c. Mekanisme Jual-Beli i Sistem Jual – Beli. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola
supermarket, umumnya supermarket menerapkan sistem jual beli ”beli- putus”. Beras yang telah di beli supermarket dan diterima dengan baik di
gudang supermarket sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak supermarket.
ii Retur. Untuk kerusakan yang terjadi pada beras akibat kelalaian supplier, pihak supermarket mensyaratkan kepada supplier untuk menerima dan
mengganti produk yang rusak tersebut. iii Pembayaran. Supermarket umumnya meminta jangka waktu pembayaran
untuk produk yang dibeli. Jangka waktu pembayaran beragam dengan memperhatikan hasil negosiasi antara pihak supermarket dan supplier.
Hasil negosiasi ini juga merupakan salah satu pertimbangan pihak supermarket untuk menentukan supplier yang dipilih dari beberapa
supplier yang bersaing.
d. Pelayanan. i Pemesanan. Pemesanan oleh pihak supermarket dilakukan dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan ketersediaan stok supermarket, umumnya sekitar dua minggu sekali.
ii Pengiriman. Pengiriman produk beras dari supplier dilakukan sesuai dengan pesanan supermarket baik waktu, kualitas maupun kuantitas.
Umumnya supermarket mensyaratkan waktu pengiriman produk kurang lebih tiga hari kerja setelah pemesanan.
iii Transportasi. Serah-terima produk dilakukan di gudang supermarket. Biaya transportasi sebelum serah-terima ditanggung oleh pihak supplier.
5.7 Rantai Pemasaran dan Margin
5.7.1 Rantai Pemasaran
Rantai pemasaran merupakan salah satu hal yang menentukan tingkat efisiensi pemasaran gabahberas dari petani hingga ke tangan konsumen. Kinerja
pemasaran memegang peranan sentral dalam pengembangan komoditas pertanian termasuk beras. Perumusan strategi dan program pengembangan pemasaran
yang kondusif dan efisien akan memberikan kontribusi yang positif terhadap beberapa aspek antara lain a mendorong adopsi teknologi, peningkatan
produktifitas dan efisiensi, serta daya saing komoditas pertanian, b meningkatknya kinerja dan efektifitas kebijakan pengembangan produksi,
khususnya kebijakan yang terkait dengan program stabilisasi harga keluaran, dan c perbaikan perumusan kebijakan perdagangan domestik dan internasional
secara lebih efektif dan efisien Mardianto et al, 2005. Secara umum rantai pemasaran beras dari daerah produsen beras ke
Jakarta tidak panjang. Petani padi menjual dalam bentuk gabah ke penggilingan baik dengan ataupun melalui pengumpul. Pedagang penggiling akan mengirim
beras yang telah diproduksi ke Jakarta melalui Pasar Induk Cipinang. Kemudian pedagang grosir Pasar Induk Cipinang akan mendistribusikannya ke pengecer
pasar tradisional dan supermarket di Jakarta Gambar 12. Berdasarkan hasil riset Suriyana, 2005 terhadap 5 supermarket dan 21
pasar tradisional di DKI Jakarta, diketahui pola umum yang terjadi dalam pemasaran beras di DKI Jakarta dapat digambarkan dengan rantai pemasaran
sebagai berikut :
Pedagang Daerah
Pasar Induk Beras Cipinang
Agen
Pasar Non DKI Jakarta
Supermarket Perumahan
Pasar Tradisional
Konsumen Akhir Gambar 12. Pola Pemasaran Beras dari Sentra Produksi ke Pasar DKI Jakarta
Dari gambar di atas dapat dilihat jalur pemasaran beras dari pedagang daerah hingga sampai ke tangan konsumen di wilayah DKI Jakarta. Konsumen
wilayah DKI Jakarta memperoleh beras dari total delapan kombinasi saluran pemasaran yang melalui tiga saluran pengecer yaitu supermarket, pasar
tradisional, dan pengecer perumahan. Pada supermarket terdapat dua saluran pemasaran yang terjadi yaitu :
1. Pedagang Daerah Pasar Induk Cipinang
Supermarket Konsumen
2. Pedagang Daerah Supermarket
Konsumen Pada pasar tradisional terdapat empat saluran pemasaran antara lain :
1. Pedagang Daerah Pasar Induk Cipinang
Pasar Tradisional Konsumen
2. Pedagang Daerah Pasar Induk Cipinang
Agen Pasar Tradisional
Konsumen 3. Pedagang Daerah
Agen Pasar Tradisional
Konsumen 4. Pedagang Daerah
Pasar Tradisional Konsumen
Sedangkan pada pengecer perumahan terdapat dua saluran pemasaran beras yaitu : 1. Pedagang Daerah
Pasar Induk Cipinang Pengecer Perumahan
2. Pedagang Daerah Agen
Pengecer Perumahan
5.7.2 Margin Pemasaran