampiran 1.
Nilai tambah merupakan hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku tunggak dan sumbangan input l
ta yang diperoleh dari pengolahan adalah sebesar Rp 327.600 dengan rasio
nilai tambah sebesar 56,48 dari nilai produknya. Artinya dari Rp 580.000 per unit nilai produk, maka 56,48 merupakan nilai tambah dari pengolahan produk.
Nilai tambah ini merupakan nilai tambah kotor bagi pengolah, karena belum dikurangi imbalan bagi tenaga kerja. Nilai tambah tercipta karena adanya proses
pengolahan dari bahan baku produk. Nilai tambah yang mencapai lebih dari setengah harga produk tersebut karena produk ini menggunakan bahan baku
limbah, sehingga harga bahan bakunya tidak mahal namun harga jualnya tetap tinggi. Sehingga nilai tambahnya yang tinggi, meskipun diantara produk yang lain
nilai tambah pada meja akar adalah nilai tambah yang paling rendah. Imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja
dengan upah rata-rata per HOK, yaitu sebesar Rp 72.368 dengan r
53
bala
Marjin ini kemudian didistribusikan menjadi imbalan tenaga
kar tersebut. Hal ini dikarenakan ermin
im n yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit penjualan meja akar,
keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 255.231 dengan rasio 44,01 dari nilai produknya. Artinya bahwa sebesar 44,01 dari nilai
produk merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih karena telah dikurangi dengan imbalan tenaga
kerja. Sehingga keuntungan merupakan nilai tambah yang hanya dirasakan bagi para pelaku usaha.
Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan limbah tunggak pohon jati. Marjin ini merupakan selisih nilai produk dengan nilai
input bahan baku. kerja, sumbangan input lain dan keuntungan perusahaan. Marjin yang diperoleh
dari setiap unit penjualan meja akar adalah sebesar Rp 434.000. marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja adalah sebesar Rp 72.368 atau sebesar 16,67
dari total marjin. Marjin untuk sumbangan input lain adalah sebesar Rp 106.400 atau sebesar 24,52 dari total marjin. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha
adalah Rp 255.231 atau sebesar 58,81 yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen.
Pada kerajinan meja akar ukir ini meskipun nilai tambah produk tersebut merupakan nilai tambah yang paling rendah dibandingkan dengan produk lainnya,
pengusaha tetap memproduksi produk meja a p
taan terhadap meja akar memang lebih banyak dibanding permintaan terhadap produk-produk lainnya. Selain itu, para pelaku usaha pengolahan limbah
tunggak jati memang masih bergantung pada pemesanan dari reseller dan belum dapat menciptakan pasarnya sendiri. Sehingga produksi setiap bulannya meja akar
54
roduk meja akar ukir dapat dilihat
pada Bulan Maret 2011
memang lebih banyak dari produk-produk lainnya meskipun nilai tambahnya paling rendah disbanding produk lainnya. Untuk imbalan bagi tenaga kerja yang
hanya 22,09 dari nilai tambahnya menandakan bahwa sebagian besar nilai tambah merupakan imbalan bagi pelaku atas modal yang digunakan. Selain itu,
karena kerajinan meja akar ini tanpa ukir sehingga imbalan bagi tenaga kerja hanya 22,09 dari nilai tambah atau hanya 16,67 dari total marjinnya. Karena
permintaan memang banyak, dan nilai tambahnya yang kurang dibanding dengan produk lainnya sehingga perlu pengembangan dalam pengolahan meja akar agar
nilai tambahnya menjadi lebih tinggi. Nilai tambah yang dihasilkan pada kegiatan usaha ini adalah pada proses pembentukan tunggak menjadi sebuah meja. Maka
untuk meningkatkan nilai tambahnya, proses pembentukannya perlu dikembangkan seperti pemberian aksen ukir.
7.1.2. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar Ukir
Produk yang dianalisis nilai tambahnya adalah meja akar ukir. Hasil analisis nilai tambah metode Hayami untuk p
pada Tabel
11 di
bawah ini
:
Tabel 11. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Ukir di Kecamatan Jiken
No Variabel
Nilai
1 Harga Produk Rata-Rata Rpunit
3.250.000 2 Biaya
Input Rata-RataRpTunggak
771.000 3
Biaya Upah Tenaga Kerja Rata-Rata RpHOK 65.000
4 Nilai tambah
Rptunggak 2.469.000
n tenaga kerja Rptung 5
6 Pendapata
Keuntunga gak
520.000 1.949.000
n Rptunggak
Marjin Rptunggak
7 2.710.000
Sum r : Da
Prod ki harga rata-rata sebesar Rp 3,25
l produksi rata-rata untuk produk hasil pengolahan limbah tunggak poho
be ta Primer Diolah 2011
uk meja ukar ukir memili juta. Hasi
n jati meja
55
ukir alah
it per periodenya lampiran 2. Faktor konversi ada produk meja ukir nilainya adalah sebesar satu. Artinya untuk menghasilkan
satu unit meja akar ukir, dibutuhkan sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya. Nilai faktor konversi tersebut didapat dari pembagian nilai output yang
dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Sehingga pada pemakaian tiap satu tunggak, hanya dapat dijadikan satu unit produk meja ukir saja.
Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi meja akar ukir adalah empat orang tenaga kerja. Semua tenaga
kerja tersebut adalah laki-laki. Upah rata-rata yang dibayarkan adalah sebesar Rp 65.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari pembagian jumlah
total hari kerja HOK selama satu periode satu bulan. Nilai koefisien tenaga kerja untuk meja ukir adalah sebesar delapan lampiran 2. Nilai tersebut
menunjukkan jumlah hari orang kerja HOK yang diperlukan untuk memproduksi satu unit meja akar ukir dibutuhkan tenaga kerja sebesar delapan
HOK. Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku dan biaya sumbangan
input lain. Biaya bahan baku untuk meja ukir ini sebanyak Rp 540.000. Untuk memproduksi satu unit meja akar ukir ini, diperlukan input lainnya seperti flitur,
lem serta melamin. Biaya tersebut merupakan biaya finishing. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit meja akar ukir adalah sebesar Rp 241.000 setiap satu
unit meja akar ukir. Nilai produk diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga produk. Harga produk rata-rata untuk satu unit meja akar ukir adalah
sebesar Rp 3,25 juta karena faktor konversi adalah sebesar satu, sehingga nilai ad
sebanyak sebelas un p
56
ya per unit meja akar ukir. Nilai mbah
p
520.000
dengan rasio imbalan produk untuk meja akar ukir adalah tetap sebesar Rp 3,25 juta. Pada produk ini
nilai produknya sama dengan harga produknya. Nilai tambah merupakan hasil pengurangan nilai produk dengan harga
bahan baku tunggak dan sumbangan input lainn ta
yang diperoleh dari pengolahan adalah sebesar Rp 2,47 juta dengan rasio nilai tambah sebesar 75.97. Artinya dari Rp 3,25 juta per unit nilai produk,
maka 75,97 merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Nilai tambah ini merupakan nilai tambah kotor bagi pengolah, karena belum dikurangi imbalan
bagi tenaga kerja. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati menjadi meja ukir mencapai lebih dari ¾ dari nilai produknya. Hal tersebut
dikarenakan selain karena harga bahan bakunya yang lebih murah daripada memakai bahan baku kayu jati bukan limbah, juga terdapat penambahan ukir-
ukiran yang menjadikan nilai tambahnya tinggi. Imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja
dengan upah rata-rata per HOK, yaitu sebesar R tenaga kerja sebesar 21,06. Hal ini berarti bahwa 21,06 dari nilai tambah
merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit penjualan meja akar ukir, keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 1,95
juta dengan rasio keuntungan sebesar 59,97 yang artinya bahwa sebesar 59,97 dari harga jual merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan
ini merupakan nilai tambah bersih karena telah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Sehingga keuntungan merupakan nilai tambah yang hanya dinikmati oleh
pelaku usaha, tidak untuk para tenaga kerja.
57
elisih nilai produk dengan nilai input
ar 75,97 dari nilai produknya, menandakan bahwa produk meja Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan
limbah tunggak jati. Marjin ini merupakan s bahan baku. Marjin ini kemudian didistribusikan menjadi imbalan tenaga kerja,
sumbangan input lain dan keuntungan perusahaan. Marjin yang diperoleh dari setiap unit penjualan meja akar ukir adalah sebesar Rp 2,71 juta. Marjin yang
didistribusikan untuk tenaga kerja adalah sebesar Rp 520.000 per unit atau sebesar 19,19 dari total marjin. Marjin untuk sumbangan input lain adalah sebesar Rp
241.000 per unit dengan komposisi sebesar 08,89 dari total marjin. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha adalah Rp 1.949.000 per unit atau sebesar 71,92
yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen.
Pada produk meja akar ukir, nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan produk sebes
akar ukir merupakan produk padat karya. Dimana nilai tambah yang dihasilkan lebih tinggi dari produk meja akar karena terdapat ukiran yang menjadikan nilai
tambah tinggi. Namun, pada sisi permintaan rata-rata per periode pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati hanya memproduksi sebanyak 11 unit meja akar
ukir. Hal tersebut memang karena para pelaku usaha memproduksi sesuai dengan permintaan yang ada. Sehingga meskipun memiliki nilai tambah yang tinggi, para
pelaku usaha tetap memproduksi meja akar ukir hanya sesuai permintaan yang ada saja. Maka dari itu memang dirasakan dibutuhkannya manajemen pemasaran
yang lebih baik untuk produk meja ukir ini. Karena produk meja ukir memiliki keunggulan dalam hal nilai tambah dan HOK per produk, namun tidak untuk
permintaan dari pasar. Imbalan bagi tenaga kerja hanya sebesar 21,06 dari nilai
58
lay akar. alah sebesar Rp
11
No Variabel
Nilai
tambahnya atau sebesar 19,19 dari total marjinnya. Hal tersebut menandakan sebagian besar nilai tambah diterima oleh para pelaku usahanya sendiri.
7.1.3 Analisis Nilai Tambah Kerajinan Lemari Display Akar
Analisis nilai tambah dibawah ini menganalisis produk lemari disp Harga produk rata-rata untuk setiap unit lemari display akar ad
1,39 juta. Hasil produksi rata-rata untuk produk lemari display akar per periodenya sebanyak 14 unit lemari lampiran 3. Hasil analisis nilai tambah
metode Hayami untuk produk lemari display akar dapat dilihat pada tabel 12 dibawah ini :
Tabel 12. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Display Akar pada Bulan Maret
20
1 Harga Produk Rata-RataRpunit
1.390.000 2
Input Rata-Rata
445.000 Rata-Rata Upah Tenaga Kerja
ah Rptunggak
gak k
1.0 Biaya
3 4
Biaya Upah Nilai
tamb 50.000
945.00 5
Pendapatan Tenaga Kerja Rptung 257.142
6 Keuntungan Rptungga
687.857 7 Marjin
Rptunggak 48.000
Sumb : Dat
Faktor konversi pada analisis tabel diatas nilainya adalah sebesar satu asilkan satu lemari display akar, dibutuhkan
tiga orang tenaga kerja. Semua tenaga kerja tersebut adalah laki-laki. Upah rata-rata yang dibayarkan kepada setiap
er a Primer Diolah 2011
lampiran. Artinya untuk mengh sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya. Nilai faktor konversi tersebut
didapat dari pembagian nilai output yang dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Sehingga dalam mengolah satu tunggak jati, hanya dapat dijadikan
menjadi satu produk lemari display akar. Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak
pohon jati menjadi meja akar ukir adalah
59
kan input lainnya. Input
gga nilai produk untuk lemari display akar adalah tetap sebesar Rp 1,39
ar 67,99. Artinya dari Rp 1,39 juta per unit nilai produk, 67,99 rupa
tenaga kerja adalah sebesar Rp 50.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari pembagian jumlah total hari kerja HOK selama satu periode
satu bulan. Nilai koefisien tenaga kerja sebesar 5,14 lampiran 3. Nilai tersebut menunjukkan jumlah hari orang kerja HOK yang diperlukan untuk
memproduksi satu unit meja akar ukir dibutuhkan tenaga kerja sebesar 5,14 HOK. Artinya tenaga kerja membutuhkan waktu selama 5,14 hari dalam mengolah
limbah tunggak jati menjadi produk lemari display akar. Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku dan biaya sumbangan
input lain. Biaya bahan baku rata-rata untuk lemari display ini adalah Rp 342.000. Untuk memproduksi satu unit patung akar ukir ini, diperlu
tersebut merupakan biaya finishing, seperti biaya untuk flitur, lem dan melamin. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit lemari display akar adalah sebesar Rp
103.000. Harga produk rata-rata untuk satu unit lemari display akar adalah sebesar
Rp 1,39 juta. Faktor konversi untuk produk lemari display akar adalah sebesar satu, sehin
juta. Nilai produk merupakan perkalian antara faktor konversi dengan harga produk rata-rata. Untuk produk ini, nilai produknya setara dengan harga
produknya. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tunggak jati menjadi
kerajinan lemari display akar adalah sebesar Rp 945.000 dengan rasio nilai tambah sebes
me kan nilai tambah dari pengolahan produk. Imbalan tenaga kerja didapatkan
dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata per HOK, yaitu
60
Rp 1,048 juta. marjin yang didistribusikan untuk
oduk lainnya, yaitu sebesar 24,54 dari total marjin. Hal tersebut sebesar Rp 257.142 dengan rasio imbalan tenaga kerja terhadap nilai tambah
sebesar 27,21. Hal ini berarti bahwa 27,21 dari nilai tambah merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit penjualan lemari display
akar, keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 687.857 dengan rasio keuntungan sebesar 49,49 dari nilai produknya. Artinya bahwa
sebesar 49,49 dari nilai produk merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih karena telah dikurangi
dengan imbalan tenaga kerja. Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan
limbah tunggak jati. Marjin yang diperoleh dari setiap unit penjualan lemari display akar adalah sebesar
tenaga kerja adalah sebesar Rp 257.142 per unit atau sebesar 24,54 dari total marjin. Marjin untuk sumbangan input lain adalah sebesar Rp. 103.000 per unit
atau sebesar 09,83 dari jumlah marjin. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha adalah Rp 687.857 per unit dengan komposisi sebesar 65,64 dari total
marjin yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen.
Pada kerajinan lemari display akar, imbalan terhadap tenaga kerjanya merupakan imbalan tenaga kerja yang paling besar dibanding imbalan tenaga
kerja pada pr karena pada lemari diplay tersebut merupakan kerajinan tanpa ukir namun tetap
memiliki nilai jual yang tinggi. Meskipun demikian, pada kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati tetap mengandalkan permintaan, sehingga
jumlah produksi bergantung kepada jumlah permintaan dari reseller. Maka dari
61
jati yaitu patung akar ukir. Harga produk rata-rata untuk setiap lisis nilai tambah
etode
2011
Sum r : Da
Dapat dilihat pada tabel di atas, jumlah produksi rata-rata untuk patung akar ukir adalah sebanyak 11 unit patung lampiran 4. Faktor konversi pada
tu. Artinya untuk menghasilkan satu patung
enaga kerja yang dibayarkan adalah sebesar Rp 65.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari
itu pada produk lemari display akar ini diperlukan manajemen pemasaran yang lebih baik lagi, agar penjualan tidak hanya bergantung kepada pemesanan dari
pada reseller.
7.1.4 Analisis Nilai Tambah Kerajinan Patung Akar Ukir
Analisis nilai tambah ini menganalisis produk hasil pengolahan limbah tunggak pohon
unit patung akar ukir adalah sebesar Rp 4,2 juta. Hasil ana m
Hayami untuk produk meja akar ukir dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Nilai Tambah Kerajinan Patung Akar Ukir pada Bulan Maret
No Variabel
Nilai
1 Harga Produk Rata-Rata Rpunit
4.200.000 2
Biaya Input Rata-Rata RpUnit 1.132.000
4 Nilai ambah
Rptunggak 3.068.000
n tenaga kerja Rptunggak 272
3 Biaya Upah Tenaga Kerja Rata-Rata RpHOK
65.000 t
be ta Primer Diolah 2011
5 6
Pendapata Keuntunga
502. 2.565.
n Rptunggak
Marjin Rptunggak
727 3.380.000
7
analisis ini nilainya adalah sebesar sa ukir, dibutuhkan sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya. Sehingga satu
tunggak jati hanya dapat dijadikan satu patung ukir. Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak
pohon jati menjadi meja akar ukir adalah empat orang tenaga kerja. Semua tenaga kerja tersebut adalah laki-laki. Upah rata-rata bagi t
62
embag
erupakan biaya finishing, seperti biaya tuk f
an tunggak jati menjadi kerajinan patung p
ian jumlah total hari kerja HOK selama satu periode satu bulan. Nilai koefisien tenaga kerja sebesar 7,72 lampiran. Nilai tersebut menunjukkan
jumlah hari orang kerja HOK yang diperlukan untuk memproduksi satu unit meja akar ukir dibutuhkan tenaga kerja sebesar 7,72 HOK. Artinya tenaga kerja
membutuhkan waktu selama 7,72 hari untuk mengolah limbah tunggak jati menjadi kerajinan patung ukir.
Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku rata-rata dan biaya sumbangan input lain rata-rata. Biaya bahan baku rata-rata untuk meja akar ini
sebesar Rp 820.000. Untuk memproduksi satu unit patung akar ukir ini, diperlukan input lainnya. Input tersebut m
un litur, lem dan melamin. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit patung
akar ukir adalah sebesar Rp 312.000. Harga produk rata-rata untuk satu unit patung akar ukir adalah sebesar Rp.
4,2 juta. karena faktor konversi adalah sebesar satu, sehingga nilai produk untuk lemari display akar sama dengan harga produknya yaitu sebesar 4,2 juta. Nilai
tambah yang diperoleh dari pengolah akar ukir adalah sebesar Rp 3,07 juta dengan rasio nilai tambah sebesar 73,05
dari nilai tambahnya. Artinya dari Rp 4,2 juta per unit nilai produk, 73,05 merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Nilai tambah yang hampir
mencapa ¾ dari nilai produknya tersebut selain karena memang harga bahan baku limbah tunggak yang jauh lebih murah dibandingkan bahan baku kayu jati bukan
limbah, produk patung ini ditambahkan ukir-ukiran oleh para tenaga kerja. Sehingga menjadikan nilai tambah yang tinggi pada produk patung ukir tersebut.
63
besar Rp 3,38 juta. Marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja
n yang didapat karena ukir-ukiran pada patung juga nilai ni ya
Imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata per HOK, yaitu sebesar Rp 502.272 dengan rasio imbalan
tenaga kerja sebesar 16,37 dari nilai tambahnya. Hal ini berarti bahwa 16,37 dari nilai tambah merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit
penjualan patung akar ukir, keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 2,56 juta dengan rasio keuntungan sebesar 61,09 dari nilai
produknya. Artinya bahwa sebesar 61,09 dari harga jual patung akar ukir merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan ini merupakan
nilai tambah bersih bagi pelaku usaha karena telah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja.
Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan limbah tunggak jati. Marjin yang diperoleh dari setiap unit penjualan patung akar
ukir adalah se adalah sebesar Rp. 502.272 per unit atau sebesar 14,86. Marjin untuk
sumbangan input lain adalah sebesar Rp. 312.000 per unit atau sebesar 09,23. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha adalah Rp. 2,56 juta per unit atau
sebesar 75,91 yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen.
Pada kerajinan patung akar ukir memiliki keuntungan yang paling tinggi dari pada kerajinan lainnya, yaitu sebesar 75,91 dari total marjinnya. Pada
kerajinan ini, keuntunga se
ng dijual sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Namun imbalan bagi tenaga kerjanya yang sebesar 14,86 dari total marjinnya terbilang lebih kecil
daripada imbalan bagi tenaga kerja pada produk meja akar.
64
iantara kerajinan yang
atung ukir masing-masing memiliki nilai tambah anfaat
Hasil analisis mengenai nilai tambah diatas, terlihat bahwa kerajinan yang kurang memiliki keunggulan dalam nilai tambah adalah meja akar, karena
memiliki nilai tambah dan keuntungan yang paling rendah d lain. Namun produk meja akar memiliki keunggulan pada permintaan pasarnya.
Produk lainnya memiliki nilai tambah dan HOK yang tinggi namun kekurangan dalam permintaan pasarnya. Selain itu, seharusnya pada kerajinan ukir imbalan
bagi tenaga kerja lebih tinggi, karena pada kerajinan ukir dibutuhkan keahlian yang lebih daripada kerajinan tanpa ukir. Namun rasio imbalan bagi tenaga kerja
pada produk meja akar lebih besar daripada imbalan bagi tenaga kerja pada produk patung ukir. Perbedaan rasio nilai tambah terhadap nilai produk antar
setiap kerajinan dikarenakan perbedaan antara produk ukir dan produk non ukir. Ukiran tersebut menyebabkan nilai tambah lebih besar dari produk non ukir.
Selain memperhatikan ukiran yang menjadikan nilai tambahnya tinggi, perlu diperhatikan juga perbaikan manajemen pemasaran bagi produk yang memiliki
permintaan pasar yang rendah.
7.1.5 Nilai Tambah Agregat Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Jati
Hasil dari kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati yaitu meja akar, meja ukir, lemari display dan p
yang berbeda. Nilai tambah yang dihasilkan tersebut menciptakan m ekonomi yang bila dihitung secara agregat keseluruhan merupakan nilai tambah
bagi wilayah setempat khususnya Kecamatan Jiken Kabupaten Blora. Nilai tambah secara agregat masing-masing produk dapat dilihat pada Tabel 14 di
bawah ini :
65
Kecamatan Jiken
duk Nilai
Tambah per Produk
Nilai Tambah per Periode
Nilai Tambah Agregat
Tabel 14. Nilai Tambah Agregat Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Jati di
No Pro
1 Meja Akar
327.600 74.692.800 1.717.934.400
2 Meja Ukir
2.469.000 27.159.000 624.657.000
3 Lemari Display
945.000 13.230.000 304.290.000
4 Patung Ukir
3.068.000 33.748.000 776.204.000
Total 3.423.085.400
Nilai Tambah 1 Tahun 41.077.024.800
Sumber : Data Primer Diolah 2011 B
abel 14 di atas, ah set
hasi lim
emiliki nilai tambah yang berbeda. Bila ditotal secara tambah yang dihasilkan secara keseluruhan
leh m
a. Nilai tambah per periode untuk produk eja a
erdasarkan T nilai tamb
iap produk l pengolahan
bah tunggak jati m agregat, akan menggambarkan nilai
o asyarakat Kecamatan Jiken. Nilai tambah per produk merupakan nilai
tambah yang dihasilkan dari pengolahan bahan baku untuk setiap produknya. nilai tambah per periode merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh satu
usaha dalam satu periode satu bulan. Produk meja akar memiliki nilai tambah per produknya sebesar Rp
327.600 sehingga setiap usaha menghasilkan nilai tambah total produk meja akar setiap periodenya sebesar Rp 74,69 jut
m kar memang paling tinggi, karena produksi meja akar setiap periodenya
paling banyak disbanding dengak produk lainnya. Produk meja ukir yang memiliki nilai tambah per produknya Rp 2,46 juta sehingga untuk setiap usaha
menghasilkan nilai tambah total produk meja ukir per periode rata-rata sebesar 27,15 juta. Produk lemari display memiliki nilai tambah sebesar Rp 945.000
sehingga setiap usaha menghasilkan nilai tambah total produk lemari display setiap periodenya sebesar 13,23 juta. Produk yang terakhir yaitu produk patung
66
a akar adalah sebesar Rp 1,71 milyar. Nilai tambah agregat yang
ilyar untuk setiap periodenya. Banyaknya nilai tambah tersebut merupakan anfaa
limbah tunggak jati yang melakukan kegiatan pengolahan limbah tunggak menjadi
ukir memiliki nilai tambah sebesar Rp 3,06 juta sehingga setiap usaha menghasilkan nilai tambah total produk patung ukir per periodenya sebesar Rp
33,74 juta. Nilai tambah agregat merupakan nilai tambah total yang dihasilkan dalam
suatu wilayah, khususnya wilayah Kecamatan Jiken. Nilai tambah agregat untuk produk mej
dihasilkan dari pengolahan produk meja akar merupakan nilai tambah terbesar karena produksi produk meja akar setiap periodenya paling banyak. Nilai tambah
agregat terendah pada produk lemari display yaitu sebesar Rp 304,29 juta. Nilai tambah agregat untuk produk meja ukir adalah sebesar 624,65 juta dan yang
terakhir nilai tambah agregat untuk produk patung ukir adalah sebesar Rp 776,20 juta.
Nilai tambah agregat yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati, bila dijumlahkan secara total maka didapat nilai tambah agregat total sebesar Rp
3,42 m m
t ekonomi yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati menjadi kerajinan yang memiliki nilai jual. Sehingga dalam satu tahun, didapatkan nilai
tambah agregat totalnya sebesar Rp 41,07 milyar yang merupakan menjadi bagian dari pembangunan perekonomian di wilayah Kecamatan Jiken Kabupaten Blora.
7.2. Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati
Pendapatan dari suatu usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya dari usahatani tersebut. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menghitung berapa pendapatan yang dapat diterima bagi pengolah
67
kerajin
Per Bulan
an meja akar, meja ukir, lemari display, hingga patung ukir. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Biaya total meliputi
biaya bahan baku, biaya finishing, biaya transportasi, biaya upah tenaga kerja dan biaya tak terduga. Penerimaan pada analisis ini merupakan penjualan tiap unit
produk yang dihitung berdasarkan harga jualnya. Pendapatan usaha pengolahan limbah tunggak jati akan digambarkan pada tabel 15 dibawah ini.
Tabel 15. Pendapatan Rata-Rata Usaha Pengolaha Limbah Tunggak Jati
No. Uraian
Nilai Rp
1 Penerimaan Total
83.123.913 2 Biaya
Total 47.719.565
100,00 Biaya Bahan Baku
23.417.391 Biaya Lainnya
6.521.739 49,07
13,67 Biaya Transportasi
1.578.260 3,31
Biaya Upah Tenaga Kerja 16.117.391
33,78 Biaya Tak Terduga
54.347 0,11
3 Pendapatan Total
35.404.347
Sum : Da
011
Berdasarkan Tabel 15, total penerimaan usaha p imbah tu
jati adalah sebesar Rp 83,12 juta setiap periodenya setiap bulannya. Biaya total yang harus dikeluarkan oleh pelaku usahatani pengolah limb
gak jati a
laku usahatani pengolahan limbah tunggak jati setiap bulann
ber ta Primer Diolah 2
engolahan l nggak
ah tung dalah
sebesar Rp 47,72 juta. Pendapatan total usaha merupakan selisih antara penerimaan total dengan
biaya total yang harus dikeluarkan. Dari tabel di atas, didapat pendapatan total sebesar Rp 35,4 juta. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan bersih yang
diterima oleh para pe ya. Dari 23 responden pelaku usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati,
pendapatan terendah adalah sebesar Rp 20.050.000 dan pendapatan tertinggi adalah Rp 55.650.000.
68
a biaya tidak terduga, yaitu sebesar Rp 54.347 dengan present
a Rp 500.000. Biaya untuk makan tenaga kerja setiap bulannya Rp 2,5 juta. B
ut karena para buyerpembeli barang kerajinan limbah tunggak jati sebagian besar menanggung biaya transportasinya sendiri. Biaya transportasi yang
Biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah pada biaya bahan baku yaitu sebesar Rp 23,42 juta
dengan presentase terhadap total biaya sebesar 49,07. Biaya terkecil yang harus dikeluarkan adalah pad
ase terhadap biaya total sebesar 0,11. Pada biaya tidak terduga yang dikeluarkan kecil, karena para pengrajinpelaku usaha pengolahan limbah tunggak
jati hanya menggunakan biaya tersebut ketika ada salah satu karyawannya yang sakit.
Biaya lainnya merupakan biaya yang dikeluarkan selain dari biaya bahan baku. Biaya lainnya tersebut meliputi biaya untuk listrik, biaya untuk makan
tenaga kerja dan biaya untuk finishing. Biaya untuk pembayaran listrik setiap bulanny
iaya finishing adalah biaya yang dikeluarkan ketika produksi telah setengah jadi. Biaya finishing rata-rata setiap periodenya meliputi biaya untuk pembelian
lem sebanyak 5kg sebesar Rp 500.000, pembelian flitur sebanyak enam dus sebesar Rp 900.000, pembelian ferlax sebanyak 8kg sebesar Rp 960.000,
pembelian melamin sebesar Rp 600.000 dan biaya untuk penggantian alat sebesar Rp 500.000. Total biaya lainnya rata-rata setiap bulannya adalah sebesar Rp 6,5
juta. Biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh para pengrajin adalah
sebesar Rp 1,57 juta setiap bulannya. Biaya transportasi tersebut terbilang kecil karena presentasenya terhadap total biaya rata-rata hanya sebesar 3,31. Hal
terseb
69
dikelua
. Rata-rata setiap p
faat ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan usaha pengol
Kecamatan Jiken
rkan oleh para pelaku usaha hanyalah ketika pengambilan bahan baku, terutama ketika para pelaku usaha tidak memiliki kendaraan pribadi untuk
mengangkut bahan baku, sehingga mereka harus menyewa kendaraan. Biaya terakhir adalah total biaya pembayaran upah tenaga kerja yaitu
sebesar Rp 16,11 juta dengan rasio sebesar 33,78 dari total biaya. Upah tenaga kerja kerja untuk usaha kerajinan ini bervariasi, berkisar antara Rp 50.000 hingga
65.000 setiap harinya. Perbedaan tingkat upah tersebut dikarenakan perbedaan keahlian pada tenaga kerja, seperti hal nya dalam pengukiran kayu
elaku usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati memiliki tenaga kerja sebanyak 9-20 orang.
Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa jumlah pendapatan yang dihasilkan mencapai 42,59 dari jumlah penerimaan yang dihasilkan. Pendapatan
tersebut merupakan pendapatan bersih setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan setiap bulannya. Pendapatan bila dihitung secara agregat,
menggambarkan man ahan limbah tunggak jati di suatu wilayah khususnya wilayah Kecamatan
Jiken. Pendapatan secara agregat dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini :
Tabel 16. Pendapatan Agregat Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di
No. Uraian Nilai
Rp
1 Pendapatan Usaha per Bulan
35.404.347 2
Pendapatan Agregat 814.299.981
Pendapatan Agregat 1 Tahun 9.771.599.772
Sumber : Data Primer Diolah 2011 Tabel 16 di atas menggambarkan pendapatan yang dihasilkan dari
usahanya adalah sebesar Rp 35,40 juta. Pendapatan agrega an
kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati. Pendapaan rata-rata per t merupak
70
pendapatan total dari seluruh usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di yaitu pendapatan dari 23 pelaku usaha.
Kecamatan Jiken dalam satu tahun menghasilkan manfaat ekonomi lam
Kecamatan Jiken Kabupaten Blora, Pendapatan agregat yang dihasilkan dari kegiatan tersebut adalah sebesar Rp
814,29 juta. Pendapatan agregat dalam satu tahun menggambarkan manfaat ekonomi
yang dihasilkan pada wilayah setempat dalam periode satu tahun. Pendapatan agregat dalam satu tahun kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah
sebesar Rp 9,77 milyar. Artinya, kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di
da bentuk pendapatan sebesar Rp 9,77 milyar.
Pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati bukan hanya bagi pelaku usaha. Pendapatan juga tercipta bagi
pengrajin limbah tunggak pohon jati tenaga kerja dalam bentuk upah tenaga kerja. Pendapatan tenaga kerja dalam bentuk agregat dapat dilihat pada Tabel 17
di bawah ini :
Tabel 17. Pendapatan Agregat Tenaga Kerja Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken
No Uraian Nilai
Rp
1 Upah Tenaga Kerja per Usaha
16.117.391 2
Upah Tenaga Kerja Secara Agregat 370.699.993
Upah Tenaga Kerja Agregat dalam 1 Tahun 4.448.399.916
Sumber : Data Primer Diolah 2011 Tabel 17 di atas menunjukkan upah rata-rata bagi tenaga kerja yang harus
pendapatan bagi tenaga kerja. Setiap usaha, mengeluarkan biaya upah tenaga kerja rat
ata s a memiliki tenaga kerja rata-rata 12
dibayarkan oleh pelaku usaha. Upah yang dibayarkan pelaku usaha merupakan
a-r ebesar Rp 16,11 juta. Setiap usah
71
di Kecamatan Jiken. Sehingga didapat upah bagi tenaga kerja
satu manfaat ekonomi yang timbul dari kegiatan erja sehingga mengurangi tingkat
Tunggak Jati di Kecamatan Jiken 2011.
orang. Sehingga pendapatan rata-rata setiap tenaga kerjanya setiap bulan adalah sebesar 1,34 juta.
Pendapatan bagi tenaga kerja secara agregat dapat dihitung dengan pendekatan upah bagi tenaga kerja secara agregat. Pendapatan secara agregat
tersebut adalah jumlah seluruh pendapatan bagi tenaga kerja pengrajin limbah tunggak pohon jati
secara agregat adalah sebesar Rp 370,69 juta. Artinya kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati menghasilkan manfaat ekonomi di Kecamatan Jiken
dalam bentuk pendapatan bagi tenaga kerja sebesar Rp 370,69 juta. Maka, pendapatan agregat bagi tenaga kerja yag dihasilkan dalam waktu satu tahun
adalah sebesar Rp 4,44 milyar.
7.3. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja