Tabel 5 memperlihatkan pasokan beras di pasar induk Cipinang selama empat tahun terakhir. Data tersebut menunjukkan bahwa pasokan beras
mengalami peningkatan selama periode tahun 2002-2005. Dengan asumsi bahwa pasokan setara dengan permintaan, maka volume perdagangan beras di Jakarta
akan terus meningkat di masa mendatang. Pemasukan beras selain di Pasar Induk juga sangat besar. Fakta di lapang menunjukkan bahwa pembelian beras langsung
dari penggilingan padi oleh pedagang Jakarta sangat besar. Demikian juga dengan pembelian dari pasar lain, misalnya Pasar Johar Bekasi.
Tabel 5. Pemasukan beras varietas IR di Pasar Induk Cipinang Jakarta.
Jumlah pasokan ton Bulan
2002 2003
2004 2005
Januari 53,071
60,647 55,506
62,804 Februari
59,041 70,009
47,849 61,896
Maret 53,604
77,208 57,550
80,183 April
49,309 53,318
55,924 83,492
Mei 58,180
55,255 56,821
74,837 Juni
53,199 64,785
65,604 75,284
Juli 60,540
56,136 72,572
60,148 Agustus
59,569 54,865
76,585 69,754
September 55,104
61,209 67,620
78,334 Oktober
56,318 57,008
70,537 60,831
November 51,709
29,494 41,887
45,403 Desember
33,496 52,317
69,028 53,201
Jumlah 643,140
692,251 737,483
806,167 Sumber : Perum Bulog Jakarta, 2006
4.1.2 Karakteristik Bahan Baku
Selain melihat dari sisi ketersediaannya, dalam merancang pendirian PGIB perlu memperhatikan karakteristik bahan bakunya. Bahan baku dapat diperoleh
dari penggilingan padi kecil dan menengah yang menghasilkan beras mutu rendah dan bervariasi karena diproduksi oleh penggilingan yang tingkat teknologinya
beragam. Analisis kualitas perlu dilakukan untuk pengklasifikasian mutu bahan baku, meliputi derajat sosoh, kadar air, beras kepala, butir utuh, butir patah, butir
menir, butir merah, butir kuning rusak, butir mengapur, benda asing, butir gabah dan campuran varietas lain. Hasil analisis terhadap sampel yang diambil dari
penggilingan padi kecil di daerah pantura Jawa Barat secara acak diperoleh klasifikasi mutu bahan baku seperti diperlihatkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi mutu bahan baku beras di daerah Pantura Jawa Barat
Kelas Mutu Kriteria
A B
C D
Derajat sosoh 93.8
94.0 92.9
92.1 Kadar air
13.6 13.0
13.8 14.4
Beras kepala 86.2
81.0 69.6
53.4 Butir utuh
79.8 70.0
56.2 40.3
Butir patah besar 6.4
11.0 13.4
13.1 Butir patah
9.1 11.8
17.4 27.2
Butir menir 2.3
4.7 8.9
13.5 Butir mengapur
1.9 2.4
3.1 3.3
Butir Kuningrusak 0.54
0.35 1.08
2.22 Butir gabah
- -
0.02 0.01
Butir merah -
- 0.01
0.18 Benda asing
- 0.012
0.02 0.05
Varietas lain -
- 0.01
- Persentase sampel
12.8 7.7
59.0 20.5
Kelas Mutu SNI III
IV V
Off grade T
otal sampel 39, diambil dari: Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon, Bandung, Cianjur dan pasar induk Cipinang. Sumber : Bantacut et al 2006
Karakterisitik bahan baku beras untuk industri pengolahan beras rice to rice
penting diketahui terutama terkait dengan aspek teknis yaitu pemilihan level teknologi yang akan digunakan dan penghitungan rendemen. Dalam studi ini
untuk mendapatkan gambaran karakterisitik bahan baku beras dilakukan didaerah Jawa Barat, terutama di daerah Pantura Karawang, Subang, Indramayu, Pasar
Induk Cipinang, Cirebon, Bandung dan Cianjur. Dari hasil analisa 39 sampel yang diambil dari pasar dan tempat penggilingan padi, bahan baku beras dapat
diklasifikasikan menjadi 4 kelas mutu beras yaitu kelas mutu A, B, C dan D Tabel 6 yang didasarkan pada
persentase beras kepala. Jika mengacu pada standar mutu SNI maka kelas mutu A, B dan C berturut-turut adalah setara dengan
kelas mutu SNI III, IV dan V, sedangkan kelas mutu D merupakan beras di bawah mutu standar SNI out of grade. Dari hasil sampling di lapangan tersebut
memperlihatkan bahwa sebagian besar beras asalan termasuk dalam kelas mutu V 59 dan beras mutu rendah 20.5 .
4.1.3 Klasifikasi Mutu Beras