Parameter Alpha dan Beta

55 Economic Yield MEY, dan kondisi Open Access OA. Hasil tersebut secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Analisis Bioekonomi pada Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri Rezim Pengelolaan Parameter Produksi ton Effort trip Rente Rp Aktual 725,94 947,22 12.648.510.194 MSY 1.200,92 834,96 22.951.655.440 MEY 1.198,41 796,75 23.004.560.220 OA 209,76 1.593,49 Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Tabel 19 menunjukkan perbandingan dari ketiga rezim pengelolaan perikanan untuk ikan teri menggunakan alat tangkap pukat teri. Jika perikanan teri dikelola dengan MSY maka diperoleh hasil tangkapan maksimum walaupun dengan effort yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan OA. Jika perikanan dikeloladengan kondisi MEY dalam jangka panjang maka diperoleh hasil tangkapan dan rente maksimum jika dibandingkan dikelola dengan kondisi MSY. Nilai parameter h menunjukkan hasil tangkapan dari upaya pemanfaatansumberdaya ikan teri di Kabupaten Asahan. Nilai ini merupakan besaran hasil tangkapan yang diperbolehkan dalam pengelolaan berkelanjutan. Hasil tangkapan terbesar dicapai pada kondisi MSY yaitu sebesar 1.200,92 ton kemudian berturut-turut 1.198,41 ton pada kondisi MEY, dan 209,76 ton pada kondisi OA. Hasil tangkapan terendah berada pada kondisi OA karena pada kondisi ini tidak ada pengendalian dalam pengelolaan perikanan sehingga terjadinya ekspansi yang berlebihan terhadap penangkapan yang menyebabkan stok biomassa ikan teri menurun. Nilai effort E menunjukkan tingkat upaya dalam pemanfaatan perikanan. Nilai ini memberikan informasi terkait dengan tingkat upaya yang diperbolehkan untuk pengelolaan yang berkelanjutan. Effort terbesar berada pada kondisi OA yaitu sebesar 1.593,49 unit alat tangkap, kemudian rezim pengelolaan MSY sebesar 834,96 unit alat tangkap dan kondisi MEY sebesar 796,75 unit alat tangkap. Kondisi effort pada rezim MEY merupakan jumah effort optimum yang dianjurkan secara ekonomi. 56 Nilai parameter rente ekonomi π menunjukkan tingkat keuntungan secara ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya ikan teri. Berturut-turut nilai rente ekonomi yang diperoleh pada rezim MEY yaitu sebesar Rp 23.004.560.220,- yang merupakan rente ekonomi terbesar. Rezim MSY memiliki rente ekonomi sebesar Rp 22.951.655.440,- dan diikuti Rp 0,- pada rezim OA. Rente ekonomi sumberdaya ikan teri tidak ada yang diperoleh pada kondisi OA mengandung arti bahwa nelayan hanya memperoleh upah atas biaya yang dikeluarkan tanpa memperoleh keuntungan. Perbandingan dari ketiga rezim tersebut dapat dilihat pada Gambar 13. Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Gambar 13. Keseimbangan Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri Gambar 13 di atas menunjukkan bahwa rezim pengelolaan MEY membutuhkan sedikit upaya penangkapan dibandingkan dengan rezim pengelolaan MSY dan OA untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang maksimum. Sebaliknya pada kondisi OA, tingginya tingkat upaya mengakibatkan terjadinya ketidakefisienan inefficiency ekonomi. Ketidakefisienan ini terjadi karena upaya penangkapan yang besar hanya menghasilkan tangkapan yang lebih kecil sehingga keuntungan yang diperoleh tidak ada. Hasil analisis bioekonomi dengan menggunakan perangkat lunak Maple 13 disajikan pada Lampiran 4. Gambar 14 menunjukkan rata rata jumlah produksi, effort dan rente ekonomi pada kondisi aktual masing-masing sebesar 725,94 ton; 947,22 trip; Rp 12.648.510.194,-. Rata-rata tingkat produksi aktual ikan teri lebih rendah OA TR=TC MSY MEY Rp 2,300 x 10 10 Rp 2,295 x 10 10 Rp 1,265 x 10 10 Aktual 57 dibandingkan dengan tingkat produksi dari rezim pengeloaan MEY dan MSY. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan teri telah mengalami overfishing secara biologi. Tingkat effort aktual berjumlah lebih besar dibandingkan dengan jumlah effort dari dua rezim pengelolaan yaitu MSY dan MEY, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan rezim pengelolaan OA. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan teri telah mengalami overfishing. Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Gambar 14. Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal dan Aktual Sumberdaya Ikan Teri Keterangan sebelumnya menjelaskan bahwa pemanfaatan ikan teri telah mengalami overfishing secara biologi. Hal ini karena ikan teri memiliki nilai jual yang cukup rendah sehingga nelayan lebih memilih tangkapan ikan yang mempunyai nilai jual yang tinggi. Dampaknya adalah ikan teri yang telah ditangkap akan terbuang ketika nelayan memperoleh penangkapan ikan bernilai jual tinggi by catch dan pada akhirnya ikan tersebut tidak terdata dalam laporan statistik perikanan. Jumlah effort aktual yang melebihi kondisi MSY dan MEY menyebabkan tingginya biaya yang digunakan dalam penangkapan ikan teri, sedangkan harga ikan teri bernilai rendah. Kondisi ini akan berimplikasi pada nilai rente ekonomi yang rendah. Berdasarkan keterangan sebelumnya, terlihat bahwa pengelolaan penangkapan ikan teri di perairan Kabupaten Asahan mendekati pengelolaan pada kondisi OA. N elayan masih mengoperasikan effort dalam jumlah yang tinggi pada perolehan nilai rente ekonomi yang rendah untuk mencari ikan, sehingga berdampak pada minimnya manfaat ekonomi yang diperoleh nelayan. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi berupa pengaturan jumlah effort, penetapan pajak, dan 500 1000 1500 2000 Aktual MSY MEY OA Effort trip Produksi ton