Nilai tambah Penelitian Terdahulu

13 2. Kelemahan dalam Organisasi manajemen. Umumnya UMKM merupakan usaha yang memiliki Sumber Daya Manusia SDM dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Hal ini berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. 3. Kelemahan dalam akses pasar. UMKM biasanya memiliki keterbatasan dalam menyediakan produk atau jasa yang sesuai dengan keinginan pasar. 4. Kebijakan pemerintah daerah. Adanya undang-undang tentang oronomi daerahnya sendiri. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur masyarakatnya. Sehingga seringkali terjadi pengaturan yang berlebihan oleh pemerintah. 5. Pengaruh globalisasi. Di tengah tuntutan kemampuan bersaing dalam negeri, UMKM juga harus menghadapi persaingan global yang berasal dari berbagai bentuk usaha.

2.4 Nilai tambah

Nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komodits dapat dilihat dari adanya perubahan- perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu. Perubahan yang terjadi diakibatkan adanya perlakuan-perlakuan tertentu terhadap produk primer seperti pengolahan, pengawetan dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah. Menurut Hayami 1987 dalam Maimun 2009, terdapat dua cara dalam menghitung nilai tambah, yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses 14 pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah value added adalah penambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Hayami et. al 1987 dalam Maimun 2009, definisi dari nilai tambah adalah penambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk from utility, pemindahan tempat place utility, maupun penyimpanan time utility. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem pengolah dan kesempatan kerja yang diciptakan oleh system tersebut.

2.5 Penelitian Terdahulu

Sari 2010 melakukan penelitian mengenai kayu pohon jati, dengan judul Pemasaran Mebel Kayu Jati Jepara. Hasil dari penelitian ini adalah manajemen usaha pengrajin mebel kayu Jepara memperlihatkan bahwa keberlangsungan usaha pengrajin dipengaruhi oleh pengelolaan keuangan pengrajin dan manajemen produksi pengrajin. Para pengrajin sering menggunakan uang dana operasional perusahaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini menyebabkan pengrajin mengalami kesulitan keuangan ketika mendapatkan order. Manajemen produksi pada penelitian ini ditinjau dari bentuk kerjasama dengan pembeli, kemampuan menentukan harga dan negosiasi serta akses pengrajin terhadap pembeli. Karakteristik pasar mebel jati di Jepara juga didapatkan marjin pasar terbesar terdapat pada lembaga pengolahan akhir yang melakukan tambahan 15 proses finishing yaitu pedagang mebel. Struktur pasar yang terbentuk pada pengrajin dan pemilik toko adalah struktur pasar persaingan monopolistik. Hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran, didapat nilai rasio tertinggi terdapat pada pengumpul. Hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh pengumpul lebih sedikit dari pada biaya yang dikeluarkan oleh pengrajin dan pemilik toko. Saluran pemasaran yang banyak terdapat di industri mebel jati Jepara adalah saluran satu tingkat pengrajin, eksportir, gudang, konsumen dan saluran empat tingkat pengrajin, pengumpul dilur Jepara, finishing, konsumen. Perbedaan preferensi antara produsen dan konsumen terdapat pada atribut produk seperti pada keluhan dan kekuatan mebel, atribut harga, atribut lokasi, dan atribut promosi. Komalasari 2009 melakukan penelitian mengenai kayu pohon jati dengan judul “Kuantifikasi Kayu Sisa Penebangan Jati pada Areal Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Tersertifikasi di Kabupaten Konawe Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa volume total 30 pohon termasuk kulit berdasarkan pengukuran sampai diameter 3 cm adalah 34,98 m 2 dengan nilai rata- rata per pohon 1,17 m 3 . Sejumlah 23,32 m 3 66,57 berupa kayu sisa dan kulit yang belum termanfaatkan dengan nilai rata – rata per pohon 0,78 m 3 . Volume terbesar berasal dari sebetan dengan nilai 8,26 m 3 dan presetase dari total kayu sisa sebesar 35,44 dan volume terkecil berasal dari tunggak yaitu 0,73 m 3 3,12. Sejumlah 68,31 masih berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sortimen kayu bulat, yaitu sebesar 0,16 m 3 pohon dengan proporsi cabang dan ranting 47,20, 46,98 batang atas dan sisanya 5,82 merupakan potongan pendek. 16 Anggoro 2007 melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Potensi Limbah Pemanenan Jati di KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani II Jawa Timur”. Hasil penelitian ini diketahui volume limbah yang dihasilkan mencapai 15.759,017 m 3 . Terdiri atas 1,77 limbah berbentuk kayu pecah, 0,48 limbah berbentuk kayu lapuk, 1,4 berbentuk potongan pendek, 91,35 berbentuk cabang dan ranting, 2,91 berbentuk tunggak dan 2,08 berbentuk limbah kayu tak beraturan. Limbah yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah limbah yang berbentuk kayu pecah, kayu tak beraturan, tunggak, limbah berbentuk cabang dan ranting. Volume limbah yang dimanfaatkan 15.313,280 m 3 atau 97 dari total limbah pemanenan. Nilai dari limbah yang dimanfaatkan adalah sebesar Rp 401.700.000. Penelitian mengenai kayu pohon jati dari dari segi sosio-ekonomi maupun teknis telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, seperti halnya pada bagian pohon jati yang dikaji. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blora khususnya Kecamatan Jiken yang telah melakukan pengolahan limbah pohon jati. Bagian dari pohon jati yang diteliti adalah tunggak dari pohon jati. Penelitian ini menitik beratkan pada karakteristik usaha, rantai pemasaran, nilai tambah dan pendapatan yang dihasilkan, serta penyerapan tenaga kerja akibat usaha pengolahan limbah pohon jati.

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka