Kondisi ketidakstabilan tersebut merupakan tantangan bagi PGIB untuk bisa mengelola sumber daya, bahan baku, produksi dan pemasaran dengan baik
sehingga kejadian-kejadian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan harga bisa diantisipasi seperti masa panen raya, paceklik, hari raya ataupun kejadian lainnya.
5.5 Siklus Hidup Product Life CyclePLC Beras
Siklus merupakan salah satu cara untuk memahami dinamika kompetitif produk beras. Dengan memahami siklus produk, maka PGIB dapat
mengembangkan strategi untuk meningkatkan nilai kompetitif produk beras yang dihasilkan. Siklus hidup beras terkait dengan sejarah perkembangan permintaan
dan penawaran beras dari tahun ke tahun. Secara umum kurva siklus hidup produk dibagi jmenjadi empat tahap yaitu tahap perkenalan introduction, pertumbuhan
growth, kedewasaan maturity dan penurunan decline. Kotler, 1997 Tidak banyak data mengenai perkembangan permintaan konsumen sejak
tahun-tahun awal perkenalan beras sebagai bahan pangan pokok. Namun dapat diperkirakan bahwa sejak digulirkannya berbagai program perbaikan pangan
nasional seperti Padi Sentra pada tahun 1958, dilanjutkan dengan program Komando Operasi Gerakan Makmur KOGM pada tahun 1959, program
Organisasi Pelaksana Swa Sembada Beras OPSSB pada tahun 1969 hingga program Bimbingan Massal Bimas produksi dan konsumsi permintaan beras
naik dalam jumlah yang besar. Hal ini dikarenakan tingkat pertumbuhan
Harga
Jumlah barang
P
P
1
S S
1
S S
1
D
P
D
P
E
P
E
P
’ Q
1
Q
Harga
P
1
S
P
D
P
’ E
P
’
E
P
Q
1
Q
Jumlah barang
P D
P
’ D
P
S
P
D
P
Gambar 8. Pengaruh perubahan penawaran a dan perubahan permintaan b. Sumber : Sukirno, 2000
a b
penduduk yang tinggi dan perubahan pola konsumsi masyarakat daerah yang mengkonsumsi beras.
Permintaan terhadap beras terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pada Gambar 9 dapat terlihat bahwa peningkatan
produksi beras yang relatif besar belum mampu memenuhi permintaan beras hingga saat ini. Tingkat produksi dan konsumsi beras nasional hanya berselisih
sedikit namun cenderung defisit. Menurut Apriyantono, 2005 neraca mengalami defisit yang cenderung meningkat selama 2005-2009 sekitar 0,73-1,17 dari
konsumsi. Jumlah konsumsi beras nasional akan meningkat dari 36,08 ton pada tahun 2005 menjadi 37,96 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 1,21
persen per tahun.
Meskipun jumlah permintaan secara general terus meningkat, namun data BPS, 2005 mengenai konsumsi beras rata-rata perkapita menunjukkan perubahan
tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia. Sejak tahun 2003 hingga 2005 konsumsi beras perkapita cenderung menurun dari 1,930 kgminggu menjadi
1,844 kgminggu dengan rata-rata penurunan sebesar 2,23 per tahun. Data konsumsi beras perkapita dapat dilihat pada Tabel 14.
Gambar 9. Grafik perkembangan produksi dan konsumsi beras nasional Sumber : Puspoyo W, 2004
Tabel 14. Konsumsi beras rata-rata per kapita seminggu di Indonesia
Tahun Konsumsi per
kapita seminggu
Perubahan 2003
1,930 -
2004 1,899
-1,6 2005
1,844 -2,9
Sumber : BPS, 2005 Saat ini laju pertumbuhan permintaan beras masih positif 1,21 per
tahun. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya penurunan tingkat pertumbuhan permintaan beras nasional. Pertumbuhan permintaan
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,6 persen per tahun, sedangkan penurunan konsumsi per kapita menyebabkan pertumbuhan permintaan
tersebut menjadi terhambat marginal berkurang. Pertumbuhan penduduk 1,6 persen seharusnya meningkatkan permintaan
1,6 persen per tahun. Penurunan konsumsi beras perkapita sebesar 2,25 persen, menyebabkan peningkatan permintaan hanya naik 1,21 persen per tahun. Dengan
kata lain penurunan konsumsi per kapita 2,25 persen hanya mempengaruhi penurunan laju permintaan sebesar 0,39 persen. Penurunan konsumsi perkapita
tidak berpengaruh banyak terhadap jumlah permintaan karena fungsi permintaan tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat konsumsi melainkan oleh beberapa faktor.
Faktor tersebut antara lain permintaan beras sebagai cadangan pangan, permintaan untuk keperluan usaha, dan permintaan beras untuk keperluan non pangan dn
kebutuhan lain. Faktanya pada tahun 2005, meskipun konsumsi beras perkapita relatif kecil yaitu 1,844 kg per minggu atau 0,263 kg per hari, jumlah permintaan
terhadap beras per kapita tetap tinggi sebesar 0,381 kg per hari BPS, 2005. Penurunan konsumsi per kapita beras menunjukkan ketergantungan
konsumen terhadap beras sebagai bahan pangan pokok sumber energi mulai berkurang. Hal ini diperkuat oleh data impor gandum yang terus meningkat
mencapai sekitar 4.333.107 ton per tahun BPS, 2005. Gandum tepung terigu merupakan produk substitusi beras yang banyak digunakan untuk berbagai macam
produk olahan seperti mie instan, roti, kue, biskuit dan produk lainnya. Meskipun belum bisa menggantikan beras secara besar-besaran, namun perkembangannya
cukup pesat dilihat dari semakin memasyarakatnya produk mie instan dan roti.
Kondisi permintaan ini merupakan indikasi bahwa produk beras sedang manjalani tahap kedewasaan maturity dalam siklus hidup produk Gambar 10.
Pada tahap ini, tingkat pertumbuhan penjualan produk akan melambat. Khususnya pemasaran beras di Indonesia, tahap kedewasaan ini mendorong ketatnya
persaingan namun belum mencapai tingkat kelebihan kapasitas industri dikarenakan neraca produksi-konsumsi beras Indonesia masih relatif defisit.
Persaingan berat akan dihadapi PGIB dalam memperoleh bahan baku. Oleh karena itu, PGIB harus menyusun strategi yang tepat agar bisa unggul dalam
persaingan pada tahap siklus hidup produk dewasa maturity. Pembahasan lebih lanjut mengenai strategi pemasaran pada sub bab 5.11
5.6 Struktur Pasar Beras