Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri

58 lain-lain dari pemerintah Kabupaten Asahan untuk mengatasi permasalahan pengelolaan penangkapan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan. 6.9 Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Asahan Degradasi sumberdaya ikan teri merupakan laju penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya ikan teri. Depresiasi merupakan pengukuran moneter terhadap pemanfaatan ikan teri. Perhitungan nilai koefisien laju degradasi dan depresiasi mengacu pada persamaan 4.12 dan persamaan 4.13. Laju degradasi dan depresiasi ikan teri disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20. Tabel 19. Laju Degradasi Ikan Teri Tahun 2002-2010 Tahun Produksi ton Laju Degradasi Aktual Lestari 2002 678,60 873,40 0,21635 2003 874,50 850,61 0,27435 2004 769,00 872,02 0,24343 2005 909,50 886,91 0,27385 2006 1.050,00 900,01 0,29794 2007 783,30 1.133,37 0,19048 2008 516,60 62,21 0,46993 2009 426,00 477,49 0,24585 2010 526,00 477,49 0,28745 Rata-rata 0,27774 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Tabel 20. Laju Depresiasi Ikan Teri Tahun 2002-2010 Tahun Rente Rupiah Laju Depresiasi Aktual Lestari 2002 7.893.942.144 10.971.454.882 0,19943 2003 16.443.091.016 15.966.183.309 0,27468 2004 13.983.382.173 15.980.476.262 0,24180 2005 11.396.877.666 11.080.411.625 0,27444 2006 10.757.450.838 9.036.029.588 0,30154 2007 13.297.856.006 20.583.509.740 0,17539 2008 9.238.007.452 -3.426.477.865 0,59168 2009 10.157.733.179 11.859.199.686 0,23731 2010 10.240.185.221 8.931.625.239 0,29479 Rata-rata 0,28790 Sumber: Hasil Analisis Data 2012 59 Berdasarkan Tabel 19 dan 20 di atas dapat dilihat bahwa laju degradasi berfluktuasi setiap tahunnya. Tahun 2008 merupakan tingkat degradasi tertinggi dengan laju degradasi 0,46993. Nilai ini menunjukkan bahwa tingginya aktifitas kegiatan penangkapan sumberdaya ikan teri di perairan Kabupaten Asahan. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat effort mengakibatkan besarnya tekanan terhadap sumberdaya ikan teri. Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Gambar 15. Grafik Laju Degradasi dan Depresiasi Ikan Teri Tahun 2002-2010 Gambar 15 menunjukkan pergerakan laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan teri memiliki pola yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi biologi ikan teri akan mempengaruhi rente ekonomi yang diperoleh nelayan. Laju depresiasi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu 0,59168 artinya telah terjadi penurunan manfaat secara ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya ikan teri. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga BBM dari Rp 4.500,- menjadi Rp 5.500,- sehingga meningkatkan biaya. Akibatnya rente yang diterima nelayan menjadi lebih rendah. Rata-rata laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan teri berturut-turut adalah 0,27773 dan 0,28790. Sumberdaya ikan teri di Kabupaten Asahan telah mengalami penurunan kuantitas sumberdaya, tetapi belum mengalami degradasi dan depresiasi karena nilai rata-rata laju degradasi dan depresiasi lebih kecil dari 0,5 Fauzi dan Anna, 2005. 0,00000 0,20000 0,40000 0,60000 0,80000 Laju Depresiasi Laju Degradasi 60

6.10 Analisis Persepsi Nelayan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan

Teri Setiap nelayan untuk setiap alat tangkap memiliki persepsi yang berbeda- beda terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri. Oleh karena itu, pengujian korelasi menggunakan uji analisis ragam dengan bantuan software excel 2007 perlu dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri. Berikut ini hasil analisis ragam untuk alat tangkap pukat teri. Data persepsi responden dapat dilihat pada Lampiran 5.

6.10.1 Persepsi Nelayan Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Analisis persepsi nelayan ikan teri di Kabupaten Asahan terhadap keberlanjutan perikanan teri berdasarkan jenjang pendidikannya. Pengujian tiga jenjang pendidikan SD, SLTP, SLTA yaitu jenjang pendidikan yang paling umum diperoleh nelayan ikan teri di Kabupaten Asahan dilakukan dengan menggunakan analisis ragam. Hasil yang diperoleh dari uji tersebut adalah F hitung = 4,67734 dengan F tabel sebesar 3,25192. Nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel , sehingga diambil keputusan tolak H o . Hasil pengujian menunjukkan bahwa jenjang pendidikan memberikan pengaruh secara nyata berbeda pada persepsi nelayan terhadap keberlanjutan kegiatan perikanan teri di Kabupaten Asahan. Hasil analisis persepsi dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 disajikan pada Lampiran 6.

1. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri

Persepsi nelayan ikan teri yang berjenjang pendidikan SD lebih buruk daripada nelayan yang berjenjang pendidikan lebih tinggi. Sebagian besar nelayan yang berjenjang pendidikan SD hanya mengetahui mengenai faktor penyebab fluktuasi tangkapan ikan teri dan dampak by catch. Nelayan yang berpendidikan tinggi lebih mengetahui mengenai sumberdaya ikan teri yang dapat habis, penyebab fluktuasi tangkapan ikan teri, dan dampak by catch. Persepsi nelayan ikan teri sama untuk setiap jenjang pendidikan yaitu mengetahui terhadap cara 61 menjaga kelestarian sumberdaya ikan teri. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 sebagai berikut: Tabel 21. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri Berdasarkan Jenjang Pendidikan

a. Persepsi terhadap Faktor-faktor yang Menyebabkan Fluktuasi

Tangkapan Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 2,5 5,0 27,5 15,0 5,0 SLTP 0,0 2,5 2,5 12,5 7,5 SLTA 0,0 0,0 2,5 12,5 5,0

b. Persepsi terhadap Sumberdaya Ikan Teri yang Dapat Habis

Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 0,0 15,0 15,0 25,0 0,0 SLTP 0,0 0,0 17,5 7,5 0,0 SLTA 0,0 0,0 10,0 7,5 2,5

c. Persepsi mengenai Cara Menjaga Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri

Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 0,0 7,5 27,5 17,5 2,5 SLTP 0,0 5,0 10,0 10,0 0,0 SLTA 0,0 5,0 12,5 2,5 0,0

d. Persepsi terhadap Dampak

by Catch Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 0,0 12,5 27,5 10,0 5,0 SLTP 0,0 5,0 7,5 10,0 2,5 SLTA 0,0 7,5 5,0 7,5 0,0 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Keterangan: STM = Sangat Tidak Mengetahui LM = Lebih Mengetahui KM = Kurang Mengetahui SM = Sangat Mengetahui M = Mengetahui

2. Persepsi terhadap Alat Tangkap

Persepsi nelayan ikan teri yang berjenjang pendidikan SLTA lebih baik dibanding dengan nelayan ikan teri yang berpedidikan SD dan SLTP yaitu cara penangkapan ikan teri yang diperbolehkan dan teknologi baru perikanan. Rincian persepsi nelayan terhadap alat tangkap berdasarkan jenjang pendidikan disajikan pada Tabel 22 sebagai berikut: 62 Tabel 22. Persepsi terhadap Alat Tangkap Berdasarkan Jenjang Pendidikan a. Persepsi mengenai Cara Penangkapan Ikan Teri yang Diperbolehkan Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 0,0 7,5 27,5 20,0 0,0 SLTP 0,0 5,0 7,5 7,5 5,0 SLTA 0,0 0,0 5,0 12,5 2,5

b. Persepsi mengenai Teknologi Baru Perikanan

Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 2,5 20,0 15,0 17,5 0,0 SLTP 0,0 7,5 7,5 5,0 5,0 SLTA 2,5 2,5 2,5 10,0 2,5

c. Persepsi mengenai Sistem Perizinan Kapal

Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 7,5 25,0 12,5 10,0 0,0 SLTP 0,0 7,5 0,0 12,5 5,0 SLTA 0,0 2,5 7,5 2,5 7,5 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Sebagian besar nelayan ikan teri berpendidikan SLTA lebih mengetahui mengenai cara penangkapan ikan yang diperbolehkan dan teknologi baru perikanan. Sebagian besar nelayan ikan teri yang berpendidikan SLTA sangat mengetahui mengenai sistem perizinan kapal.

2. Persepsi terhadap Pemerintah

Persepsi nelayan ikan teri berpendidikan SLTA lebih baik dibanding yang lainnya. Rincian persepsi nelayan terhadap program pemerintah berdasarkan jenjang pendidikan dapat dilihat pada Tabel 23 sebagai berikut: Tabel 23. Persepsi terhadap Program Pemerintah Berdasarkan Jenjang Pendidikan

a. Persepsi mengenai Adanya Penyuluhan dari Pemerintah terkait

Pelestarian Sumberdaya Ikan Teri Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 2,5 30,0 10,0 12,5 0,0 SLTP 2,5 12,5 0,0 10,0 0,0 SLTA 2,5 5,0 7,5 5,0 0,0

b. Persepsi mengenai Adanya Bantuan dari Pemerintah

Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 10,0 15,0 7,5 10,0 12,5 SLTP 5,0 12,5 2,5 2,5 2,5 SLTA 2,5 10,0 2,5 2,5 2,5 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 63 Sebagian besar nelayan yang berpendidikan SLTA mengetahui mengenai adanya penyuluhan pemerintah sedangkan nelayan yang berpendidikan SD dan SLTP kurang mengetahui. Persepsi nelayan ikan teri untuk setiap jenjang pendidikan adalah kurang mengetahui mengenai adanya bantuan dari pemerintah.

3. Persepsi terhadap Lingkungan

Persepsi nelayan ikan teri mengenai bahaya pencemaran di laut bervariasi untuk setiap jenjang pendidikan. Nelayan berpendidikan SD kurang mengetahui mengenai bahaya pencemaran sedangkan nelayan berpendidikan SLTP dan SLTA lebih mengetahui mengenai bahaya pencemaran di laut. Secara rinci persepsi nelayan terhadap lingkungan berdasarkan jenjang pendidikan dapat dilihat pada Tabel 24 sebagai berikut: Tabel 24. Persepsi terhadap Lingkungan Berdasarkan Jenjang Pendidikan Persepsi Mengenai Bahaya Pencemaran di Laut Jenjang Pendidikan STM KM M LM SM SD 12,5 15,0 20,0 5,0 2,5 SLTP 2,5 2,5 5,0 2,5 12,5 SLTA 5,0 0,0 7,5 2,5 5,0 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Nelayan yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai persepsi yang lebih baik dari nelayan yang hanya pendidikan SD. Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir nelayan, walaupun tidak diberikan pengajaran langsung terhadap hal yang berkaitan terhadap perikanan teri. Nelayan yang berpendidikan lebih tinggi diduga dapat menganalisis sesuatu lebih baik. Nelayan yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai wawasan yang cukup luas terhadap kegiatan perikanan teri. Sebagian besar nelayan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan hanya berpendidikan SD. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya membuang-buang waktu dan uang bagi para nelayan. Banyak anak nelayan yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah kini sudah bekerja mencari uang dengan ikut melaut. Sebagian besar mereka tidak memandang pendidikan sebagai suatu investasi. Pendidikan formal di daerah pesisir ini masih tergolong rendah. Pendidikan informal lewat media massa sebagai pelengkap pendidikan formal juga belum berjalan dengan baik. Tingkat pendidikan yang masih sangat rendah 64 ini mempengaruhi pola pikir dari persepsi nelayan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan. Akibatnya, persepsi nelayan terhadap keberlanjutan kegiatan perikanan teri masih sangat kurang.

6.10.2 Persepsi Nelayan Berdasarkan Pengalaman Melaut

Setelah diperoleh hasil persepsi nelayan berdasarkan jenjang pendidikan berbeda, kemudian dilakukan analisis persepsi nelayan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan terhadap keberlanjutan perikananan teri berdasarkan pengalaman melaut. Pengujian tingkatan pengalaman melaut ≤ 10, 11-20, 21-30 dan 30 tahun yaitu tingkatan pengalaman nelayan yang paling umum di Kabupaten Asahan dilakukan dengan menggunakan analisis ragam. Hasil yang diperoleh dari uji tersebut adalah F hitung = 9,29294 dengan F tabel sebesar 2,86627 dengan taraf nyata α= 0,05. Nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel , sehingga diambil keputusan tolak H o . Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman melaut memberikan pengaruh secara nyata berbeda pada persepsi nelayan terhadap keberlanjutan kegiatan perikanan teri di Kabupaten Asahan. Hasil analisis persepsi dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 disajikan pada Lampiran 7.

1. Persepsi Nelayan terhadap Sumberdaya Ikan Teri

Persepsi nelayan yang memiliki pengalaman melaut 30 tahun lebih baik dibanding nelayan dengan pengalaman ≤ 30 tahun. Sebagian besar nelayan dengan pengalaman 30 tahun memiliki persepsi sangat mengetahui mengetahui faktor penyebab fluktuasi tangkapan. Nelayan yang memiliki pengalaman ≤ 30 tahun hanya mengetahui mengenai penyebab fluktuasi tangkapan. Rincian persepsi terhadap sumberdaya ikan teri berdasarkan pengalaman melaut dapat dilihat pada Tabel 25 sebagai berikut: