14 pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah
value added adalah penambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi.
Menurut Hayami
et. al 1987 dalam Maimun 2009, definisi dari nilai tambah adalah penambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional
yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk from utility, pemindahan tempat place utility,
maupun penyimpanan time utility. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.
Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem pengolah dan kesempatan kerja yang diciptakan oleh
system tersebut.
2.5 Penelitian Terdahulu
Sari 2010 melakukan penelitian mengenai kayu pohon jati, dengan judul Pemasaran Mebel Kayu Jati Jepara. Hasil dari penelitian ini adalah manajemen
usaha pengrajin mebel kayu Jepara memperlihatkan bahwa keberlangsungan usaha pengrajin dipengaruhi oleh pengelolaan keuangan pengrajin dan manajemen
produksi pengrajin. Para pengrajin sering menggunakan uang dana operasional perusahaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini menyebabkan
pengrajin mengalami kesulitan keuangan ketika mendapatkan order. Manajemen produksi pada penelitian ini ditinjau dari bentuk kerjasama dengan pembeli,
kemampuan menentukan harga dan negosiasi serta akses pengrajin terhadap pembeli. Karakteristik pasar mebel jati di Jepara juga didapatkan marjin pasar
terbesar terdapat pada lembaga pengolahan akhir yang melakukan tambahan
15 proses finishing yaitu pedagang mebel. Struktur pasar yang terbentuk pada
pengrajin dan pemilik toko adalah struktur pasar persaingan monopolistik. Hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga
pemasaran, didapat nilai rasio tertinggi terdapat pada pengumpul. Hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh pengumpul lebih sedikit dari pada biaya yang
dikeluarkan oleh pengrajin dan pemilik toko. Saluran pemasaran yang banyak terdapat di industri mebel jati Jepara adalah saluran satu tingkat pengrajin,
eksportir, gudang, konsumen dan saluran empat tingkat pengrajin, pengumpul dilur Jepara, finishing, konsumen. Perbedaan preferensi antara produsen dan
konsumen terdapat pada atribut produk seperti pada keluhan dan kekuatan mebel, atribut harga, atribut lokasi, dan atribut promosi.
Komalasari 2009
melakukan penelitian mengenai kayu pohon jati
dengan judul “Kuantifikasi Kayu Sisa Penebangan Jati pada Areal Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Tersertifikasi di Kabupaten Konawe Selatan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa volume total 30 pohon termasuk kulit berdasarkan pengukuran sampai diameter 3 cm adalah 34,98 m
2
dengan nilai rata- rata per pohon 1,17 m
3
. Sejumlah 23,32 m
3
66,57 berupa kayu sisa dan kulit yang belum termanfaatkan dengan nilai rata – rata per pohon 0,78 m
3
. Volume terbesar berasal dari sebetan dengan nilai 8,26 m
3
dan presetase dari total kayu sisa sebesar 35,44 dan volume terkecil berasal dari tunggak yaitu 0,73 m
3
3,12. Sejumlah 68,31 masih berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sortimen kayu bulat, yaitu sebesar 0,16 m
3
pohon dengan proporsi cabang dan ranting 47,20, 46,98 batang atas dan sisanya 5,82 merupakan potongan
pendek.