Tabel 13. Rekapitulasi nilai MPE alternatif wilayah pemasaran PGIB Bulog Prioritas
Wilayah MPE
1
DKI Jakarta 9.056.575
2
Bekasi 3.154.076
3
Depok 2.734.747
4
Bogor 809.865
5
Bandung 668.380
6
Tangerang 375.806
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial di atas dapat disimpulkan bahwa wilayah pemasaran yang paling
prospektif untuk produk beras PGIB adalah wilayah DKI Jakarta. Wilayah lain yang cukup prospektif antara lain Kota Bekasi dan Depok. Prioritas wilayah
pemasaran lain secara berurutan yaitu Bogor, Bandung dan Tangerang. Hasil tersebut tidak berarti PGIB hanya memasarkan produknya ke wilayah DKI
Jakarta. PGIB dapat melakukan penetrasi pasar ke wilayah lain setelah pemasaran di DKI Jakarta cukup matang atau ada pesanan khusus dari daerah lain.
Khususnya konsumen wilayah Bekasi dapat dilayani sesuai dengan permintaan atau pesanan konsumen yang datang ke outlet PIGB, Tambun. Penilaian dan
perhitungan rinci dalam penentuan wilayah pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 3.
5.4 Sifat Produk
Beras merupakan bahan pangan utama masyarakat Indonesia. Sejak pasca kemerdekaan, tahun 1958 pemerintah telah menggencarkan program intensifikasi
dan pembukaan lahan yang dikenal dengan Padi Setra. Melalui berbagai program, produksi beras di seluruh wilayah Indonesia ditingkatkan menuju swasembada
beras. Areal lahan di berbagai daerah dikonversi menjadi sawah. Masyarakat daerah yang semula mengkonsumsi bahan pangan pokok non-beras seperti
jagung, ubi, singkong dan sagu beralih mengkonsumsi beras. Saat ini, beras telah dikonsumsi kurang lebih 90 masyarakat Indonesia dan dianggap bahan pangan
yang paling layak dikonsumsi. Kecenderungan masyarakat terhadap beras sangat tinggi. Berdasarkan
kepada sifat perubahan permintaan yang terjadi apabila pendapatan berubah, beras
dapat dikategorikan sebagai barang esensial. Permintaan dan konsumsi beras relatif tidak berubah dalam jumlah yang besar meskipun terjadi perubahan
pendapatan konsumen. Dengan kata lain, beras bersifat inelastis terhadap perubahan pendapatan. Apabila pendapatan konsumen naik, maka konsumsi beras
tidak akan ikut naik secara signifikan. Begitupula jika pendapatan konsumen turun, maka jumlah konsumsi beras tidak akan turun secara signifikan mengingat
beras merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Permintaan beras juga bersifat inelastis 0e1 terhadap harga.
Permintaan atau konsumsi beras relatif stabil pada saat terjadi perubahan harga. Meskipun tidak merubah jumlah konsumsi secara signifikan, namun perubahan
pendapatan dan harga akan menjadi salah satu pertimbangan bagi konsumen untuk memilih jenis dan tingkat mutu beras yang dikonsumsi sesuai dengan
kemampuan ekonominya. Peningkatan pendapatan dapat merubah preferensi konsumen untuk mengkonsumsi beras dengan kualitas yang lebih baik.
Begitupula peningkatan harga secara signifikan akan menjadi pertimbangan sebagian konsumen untuk beralih mengkonsumsi beras kualitas yang lebih rendah
dengan harga yang lebih rendah pula. Menurut Sukirno 2000 umumnya harga beras mengalami ketidakstabilan
yang cukup besar. Ketidakstabilan harga beras disebabkan oleh dua hal yaitu i naik turunnya permintaan, dan ii naik turunnya penawaran. Penawaran atau
produksi beras bukan ditentukan oleh harga beras yang berlaku, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang sebagian di luar kemampuan petani
produsen untuk mengendalikannya khususnya cuaca, iklim, dan faktor alam lain seperti banjir, kemarau panjang, serangan hama dan lain-lain. Dengan sifat yang
inelastis, perubahan penawaran dan permintaan akan merubah harga beras dalam jumlah yang besar. Fenomena tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 8.
Kondisi ketidakstabilan tersebut merupakan tantangan bagi PGIB untuk bisa mengelola sumber daya, bahan baku, produksi dan pemasaran dengan baik
sehingga kejadian-kejadian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan harga bisa diantisipasi seperti masa panen raya, paceklik, hari raya ataupun kejadian lainnya.
5.5 Siklus Hidup Product Life CyclePLC Beras