54
6.7.2 Pendugaan harga
Pendugaan harga dalam sektor perikanan menggunakan harga riil yang diperoleh dari persamaan 4.6 untuk mengurangi pengaruh inflasi. Pengukuran
harga riil tersebut disesuaikan dengan IHK untuk komoditas perikanan yang berlaku di Kabupaten Asahan. Harga riil ikan teri dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Harga Riil Ikan Teri di Kabupaten Tahun 2002-2010 Tahun
Harga NominalTon Rupiah
IHK 2007 Harga RiilTon
Rupiah
2002 10.250.000,00
64,88 15.798.586,97
2003 13.500.000,00
67,62 19.963.441,76
2004 14.000.000,00
72,22 19.384.672,35
2005 12.383.000,00
88,41 14.006.815,75
2006 10.766.000,00
93,81 11.476.556,05
2007 20.812.500,00
100,00 20.812.500,00
2008 30.859.000,00
110,72 27.871.206,65
2009 37.539.000,00
113,61 33.042.046,82
2010 30.403.000,00
112,70 26.977.269,81
Rata-rata 17.682.954,55
91,55 21.037.010,68
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Tabel 17 menunjukkan nilai IHK berfluktuasi setiap tahunnya yang dipengaruhi oleh kodisi sosial, ekonomi dan politis yang terjadi di masyarakat.
Rata-rata harga riil sumberdaya ikan teri adalah Rp 21.037.010,68 per ton. Umumnya harga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini berarti bahwa
komoditas ikan teri merupakan komoditas yang berperan penting dalam perekonomian masyarakat di Kabupaten Asahan.
6.8 Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri
Analisis bioekonomi dilakukan untuk menentukan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal dan berkelanjutan. Pendekatan ini
menggunakan formula perhitungan pengelolaan ikan teri dengan pendekatan model Gordon- Schaefer. Selanjutnya diperoleh kondisi perikanan sumberdaya
ikan teri dari alat tangkap pukat teri yang digunakan di perairan Kabupaten Asahan yaitu pada kondisi Maximum Sustainable Yield MSY, kondisi Maximum
55 Economic Yield MEY, dan kondisi Open Access OA. Hasil tersebut secara
ringkas dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil Analisis Bioekonomi pada Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri
Rezim Pengelolaan Parameter
Produksi ton Effort trip
Rente Rp
Aktual 725,94
947,22 12.648.510.194
MSY 1.200,92
834,96 22.951.655.440
MEY 1.198,41
796,75 23.004.560.220
OA 209,76
1.593,49
Sumber: Hasil Analisis Data, 2012
Tabel 19 menunjukkan perbandingan dari ketiga rezim pengelolaan perikanan untuk ikan teri menggunakan alat tangkap pukat teri. Jika perikanan teri
dikelola dengan MSY maka diperoleh hasil tangkapan maksimum walaupun dengan effort yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan OA. Jika perikanan
dikeloladengan kondisi MEY dalam jangka panjang maka diperoleh hasil tangkapan dan rente maksimum jika dibandingkan dikelola dengan kondisi MSY.
Nilai parameter h menunjukkan hasil tangkapan dari upaya pemanfaatansumberdaya ikan teri di Kabupaten Asahan. Nilai ini merupakan
besaran hasil tangkapan yang diperbolehkan dalam pengelolaan berkelanjutan. Hasil tangkapan terbesar dicapai pada kondisi MSY yaitu sebesar 1.200,92 ton
kemudian berturut-turut 1.198,41 ton pada kondisi MEY, dan 209,76 ton pada kondisi OA. Hasil tangkapan terendah berada pada kondisi OA karena pada
kondisi ini tidak ada pengendalian dalam pengelolaan perikanan sehingga terjadinya ekspansi yang berlebihan terhadap penangkapan yang menyebabkan
stok biomassa ikan teri menurun. Nilai effort E menunjukkan tingkat upaya dalam pemanfaatan perikanan.
Nilai ini memberikan informasi terkait dengan tingkat upaya yang diperbolehkan untuk pengelolaan yang berkelanjutan. Effort terbesar berada pada kondisi OA
yaitu sebesar 1.593,49 unit alat tangkap, kemudian rezim pengelolaan MSY sebesar 834,96 unit alat tangkap dan kondisi MEY sebesar 796,75 unit alat
tangkap. Kondisi effort pada rezim MEY merupakan jumah effort optimum yang dianjurkan secara ekonomi.