Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir dan Laut (Studi deskriptif di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan di Kabupaten Serdang Bedagai).

(1)

Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan

Terhadap Lingkungan Pesisir Dan Laut

(Studi Deskriptif Di Desa Pekan Tanjung Beringin Dan Desa Pantai Cermin Kanan Kabupaten Serdang Bedagai)

SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi salah satu syarat ujian sarjana sosial dalam bidang antropologi

Oleh:

Rudolf Andi Butarbutar 020905025

Antropologi

Departemen Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Medan

2008


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji Departemen Antropologi pada:

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tim penguji : Anggota I : Anggota II :


(3)

(4)

Abstraksi

Butarbutar, Rudolf Andi 2008. Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir dan Laut (Studi deskriptif di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan di Kabupaten Serdang Bedagai).

Penelitian ini menjelaskan bagaimana masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan memanfaatkan dan mengelola segala jenis potensi sumberdaya pesisir dan laut mereka. Disamping itu, penelitian ini juga memaparkan bagaimana keterkaitan segala aktifitas ekonomi nelayan tersebut terhadap kondisi pesisir laut di wilayah desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan dan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang terkandung didalam ekosistem perairan dan laut, baik ekosistem hutan mangrove, dan ekosistem perairan lepas berupa berbagai jenis ikan, biota, dan tumbuh-tumbuhan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis atau primer. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci yaitu nelayan-nelayan yang aktif melakukan penangkapan penuh untuk memenuhi kebutuhan hidup, Kepala Desa dan beberapa masyarakat yang memiliki aktifitas selain nelayan. Observasi dilakukan untuk mengamati kerusakan hutan mangrove dan melihat aktifitas nelayan dalam pengoperasian alat tangkap dan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi bagi rumah tangga mereka.

Hasil penelitian menunjukkan komunitas masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan sangat intensif memanfaatkan dan mengelola berbagai sumberdaya yang terkandung didalam ekosistem perairan laut baik ekosistem hutan mangrove, pesisir danperairan lepas. Dalam mengeksploitasi sumber daya pesisir dan laut, nelayan memiliki pengetahuan lokal terhadap sumberdaya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga berakibat langsung terhadap pemilihan teknologi penangkapan, mekanisme operasi dan wilayah operasi penangkapan (perikanan pantai, lepas pantai dan perairan lepas). Beragamnya usaha-usaha pemanfaatan ekosistem laut dengan pengimplementasian aneka ragam terknologi penangkapan tradisional maupun moderen mencerminkan nuansa kompetisi antar dan antara sesama nelayan yang langsung dirasakan langsung oleh nelayan dilokasi penelitian.

Kondisi persaingan, pengelolaan tanpa terkendali, penggunaan alat tangkap yang melewati zona tangkap, penebangan hutan mangrove dan usaha-usaha pemanfaatan tanpa batas dan cenderung berlebihan mengakibatkan kondisi lingkungan pesisir dan laut mengalami perubahan yang menuju kemerosotan sumberdaya. Ketiadaan/hilangnya pranata-pranata lokal dan lemahnya perangkat hukum formal dalam mengatur segala bentuk aktifitas pengelolaan sumberdaya laut mengakibatkan perilaku eksploitasi yan merusak semakin menjadi-jadi. Hal hasil kemerosotan sumberdaya laut tersebut secara langsung mengakibatkan penurunan hasil tangkap dan berakibat penghasilan para nelayan secara ekonomi menurun drastis sehingga mereka tetap berada pada garis kemiskinan.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kemurahan kasih dan anugerah-Nya yang begitu besar sehingga penulisan skripsi ini telah selesai disusun penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan nasehat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda Ir. R. S. Butarbutar dan Ibunda M. Sitorus, juga kepada kakak, abang dan adik-adikku terkasih yang selama ini telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. Penulis juga berterima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof. Dr. M. Arif Nasution MA. yang telah memberikan fasilitas akademik selama menjalani kuliah di FISIP USU. 2. Ketua Departemen Antropologi FISIP USU, Drs. Zulkifli Lubis MA. yang telah

memberikan fasilitas dan dukungan selama penulis menjalani perkuliahan.

3. Drs. R. Hamdani Harahap, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya dan tenaga serta memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga dari awal hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Drs. Agustrisno selaku dosen pembimbing akademik yang telah sabar membimbing dan perhatiannya dalam mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan di Antropologi FISIP USU.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Antropologi FISIP USU yang telah memberikan didikan dan pengetahuan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.


(6)

6. Teman-teman yang telah banyak memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini terutama buat teman seperjuangan Indra ”Janggual” Suryadarma dan Didi ”Peong” Alfagansi. Dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas doa dan saran-saran yang penulis terima dari sahabat dan kerabat-kerabat Antropologi yaitu Karmila br Karo, Shintia, Veria, Meri, Tere ono, Indra Sinaga, Wiyono serta rekan-rekan stambuk 2002 yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

7. Bapak Kepala desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan dan semua warga desa yang telah mau menerima dan mendukung saya selama melakukan penelitian di Desa tersebut.

8. Dan terimakasih yang sebesarnya buat semua teman dan sahabat yang telah rela membantu menyediakan segala keperluan dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga kita tetap selalu berjuang untuk hidup yang lebih baik.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Antropologi FISIP USU.

Medan, Mei 2008 Penulis

(Rudolf Andi Butarbutar) Nim. 020905025


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Ruang Lingkup Penelitian... 7

C. Lokasi Penelitian ... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D.1. Tujuan Penelitian ... 9

D.2. Manfaat Penelitian ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 18

F.1. Tipe Penelitian ... 18

F.2. Teknik Pengumpulan Data ... 19

F.2.1. Wawancara ... 19

F.2.2. Observasi ... 20

F.3. Analisa Data... 21

BAB II.GAMBARAN UMUM ... 25

A. Identifikasi Wilayah ... 25

A.1. Gambaran Umum Kab. Serdang Bedagai ... 25

A.2. Gambaran Umum Desa Pekan Tanjung Beringin dan Pantai Cermin Kanan ... 28

A.2.1. Letak Administratif Desa Pekan Tanjung Beringin ... 28

Letak administratif Desa Pantai Cermin Kanan ... 30

A.2.2. Letak Astronomis dan Geografis Desa Pekan Tanjung Beringin ... 32

Desa Pantai Cermin Kanan ... 33

A.2.3. Iklim Desa Pekan Tanjung Beringin ... 35

Desa Pantai Cermin Kanan ... 36

B. Kekayaan Alam Pesisir Pantai dan Laut ... 37

C. Tata Pemukiman serta Luas dan Pola Penggunaan Lahan ... 39

D. Sarana dan Prasarana serta Infra Struktur Sosial ... 42

D.1. Sarana Perumahan ... 42

D.2. Sarana Komunikasi ... 45

D.3. Sarana Pendidikan ... 46

D.4. Sarana Keagamaan ... 49

D.5. Sarana Kesehatan ... 50

D.6. Sarana Perekonomian ... 51


(8)

BAB III. PENGETAHUAN DAN AKTIFITAS PENGELOLAAN MASYARAKAT

NELAYAN TERHADAP EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT ... 56

A. Ekosistem Mangrove... 58

A.1. Pengumpul daun Nipah ... 61

A.2. Penebangan dan Pemanfaatan Hutan Bakau ... 63

A.3. Pertambakan dan Perkebunan Sawit ... 65

A.4. Organisasi Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove ... 67

B. Pengelolaan Ekosistem Trumbu Karang dan Laut ... 69

B.1. Organisasi dan Aturan Formal Terhadap Trumbu Karang... 74

B.2. Wilayah Penangkapan atau Jalur Penangkapan ... 75

C. Jenis Alat Tangkap Nelayan dan Pemanfaatan Sumber Daya Laut .. 78

C.1. Nelayan Kawasan Hutan Mangrove dan Pantai ... 80

C.1.1. Nelayan Pencari Biota-biota Laut ... 80

C.1.2. Nelayan Penangkap Ketam dan Kepiting ... 82

C.1.3. Nelayan Penjaring Ikan ... 84

C.1.4. Nelayan Pukat Pantai (Beach Seine Net) ... 85

C.1.5. Nelayan Jaring Gembung (Gill Net) ... 90

C.1.6. Nelayan Jaring Udang (Trammel Net) ... 92

C.1.7. Nelayan Pancing Acar (Line Fishing) ... 94

C.2. Nelayan Lepas Pantai dan Laut Lepas ... 95

C.2.1. Bagan Boat (Boat Lift Net) ... 96

C.2.2. Nelayan Pukat Ikan (PI) ... 101

C.2.3. Nelayan Pukat Langgai ... 104

C.2.4. Nelayan Pukat Cincin/Pukat Tongkol ... 105

D. Pemasaran dan Pengelolaan Hasil Tangkap ... 108

E. Pengetahuan Nelayan Terhadap Gejala Alam, Konflik dan Mitos Laut ... 114

E.1. Pengetahuan Tentang Gejala Alam (Membaca Cuaca dan Rotasi Bulan) ... 115

E.2. Konflik-konflik Nelayan ... 120

E.2.1. Konflik Sesama Nelayan Tradisional ... 121

E.2.1. Konflik Antar Nelayan Tradisional dan Nelayan Moderen .. 123

E.3. Kepercayaan Nelayan terhadap Mitos Laut ... 124

BAB IV. KETERKAITAN AKTIFITAS DAN PENGELOLAAN MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP KELESTARIAN EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT ... 127

A. Perubahan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut akibat Aktifitas Manusia ... 127

A.1. Kelestarian Ekosistem Mangrove ... 130

A.2. Kelestarian Ekosistem Terumbu Karang dan Padang Lamun . 132 A.3. Kelestarian Pesisir Pantai dan Sungai ... 137

B. Pandangan dan Sikap Nelayan terhadap Kerusakan Eksosistem Mangrove dan Ekosistem Trumbu Karang ... 139


(9)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 147 A. Kesimpulan ... 147 B. Saran ... 153 DAFTAR PUSTAKA

Lampiran Peta Wilayah Foto Dokumentasi Surat Penelitian


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel Variabel Penelitian ... 22

2. Tabel 1. Sarana Pendidikan Desa Pekan Tanjung Beringin ... 47

3. Tabel 2. Sarana Pendidikan Desa Pantai Cermin Kanan ... 47

4. Tabel 3. Sarana Peribadatan Di Kedua Desa ... 50

5. Tabel 4. Data Nelayan ... 55

6. Tabel 5. Data Mata Pencaharian Penduduk ... 55

7. Tabel 6. Data Kapal dan Alat Tangkap ... 79

8. Tabel 7. Data Sarana Budidaya, Produksi dan Pemasaran ... 108

9. Tabel Matriks Dampak dan Pengaruh Aktifitas Nelayan ... 143


(11)

Abstraksi

Butarbutar, Rudolf Andi 2008. Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir dan Laut (Studi deskriptif di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan di Kabupaten Serdang Bedagai).

Penelitian ini menjelaskan bagaimana masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan memanfaatkan dan mengelola segala jenis potensi sumberdaya pesisir dan laut mereka. Disamping itu, penelitian ini juga memaparkan bagaimana keterkaitan segala aktifitas ekonomi nelayan tersebut terhadap kondisi pesisir laut di wilayah desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan dan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang terkandung didalam ekosistem perairan dan laut, baik ekosistem hutan mangrove, dan ekosistem perairan lepas berupa berbagai jenis ikan, biota, dan tumbuh-tumbuhan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis atau primer. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci yaitu nelayan-nelayan yang aktif melakukan penangkapan penuh untuk memenuhi kebutuhan hidup, Kepala Desa dan beberapa masyarakat yang memiliki aktifitas selain nelayan. Observasi dilakukan untuk mengamati kerusakan hutan mangrove dan melihat aktifitas nelayan dalam pengoperasian alat tangkap dan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi bagi rumah tangga mereka.

Hasil penelitian menunjukkan komunitas masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan sangat intensif memanfaatkan dan mengelola berbagai sumberdaya yang terkandung didalam ekosistem perairan laut baik ekosistem hutan mangrove, pesisir danperairan lepas. Dalam mengeksploitasi sumber daya pesisir dan laut, nelayan memiliki pengetahuan lokal terhadap sumberdaya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga berakibat langsung terhadap pemilihan teknologi penangkapan, mekanisme operasi dan wilayah operasi penangkapan (perikanan pantai, lepas pantai dan perairan lepas). Beragamnya usaha-usaha pemanfaatan ekosistem laut dengan pengimplementasian aneka ragam terknologi penangkapan tradisional maupun moderen mencerminkan nuansa kompetisi antar dan antara sesama nelayan yang langsung dirasakan langsung oleh nelayan dilokasi penelitian.

Kondisi persaingan, pengelolaan tanpa terkendali, penggunaan alat tangkap yang melewati zona tangkap, penebangan hutan mangrove dan usaha-usaha pemanfaatan tanpa batas dan cenderung berlebihan mengakibatkan kondisi lingkungan pesisir dan laut mengalami perubahan yang menuju kemerosotan sumberdaya. Ketiadaan/hilangnya pranata-pranata lokal dan lemahnya perangkat hukum formal dalam mengatur segala bentuk aktifitas pengelolaan sumberdaya laut mengakibatkan perilaku eksploitasi yan merusak semakin menjadi-jadi. Hal hasil kemerosotan sumberdaya laut tersebut secara langsung mengakibatkan penurunan hasil tangkap dan berakibat penghasilan para nelayan secara ekonomi menurun drastis sehingga mereka tetap berada pada garis kemiskinan.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam mengatasi krisis ekonomi, sektor kelautan dan perikanan merupakan harapan sekaligus andalan pemerintah yang menjadi salah satu hal yang wajib dan harus dilirik oleh pemerintah saat ini. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki jumlah pulau sebanyak 17.508 buah dengan panjang pantai 81.000 kilometer sehingga termasuk negara kedua yang memiliki garis pantai terpanjang setelah Kanada. Luas wilayah laut negeri kita, termasuk didalamnya zona ekonomi eksklusif, mencakup 5,8 juta kilometer persegi, atau sekitar tiga perempat dari luas keseluruhan wilayah Indonesia (Dahuri 2002).

Dilihat dari keadaan geografis tersebut, maka Negara Indonesia terkenal memiliki potensi kelautan dan pesisir yang kaya. Potensi sumber daya pesisir di Indonesia dapat digolongkan sebagai kekayaan alam yang dapat diperbaharui termasuk didalamnya hutan Mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, dan ikan-ikan yang beraneka - ragam jenisnya. Dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti mineral, berbagai macam lingkungan dan sumber daya yang tidak dapat habis meliputi gelombang, energi pasang surut, energi angin dan matahari. Dengan kenyataan seperti itu sumber daya pesisir dan lautan Indonesia merupakan salah satu modal dasar pembangunan Indonesia yang sangat potensial disamping sumber daya alam darat.

Berbicara tentang pesisir pantai di Indonesia tidak terlepas dari sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada disekitarnya. Masyarakat pesisir pantai sebagian besar adalah nelayan. Masyarakat nelayan merupakan fenomena sosial yang saat ini yang merupakan tema yang sangat menarik untuk diteliti. Membicarakan


(13)

masyarakat pesisir hampir pasti yang selalu muncul adalah masyarakat yang marginal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa secara politik ataupun ekonomi. Terutama nelayan yang digolongkan sebagai nelayan musiman, nelayan yang hanya memiliki perahu tanpa motor atau nelayan buruh (Harahap, 2007: 17).

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat nelayan ini secara penuh bergantung pada sumber daya pesisir dan laut. Dimana mereka secara rutin memanfaatkan kekayaan alam pesisir dan laut untuk menunjang ekonominya. Mereka memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut dengan beragam cara diantaranya adalah penangkapan ikan, pemeliharaan ikan (Tambak), pemukiman, industri dan pariwisata.

Penangkapan ikan yang dilakukan para nelayan sudah berlangsung sejak dahulu. Dimana sumber daya alam yang ada di pesisir laut masih begitu banyak untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetapi saat ini sumber daya itu sudah mengalami penurunan secara drastis. Hal ini dikarenakan eksploitasi atau pemanfaatan sumber daya tersebut tidak disertai dengan pemeliharaan dan penjagaan terhadap ekosistem secara baik. Penggunaan alat tangkap yang berbahaya bagi lingkungan pesisir dan laut serta aktifitas ekonomi para nelayan menjadi salah satu penyebabnya. Di sisi lain pesisir dan laut merupakan muara seluruh aktifitas di darat. Berbagai limbah, mulai dari limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri dan berbagai sampah lainnya yang mengalir dari sungai-sungai baik yang sudah melewati proses pengolahan maupun yang belum pada akhirnya mengalir ke laut.

Menurut Dahuri (2003) sumber pencemaran di wilayah pesisir dan laut di Indonesia dapat di kelompokkan menjadi tujuh kelas yaitu industri, limbah cair pemukiman, limbah cair perkotaan, pertambangan pelayaran dan pertanian serta budidaya perikanan. Sedangkan jenis-jenis bahan utamanya terdiri dari sedimen,


(14)

unsur hara, logam beracun, pestisida, organisme patogen, dan bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut menjadi berkurang.

Salah satu contoh yang menjadi peristiwa pencemaran di pesisir dan laut akibat pencemaran logam berat (Hg dan Cd) adalah di Teluk Minamata, Jepang. Limbah logam tersebut telah dibuang ke Teluk Minamata sejak tahun 1940-an, tetapi dampak baru terdeteksi pada tahun 1960-an. Contoh lain juga pernah terjadi di Indonesia yaitu berkaitan dengan pembuangan air tambak udang yang dikelola secara intensif ke perairan pantai Utara Jawa yang berlangsung dari tahun 1981. Namun, akibatnya terhadap penurunan kualitas perairan baru dapat dirasakan pada tahun 1990-an, yang menyebabkan produktifitas tambak mengalami penurunan.

Persaingan antara nelayan tradisional atau nelayan dengan alat tangkap yang masih sederhana yang terdiri dari 1-4 orang dalam perahu atau motor tempel dan nelayan modern yang menggunakan fasilitas modern dengan anggota dan modal yang besar di lautan yang seluruhnya mereka gunakan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan ekonominya dapat pula mengakibatkan terganggunya ekosistem daerah pesisir pantai. Ini di karenakan penggunaan alat tangkap oleh nelayan yang memiliki modal besar sering digunakan tidak pada tempatnya dan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah diberlakukan di wilayah yang menjadi tempat bernaungnya berbagai kehidupan manusia dan kebutuhannya.

Pengoperasian alat tangkap trawl atau yang lebih dikenal dengan nama pukat harimau, menurut Dahuri (2003) adalah salah satu alat tangkap ikan yang telah dilarang oleh pemerintah untuk digunakan (sesuai dengan Keppres No. 9/1980). Pelarangan pengoperasian trawl tersebut dikarenakan pukat ini sering berlabuh menangkap ikan di zona perairan nelayan tradisional. Hal ini menjadi ancaman bagi nelayan tradisional yang hanya mampu menangkap ikan di daerah pesisir laut saja,


(15)

akibatnya nelayan yang hanya mampu menangkap ikan di daerah dangkal menjadi berkurang hasil tangkapannya. Karena trawl dengan segala kelebihannya dapat mengangkut ikan dalam jumlah besar, tanpa pandang bulu mulai dari terkecil hingga hingga ikan besar.

Di satu sisi modus tangkap trawl mampu memaksimalkan produksi dari segi kuantitas, terutama jika dihadapkan dengan target pertumbuhan ikan nasional. Namun beroperasinya kapal-kapal bermotor trawl yang dianggap bersifat ekspolitatif dan destruktif terhadap lingkungan perikanan laut, sekaligus akan mengalahkan nelayan tradisional yang masih menggunakan teknologi sederhana dalam persaingan merebut pangsa ikan.

Penggunaan pukat harimau dan modifikasinya menurut Dahuri (2003) ditemukan dengan nama yang berbeda disetiap tempat seperti Dogol di Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Jambi, Pukat Tepi di Jawa Timur, Sondong Sambo di Riau, Otok di Jawa Barat, Trawl Mini di Kalimantan Timur, Lampara Dasar di Kalimantan Timur, Riau, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat dan Jawa Tengah, Jor Arat di Jawa Barat dan Lampung, dan Centrang di Lampung. Sedangkan modifikasi pukat harimau ini disebut juga Pukat Ikan (PI) (Bappeda Sumatera Utara dan PKSPL IPB, 2002).

Kondisi nelayan tradisional semakin terjepit dan termarginalisasi kedalam jurang kemiskinan akibat ketidak mampuan bersaing dengan kelompok pemilik modal dalam ekpolitasi sumber daya laut, dan dikarenakan tekanan ekonomi mereka yang serba kurang, sehingga nelayan tradisional akhirnya berusaha untuk memperoleh ikan dengan cara yang dapat merusak lingkungan yaitu dengan cara menggunakan bahan yang beracun. Dahuri (2003) juga menjelaskan bahwa bahan beracun yang sering digunakan, seperti sodium atau potasium sianida, dapat menyebabkan kepunahan


(16)

jenis-jenis ikan karang seperti ikan hias, ikan kerapu, dan berbagai jenis ikan lainnya yang hidup di karang tersebut.

Rusaknya ekosistem laut bukan hanya disebabkan oleh tindakan nelayan semata namun kegiatan masyarakat sekitar pantai yang berupa aktifitas sehari-hari juga dapat mengakibatkan ekosistem laut bisa terganggu. Diantaranya adalah membuang sampah ke pinggiran pantai, pertanian, rumah tangga dan kegiatan industri yang membuang limbahnya ke tepi pantai sehingga membuat pesisir pantai tersebut menjadi tercemar. Contoh lain misalnya bisa disebabkan oleh pembuangan limbah pupuk pestisida dari para petani padi. Para petani yang ada di daerah pesisir walaupun secara tidak langsung akan membuat ekosistem laut di pesisir pantai tersebut rusak, sebab petani tersebut membuang sisa pupuk pestida yang terbuat dari bahan-bahan kimia hasil olahan pabrikan ke sungai yang mengalir ke arah laut. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu pemicu timbulnya dampak persoalan sedimentasi, etrofikasi, anoxia, kesehatan umum dan perikanan.

Hal-hal tersebut diatas juga terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai di pesisir pantai yang ada di kabupaten tersebut. Dua diantaranya adalah di desa Pekan Tanjung Beringin kecamatan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan kecamatan Pantai Cermin, di dua desa pesisir pantai tersebut merupakan pesisir pantai yang saat ini mengalami proses kerusakan yang mengakibatkan terjadinya banyak pencemaran lingkungan pesisir. Diantaranya adalah kerusakan trumbu karang dan ekosistem hutan mangrove yang berimplikasi mengganggu habitat perikanan. Rusaknya ekosistem mangrove dan trumbu karang tersebut telah mengakibatkan penurunan kwalitas lingkungan sumber daya ikan serta erosi pantai. Penurunan kualitas lingkungan ini menyebabkan banyak tambak tidak berfungsi dengan baik, serta berkurangnya daerah asuhan perikanan. Erosi pantai juga diperburuk oleh perencanaan dan pengembangan


(17)

wilayah pesisir yang tidak tepat, pengambilan pasir pantai untuk reklamasi, hotel, dan kegiatan lain yang bertujuan untuk menutup garis pantai dan perairannya.

Tingkat kemiskinan yang dialami nelayan akan mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan mereka. Dimana rata-rata para nelayan tidak berusaha memberi pendidikan yang layak pada anaknya. Sehingga para nelayan ini akan tetap mengalami pemiskinan, nelayan yang ada di Tanjung Beringin dan Pantai Cermin di Kabupaten Serdang Bedagai juga mengalami hal yang sama pula dimana para nelayan dengan alasan tekanan ekonomi telah membuat anak-anak mereka rata-rata hanya bisa mengecap pendidikan sekolah dasar saja. Hal seperti telah mendorong anak nelayan tidak lagi mengejar pendidikan tetapi bagaimana mendapatkan uang.

Akibat hutang yang dipinjamkan dari makelar atau para patron sangat besar maka memaksa nelayan yang menyewa atau meminjam modal dari mereka mengeruk ikan sebanyak-banyaknya tanpa melihat kondisi yang akan ditimbulkan. Nelayan penyewa akan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan ikan secara besar-besaran, agar dapat dijual kepada para makelar, patron atau bos-bos besar untuk menutupi hutang mereka. Untuk mendapatkan ikan yang besar mereka akan menggunakan bom yang dapat mematikan ikan lain, serta trawl dan bahan beracun lainya. Ditambah tidak adanya perencanaan pengelolaan untuk kepentingan mempertahankan atau menjaga eksosistem pesisir laut sebagai tempat mereka dalam menggantungkan hidup.

Para nelayan menurut Muktar Ahmad (dalam Konfrensi HNSI seluruh Indonesia Mei 1999 di Jakarta) sebenarnya tidak ada soal mengikuti aturan. Bahkan Ia menyarankan dikembangkannya pengelolaan perairan yang berbasis masyarakat. Masyarakat itu sendiri yang menjaga berlangsungnya aturan (Panji Masyarakat No. 5 Tahun III. 19 Mei 1999: 84). Ini perlu dilakukan mengingat masyarakat pesisir pantai


(18)

sejak zaman dahulu telah memiliki peraturan dan adat istiadat yang menyatukan dengan kehidupannya. Berdasarkan pada kajian Antropologi ternyata bahwa berbagai tempat di dunia ada sebagian masyarakat nelayan yang semenjak dahulu sampai sekarang mencoba masalah laut berupa "tragedi of the commons" dengan menerapkan pranata-pranata lokal yang mengatur sistem pembagian hak dan penguasaan wilayah perikanan di laut sebagai milik komunal, kelompok dan bahkan menjadi milik individual (lampe, 1996: 1). Kajian ilmiah menunjukkan bahwa pranata-pranata lokal seperti itu ternyata cukup memadai dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi dan ekologi bagi masyarakat nelayan.

Semua masalah dan fenomena diatas menjadikan peneliti tertarik meneliti lebih jauh tentang aktifitas ekonomi nelayan apakah berkaitan secara negatif ataukah positif terhadap lingkungan pesisir laut di desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin dan di desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai cermin dengan keadan lingkungan pesisir laut di dua daerah tersebut. Berdasarkan unsur-unsur yang akan dikaitkan antara aktifitas ekonomi, struktur sosial dalam masyarakat nelayan dan kondisi ekologi pada daerah tersebut.

B. Ruang Lingkup Penelitian

Kerusakan/ganguan ekosistem perairan (kawasan pesisir) sering diakibatkan dan didorong masalah-masalah lingkungan dan faktor-faktor sosial ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh aktifitas manusia dan para nelayan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya laut. Secara langsung penyimpangan itu terjadi berupa; penangkapan ikan menggunakan bahan peledak, tangkap yang berlebihan (over fishing), penggunaan alat tangkap trawl (pukat harimau), dan penebangan hutan bakau demi kepentingan tambak udang, kayu bakar dan lain-lain. Aktifitas manusia secara tidak langsung juga dapat menyebabkan kerusakan trumbu


(19)

karang antara lain: penggundulan hutan di hulu sungai dan intensifikasi pertanian yang dapat berakibat meningkatnya jumlah endapan yang dibawa air sungai ke laut. Pembangunan kawasan industri di sepanjang pantai yang hasil limbahnya dapat meracuni perairan di sekitar terumbu karang, bertambahnya pemukiman penduduk di kota-kota sepanjang pantai yang menghasilkan limbah domestik yang dapat mencemari air laut sekitar terumbu karang, pemboran minyak lepas pantai, perkembangan turisme di kawasan pesisir pantai dan laut dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik menulis mengenai keterkaitan aktifitas ekonomi oleh masyarakat dan nelayan di pesisir dan laut (aktifitas ekonomi nelayan penangkap ikan dan aktifitas masyarakat di darat) yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin dan di desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin di Kabupaten Serdang Bedagai. Masalah penelitian diperjelas dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Mengindentifikasikan aktifitas ekonomi nelayan dan masyarakat sekitar.

Pertanyaannya dapat diperinci dalam beberapa pertanyaan: apa saja mata pencaharian penduduk selain nelayan, jenis sumber daya yang dimanfaatkan, dan alat tangkap apa saja yang mereka gunakan.

2. Mendeskripsikan apakah aktifitas-aktifitas nelayan dan masyarakat sekitar tersebut mempengaruhi kelestarian ekologi pesisir pantai di dua daerah tersebut. Dalam hal ini peneliti mencoba menggali informasi bentuk-bentuk kerusakan yang ada, mengidentifikasikannya berdasarkan aktifitas ekonomi yang menjadi penyebabnya, dan mencari tahu apakah hal tersebut disebabkan oleh aktifitas nelayan.

3. Mendeskripsikan struktur sosial yang ada di masyarakat pesisir pantai Tanjung Baringin dan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Serta


(20)

mencari tahu hubungan aktifitas ekonomi dengan struktur sosial tersebut. Dalam hal ini peneliti mencari tahu struktur sosial yang ada di Tanjung Beringin dan Pantai cermin, mencari tahu kaitannya, serta peneliti mencari tahu upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pesisir panti tersebut.

C. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Beringin di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan, Kabupaten Serdang Bedagai. Di mana penduduk desa tersebut banyak bermata pencaharian sebagai nelayan yang hidup dari hasil laut. Alasan memilih lokasi ini karena di lokasi ini merupakan salah satu pesisir pantai di Sumatera Utara yang memiliki potensi untuk berkembang dan memiliki sumber kekayaan alam yang besar. Namun kehidupan para nelayan yang ada disana boleh dikatakan masih jauh dari kata cukup. Disamping itu pula lokasi ini merupakan salah satu pesisir pantai yang masyarakatnya mempunyai mata pencaharian yang beragam, diantaranya adalah sebagaian besar sebagai nelayan tradisional, pedagang, petani/pekebun, pegawai negeri dan sebagainya, serta sumber daya alam yang ada di pesisir daerah ini belum dikelola secara optimal oleh masyarakat dan nelayan setempat.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan atau mendeskripsikan aktifitas-aktifias ekonomi masyarakat yang ada di pesisir pantai yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir tersebut. Dan juga untuk menguraikan seberapa jauh aktifitas tersebut menjadi penyebab rusaknya pesisir pantai. Serta mencari tahu adakah penanganan masyarakat pesisir pantai tersebut terhadap masalah kerusakan


(21)

pesisir yang ada di daerah tersebut dan apa saja cara-cara yang digunakan dalam mengatasi kerusakan tersebut.

D.2. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini nantinya bermanfaat baik secara praktis dan maupun secara akademis. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan masyarakat Indonesia pada umumnya mengenai keadaan pesisir pantai yang saat ini mulai mengkhawatirkan. Dan secara akademis diharapkan dapat memperkaya kepustakaan tentang pengelolaan sumber daya pesisir di Indonesia. Dan mampu menjadi salah satu bahan bacaan bagi semua orang yang ingin mengetahui hal-hal yang berpautan tentang pesisir pantai.

E. Tinjauan Pustaka

Kebutuhan-kebutuhan manusia itu dipenuhi dengan cara memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada di lingkungan, yang menjadi energi bagi kelangsungan hidupnya. Karena sumber-sumber daya yang diperlukan oleh manusia itu terbatas dan berharga maka proses pemanfaatannya menyebabkan persaingan, konflik dan kerjasama, baik yang terjadi secara individual maupun secara kelompok masyarakat. Proses-proses ini berlaku universal yang dihindari oleh manusia adalah konflik atau kekacauan abadi atau chaos ( Suparlan dalam Muhadjir, 1987: 293-294).

Selaras dengan keberadaan manusia di lingkungannya, maka ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam kajian ekologi manusia untuk menganalisa hubungan antara manusia dan kebudayaanya dengan lingkungannya yaitu pendekatan determinisme lingkungan, posibilisme lingkungan dan pendekatan ekologi budaya.

Pendekatan determinisme lingkungan adalah pendekatan yang memandang manusia beserta budaya yang dimilikinya sebagai dari produk alam, yang secara langsung dan terus menerus dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, geografi dan


(22)

sumber-sumber alam sehingga berdamapak pada perkembangan manusia, masyarakat beserta kebudayaanya.

Pendekatan posibilisme lingkungan memandang lingkungan tidak secara langsung menjadi penyebab khusus perkembangan kebudayaan. Lingkungan hanya berperan sebagai pembatas berkembangnya unsur-unsur budaya tertentu di kalangan suatu masyarakat. Melalui pandangan ini kehidupan masyarakat kepulauan bisa menjadi pelaut atau nelayan dan tidak mungkin bisa dilakukan masyarakat pedalaman atau pegunungan (Rambo, 1996: 5-12 dalam Syamsuri, S. 2000)

Pendekatan ekologi budaya dari Steward (1955) lebih memperjelas hubungan timbal balik yang terjadi antara kebudayaan dan lingkungan melalui hubungan dengan alam sekitarnya, yang memiliki orientasi nilai budaya tiga jenis, yaitu tunduk terhadap alam, alam harus dikuasai atau dieksploitasi sehingga wajib untuk ditaklukkan manusia, dan harmonisasi atau keselarasan dengan alam.

Cerminan orientasi nilai budaya nelayan mempercayai adanya kekuatan penghuni laut yang harus dipatuhi maka mereka melakukan upacara jamu laut, menaklukkan laut dengan teknologi modern dan hubungan harmoni, dengan penangkapan ikan secara tradisional tanpa disadari mengandung aspek kelestarian.

Menurut Soemarwoto persepsi orang desa tentang kualitas lingkungan sangat dipengaruhi oleh pandangan orang terhadap ekosistemnya. Dalam hubungannya dengan lingkungan hidup orang desa pada umumnya memiliki pandangan holistik atau imanen. Oleh karena itu salah satu persepsi orang desa tentang kebutuhan dasar bukan mengutamakan pada kemakmuran materi, melainkan lebih dalam yaitu keserasian dirinya dengan lingkungan hidup (1978: 12-15. Dalam Syamsuri. S. 2000).

Wujud manusia yang selalu mencari keselarasan dengan ini dilandasi pemahaman bahwa manusia merupakan salah satu unsur dalam ekosistem yang


(23)

menduduki tempat yang terpenting. Namun dengan akal yang dimiliki , manusia dalam memenuhi kebutuhan disesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitarnya.

Pengetahuan tentang alam sekitarnya misalnya tentang musim sifat atau gejala alam dan sebagainya. Pengetahuan tersebut biasanya berasal dari kebutuhan praktis yang berhubungan dengan mata pencaharian hidup seperti nelayan. Selain itu pengetahuan tentang alam flora, dan fauna laut kiranya juga cukup esensial bagi kehidupan manusia khususnya yang bermata pencaharian pokok sebagai nelayan. Mereka harus dapat mengidentifikasi tentang sifat-sifat alam, ikan-ikan, tumbuhan dan lokasi-lokasi serta kondisi laut. Pengetahuan ini akan berpengaruh langsung terhadap tindakan-tindakan, keputusan-keputusan nelayan untuk menentukan inovasi-inovasi teknologi dalam rangka pemanfaatan sumberdaya laut.

Interaksi antar komponen itu berjalan harmonis namun manakala modernisasi telah merambah ke seluruh sendi kehidupan nelayan, terutama dalam hal penangkapan ikan dampak yang ditimbulkan sering kali merubah bahkan merusak lingkungan hidup kelautan. Persoalan ini makin pelik manakala dihadapkan dengan semakin rusaknya ekosistem terumbu karang, mangrove, banyaknya pencemaran dan limbah laut yang menyebabkan semakin langkanya jenis-jenis ikan tertentu. Dalam hal ini siapakah yang patut disalahkan, nelayan modern yang memiliki alat tangkap demikian canggih ataukah nelayan tradisional yang kelaparan karena posisinya makin terjepit.

Modernisasi alat tangkap penangkapan telah menjadi inovasi pilihan terutama bagi banyak nelayan, terlepas dari dampak positifnya. Scot (1983: 17) berpendapat bahwa modernisasi akan menyebabkan eksploitasi dari yang kuat pada yang lemah dan terkikisnya struktur tradisional masyarakat. Karena masuknya modernisasi perikanan ini dapat saja terjadi apa yang dikhwatirkan tersebut, terlebih sebagai anggota masyarakat yang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan laut dan pantai,


(24)

mereka pada umumnya telah mempunyai pengalaman tersendiri dalam melukiskan laut dan pantai dalam kehidupan mereka.

Sering terjadi eksploitasi dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut antar nelayan (modern/tradisional) dan masyarakat sekitarnya yang menggunakan teknologi modern tersebut, munculnya dampak eksploitasi berlebihan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan berimplikasi pada merusaknya komoditas biota-biota dan hayati laut seperti, udang, rumput laut dan sebagainya.

Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; dalam Harahap 2007).

Definisi wilayah pesisir sebagaimana dikemukakan diatas memberikan suatu pengertian bahwa wilayah pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun secara tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir.

Pencemaran yang terjadi pada pesisir pantai tidak terlepas dari keberadaan masyarakat sekitar pantai. Membicarakan masyarakat pesisir pantai hampir pasti yang selalu muncul adalah nelayan baik yang digolongkan sebagai nelayan musiman,


(25)

nelayan yang hanya memiliki perahu tanpa motor atau nelayan buruh (Harahap, 2007: 17). Definisi nelayan yang dipakai dan di terima hingga saat ini khususnya dalam buku statistik perikanan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal perikanan, adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Sementara orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapannya kedalam perahu/kapal tidak digolongkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin dan juru masak yang bekerja diatas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan walaupun mereka secaraa tidak langsung melakukan penangkapan ikan (Dirjen Perikanan, Deptan, 1987).

Isu-isu kemiskinan nelayan dan berbagai akibatnya dalam konteks akademis, mulai mencuat kepermukaan ketika memasuki awal tahun 80-an. Pada masa itu, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan yang dikenal dengan program motorisasi perahu dan modernisasi peralatan tangkap telah berlangsung satu dasawarsa. Kebijakan ini telah mendorong proses eksploitasi sumberdaya perikanan secara intensif. Dampak lanjutan dari proses yang demikian ini adalah timbulnya kelangkaan sumberdaya perikanan, konflik antar nelayan, kesenjangan sosial, kemiskinan serta kerusakan ekositem pesisir dan laut.

Jika diamati secara seksama, kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor-faktor kompleks yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Faktor-faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan kedalam faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktifitas kerja mereka. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi di luar diri dan aktifitas kerja nelayan (Kusnadi, 2004).


(26)

Kemiskinan yang selalu menjadi masalah bagi masyarakat pesisir dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan sosial, politik dan ekonomi yang melanda, dan ketidak berdayaan mereka terhadap inventasi pemodal, dan penguasa yang datang.

Beberapa tulisan mengenai masyarakat pesisir yang menggambarkan kemiskinan atau kondisi ekonomi masyarakatnya adalah tulisan dari beberapa orang peneliti yaitu salah satunya adalah dari Mubyarto (1984) misalnya, dia menganalisis perekonomian masyarakat pesisir yang miskin di Jepara. Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan masyarakat pesisir pantai lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan struktur yaitu terbaginya masyarakat pesisir dalam beberapa kelompok yaitu disatu pihak ada kelompok kaya dan sangat kaya, dan dipihak yang lain ada kelompok yang miskin dan sangat miskin. Penelitian menunjukkan adanya dominasi/eksploitasi masyarakat pesisir kaya terhadap masyarakat pesisir miskin. Hampir sama dengan penelitian diatas, Mubyrato dan Sutrisno (1988) juga melihat kemiskinan masyarakat pesisir di kepulauan Riau. Menurut mereka, kemiskinan yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan nelayan yang kaya terhadap nelayan yang miskin.

Di Sumatera Utara hasil penelitian-penelitian mengenai masyarakat pesisir cenderung juga menunjukkan kondisi yang sama yaitu mereka hidup dalam kemiskinan. Misalnya yang dilakukan Zulkifli (1989) di desa Bagan Deli kecamatan Labuhan, yang menyebabkan kemiskinan nelayan adalah struktur patron dan klien antara pemborong dan nelayan, dimana para pemborong menguasai dan menekan harga ikan-ikan hasil tangkap para nelayan tanpa melihat bagaimana keadaan dan kondisi ekonomi nelayan yang lemah.


(27)

Harahap (1992, 1993, 1994) telah melakukan serangkaian penelitian yang berkaitan dengan kemiskinan pesisir di tiga pantai timur Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan adalah faktor budaya dan rusaknya sumber daya alam khususnya daerah laut dan perikanan yaitu ekosistem mangrove yang telah diubah menjadi tambak udang. Selain faktor-faktor diatas yang menyebabkan mereka miskin juga adanya konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan modren dengan alat-alat tangkap yang masih sederhana, nelayan tradisional tidak bisa menandingi persaingan dengan nelayan moderen yang memiliki alat tangkap yang lebih canggih dan memiliki modal yang besar.

Masalah kemiskinan masyarakat pesisir tidak terlepas dari permasalahan pengelolaan lingkungan hidup di wilayah pesisir dan laut. Landasan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah perencanaan yang menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial budaya dan kelestarian smberdaya alam dan lingkungan hidup (Alikodra, 2006). Undang-undang no 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, mendefenisiskan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup, serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan manusia, dengan tujuan:

a. tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan ligkungan hidup sebagai tujuan pembangunan manusia seutuhnya.

b. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana. c. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan.


(28)

d. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

e. Terlindungnya negara terhadap dampak kegiatan diluar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan (Sugandhy, 2000 dalam Harahap 2007).

Selanjutnya Siregar (2004) juga menjelaskan ada 3 aset dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan infrasturktur. Sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Adapun definisi pembangunan berkelanjutan tersebut adalah: ”Pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya.”(Siregar, 2004 dalam Harahap 2007). Sumberdaya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, ketrampilan dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi didirinya maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. Sedangkan infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun keberlanjutan di masa yang akan datang.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan berkelanjutan menurut Propenas (Program Pembangunan Nasional) adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat dan negara maju dengan negara


(29)

berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang optimal.

F. Metode Penelitian F.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif untuk menggambarkan keterkaitan aktifitas ekonomi nelayan terhadap rusaknya lingkungan sumber daya alam pesisir pantai yang ada di Tanjung Beringin dan Pantai Cermin. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1980), penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala hubungan tertentu antar suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan (action research) dan pendekatan Partisipasi Rural Aprisial (PRA). Penelitian tindakan dilaksanakan dimana peneliti ikut serta mengamati segala aktifitas masyarakat nelayan, pada saat memanfaatkan sumberdaya laut seperti memancing, menjaring dan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pemanfaatan potensi laut.

Partisipasi Rural Aprisial (PRA) disini melihat keterlibatan masyarakat nelayan secara langsung dalam seluruh kegiatan dalam rangka memanfaatkan sumberdaya laut, dimana peneliti memandang nelayan sebagai aktor utama dalam penggunaan sumber daya alam ini. Tujuan peneliti agar mendapatkan informasi-informasi utama yang sangat lokal dari nelayan menyangkut segala fenomena pemanfaatan sumberdaya laut yang meliputi segala aktifitas ekonomi dan pengaruh-pengaruhnya terhadap alam.


(30)

F.2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai informasi atau data-data seputar rusaknya ekosistem pesisir pantai yang berasal dari perilaku aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di tepi pantai Kabupaten Sedang Bedagai. Pengumpulan data pada tahap awal dilakukan dengan studi kepustakaan, disini dimaksudkan untuk kepentingan teoritis dan konsep-konsep yang dilihat dalam menganalisa fenomena yang akan diteliti. Studi kepustakaan dilaksanakan terhadap buku-buku, artikel/makalah, jurnal-jurnal ilmiah serta tulisan-tulisan para praktisi peneliti sebelumnya yang mempunyai hubungan dengan masalah yang akan ditiliti. Dan untuk mendapatkan informasi tersebut maka peneliti akan menggunakan teknik yang berupa:

F.2.1. Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas mendalam (Depth interview) ataupun wawancara biasa sebagai pendukung data yang nantinya akan diperoleh. Nantinya wawancara ini dilakukan dengan pedoman daftar pertanyaan (interview quide). Wawancara ini nantinya akan dilakukan dengan menggunakan teknik snow ball atau dengan kata lain wawancara dilakukan dengan informan pertama yang dapat memberikan informasi siapa-siapa saja nantinya yang dapat memberikan informasi yang akurat. Suasana wawancara dilakukan secara bebas dan terbuka dalam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan.

Wawancara dilakukan dengan informan kunci, informan pangkal dan informan biasa. Yang pertama sekali menjadi informan adalah perangkat desa (Kepala Desa, wakil atau sekretarisnya) dan para LKMD atau yang biasa disebut dengan informan pangkal dimana nantinya dari informan ini diketahui siapa-siapa saja yang mengerti


(31)

tentang aspek-aspek yang akan diteliti. Tidak menutup kemungkinan diantara mereka juga akan menjadi informan kunci. Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan yang luas terhadap permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini informan kunci lebih diprioritaskan pada orang-orang yang terkait langsung pada aktifitas pemanfaatan sumber daya alam laut, mereka itu adalah para nelayan-nelayan bagan pancang, bagan boat, nelayan jaring dan pencari biota-biota yang ada dikawasan pesisir laut. Mereka terdiri dari pemilik modal, nelayan buruh (juragan/tekong dan anak buah). Sedangkan informan biasa adalah para penduduk desa, pedagang, petani baik dari tokoh masyarakat lainnya. Dari mereka diperoleh informasi yang dapat memperkuat dan memperjelas data yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup serta keadaan pesisir di wilayah Tanjung Beringin dan Pantai Cermin.

F.2.2. Observasi

Untuk melengkapi data, peneliti melakukan teknik pengamatan (observasi) secara non partisipasi. Pengamatan ini dilakukan guna mengamati kegiatan-kegiatan nelayan dan masyarakat sekitar di lokasi-lokasi baik secara partisipasi maupun non partisipasi dalam aktifitas tersebut. Pengamatan partisipsi dilaksanakan peneliti dengan turut aktif bersama nelayan (informan) dalam kegiatannya di lokasi-lokasi yang dituju saat menangkap ikan, mencari biota laut dan sumber daya lain, hingga segala aktifitas nelayan yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemanfaatan sumberdaya laut dan diamati dan dianalisa secara keseluruhan. Sedangkan non partisipasi dilakukan dengan mangamati dimana peneliti tidak ikut turut serta dalam aktifitas tersebut dengan tujuan menjaga objektifitas data.


(32)

F.3. Analisa Data

Pengolahan data dilakukan secara kualitatif secara diperoleh dari hasil pengumpulan data seperti dari hasil kepustakaan, observasi dan wawancara di lapangan. Data yang diperoleh tersebut dikumpulkan, dikategorisasikan dan dipahami dengan baik. Kemudian data tersebut diolah setelah dilakukan penganalisaan tiap-tiap data yang telah dikumpulkan. Menguraikannya pada bagian-bagian permasalahan dengan membuat sub-sub judul pada bab-bab dalam tulisan ini. Dari uraian data-data yang dikumpulkan dari lapangan, diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti.


(33)

22

VARIABEL PENELITIAN

Masalah yang

diidentifikasi

Jenis data Teknik

pengumpulan data

Sumber data / Informasi

Analisa data

1. Identifikasi aktifitas ekonomi masyarakat dan nelayan penangkap ikan

- Semua jenis mata pencarian penduduk atau pekerjaan penduduk desa (baik mata pencaharian utama maupun sampingan).

- Mencari tahu tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat Tanjung Beringin dan Pantai Cermin terhadap pengelolaan ekosistem di pesisir laut. - Menyebutkan jenis sumber daya

alam yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat dan nelayan.

- Identifiksi luas lahan dan sumber-sumber ekonomi produktif lainnya, - Mengidentifikasi alat-alat tangkap

dan cara-cara para nelayan dalam

- Pengamatan, wawancara, sumber-sumber sekunder (dari koran setempat, majalah dll)

- Kepala desa, penduduk lokal, pedagang,

pengusaha, petani, nelayan dan lain-lain.

- Mendeskripsikan jenis-jenis mata pencaharian berdasarkan

pemanfaatan sumber daya alam secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh masyarakat dan nelayan setempat.


(34)

23 2. Identifikasi apakah

aktifitas ekonomi masyarakat dan nelayan penangkap ikan tersebut berpengaruh terhadap lingkungan pesisir laut.

menangkap ikan di laut

- Menggali informasi bentuk

kerusakan-kerusakan apa saja yang ada di dua daerah peisisir pantai di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan. - Mengidentifikasikan

kerusakan-kerusakan tersebut berdasarkan aktifitas ekonomi masyarakat dan nelayan pesisir. Contohnya penggunaan Trawl, yang dapat merusak trumbu karang. Pencemaran yang berupa

pembuangan limbah industri, rumah tangga, pertanian, dan sampah - Menggali informasi apakah benar

aktifitas-aktifitas ekonomi tersebut menjadi pemicu rusaknya pesisir pantai dan laut.

- Pengamatan dan wawancara mendalam

- Kepala desa, penduduk lokal, tokoh masyarakat, pedagang, nelayan

- Mendeskripsikan seberapa jauh aktifitas ekonomi masyarakat dan nelayan pesisir pantai tersebut berpengaruh pada kerusakan-kerusakan pesisir pantai dan laut.


(35)

24 3.Identifikasi struktur sosial

dan tingkat pendidikan yang ada di masyarakat pesisir pantai kecamatan Tanjung Baringin dan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai.

- Menggali informasi mengenai struktur-struktur sosial yang ada di masyarakat pesisir yang ada di daerah tersebut.

- Mencari tahu apakah aktifitas ekonomi berkaitan dengan struktur sosial tersebut.

- Mencari tahu apakah ada

pengelolaan terhadap pesisir pantai dan laut secara terpadu dan

berkelanjutan.

- Wawancara mendalam dan

pengamatan langsung.

- Penduduk lokal, tokoh masyarakat, kepala desa, tokoh masyarakat

- Mendeskripsikan struktur sosial tersebut dan mencari tahu kaitannya dengan aktifitas

ekonomi masyarakat pesisir pantai tersebut

- Mendeskripsikan jenis-jenis pengelolaan yang ada dan apa saja fungsi dan kegunaan pengelolaan itu.


(36)

BAB II

Gambaran Umum

A. Identifikasi Wilayah

A.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai

Desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan merupakan wilayah dari kecamatan Tanjung Beringin dan kecamatan Pantai Cermin yang ada di kabupaten Serdang Bedagai yang beribukotakan Sei Rampah. Serdang Bedagai adalah sebuah Kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang. Proses pemekaran Kabupaten Deli Serdang secara hukum dimulai dari ditetapkannya keputusan DPRD Kabupaten Deli Serdang nomor: 13/KP/tahun 2002 tanggal 2 Agustus 2002 tentang persetujuan pembentukan / pemekaran Kabupaten Deli Serdang. Selanjutnya DPRD Propinsi Sumatera Utara melalui keputusan No: 181/K/2002 tanggal 21 Agustus 2002 menetapkan persetujuan pemekaran Kabupaten Deli Serdang. DPRD Kabupaten Deli Serdang melalui keputusan No 26/K/DPRD/2003 tanggal 10 Maret 2003 Menetapkan persetujuan usul Rencana Pemekaraan Kabupaten Deli menjadi 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang sebagai Kabupaten induk dan Kabupaten Serdang Bedagai sebagai Kabupaten Pemekaran dengan ibukota Sei Rampah.

Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 20 57” Lintang Utara, 30 16” Lintang Selatan, 980 33” Bujur Timur, 990 27” Bujur Barat dengan luas wilayah 1.900,22 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah utara dengan Selat Malaka,


(37)

- Sebelah timur dengan Kabupaten Asahan dan Kabupaten Simalungun, - Serta sebelah barat dengan kabupaten Deli Serdang.

Dengan ketinggian wilayah 0-500 meter dari permukaan laut. Wilayah Kabupaten

Serdang Bedagai terdiri dari 17 kecamatan yaitu: Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Seirampah, Sei Bamban, Tanjung Beringin, Bandar Khalipah, Tebing Tinggi, Tebing Syahbandar, Sipispis, Dolok Merawan, Dolok Masihul, Suka Jadi, Kotarih, Silinda dan Bintang Bayu, serta terbagi menjadi 243 desa, 6 kelurahan dan 1130 dusun, didiami oleh penduduk dari beragam etnik/suku bangsa, agama dan budaya. Suku-suku yang mendiami Kabupaten ini diantaranya: Melayu, Karo, Tapanuli, Simalungun, Jawa dan lainya yang tersebar diberbagai kecamatan yang ada.

Sejak terbentuknya Pemerintahan daerah yang baru, Sei Rampah yang menjadi Ibukota pemerintahannya menjadi salah satu kota yang maju pesat secara ekonomi. Dan selain kota Rampah, Kecamatan Perbaungan juga merupakan kota tempat pusat perdagangan yang menjadi andalan Kabupaten ini. Dalam hal potensi Sumberdaya Alam Serdang Bedagai memiliki banyak sekali potensi yang dapat dijadikan tambang emas untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya.

Dari dahulu, wilayah yang berbatasan dengan Selat Malaka ini dikenal sebagai daerah perkebunan. Berbeda dengan kabupaten induknya, Deli Serdang, yang lebih dikenal dengan perkebunan tembakau, Serdang Bedagai hanya mewarisi perkebunan kelapa sawit, karet, kakao dan sedikit tembakau. Selain itu, daerah ini juga mendapat sebagian wilayah dataran rendah Deli Serdang di sebelah timur.


(38)

Perikanan, pertanian tanaman pangan, industri, dan perdagangan sedikit banyak mulai berkembang sebelum Serdang Bedagai memisahkan diri. Wilayah yang dilewati jalan trans- Sumatera, mengelilingi Kota Tebing Tinggi, dan berbatasan dengan Selat Malaka merupakan keuntungan tersendiri untuk modal awal pembangunan sebuah kabupaten baru. Perikanan laut merupakan harta karun yang belum maksimal dikembangkan. Didukung oleh garis pantai 98 kilometer dan melewati lima kecamatan, seharusnya perikanan dapat lebih maju. Perkembangan perikanan budidaya payau sayangnya terbentur mewabahnya penyakit udang monodon baculo virus (MBV). Tidak sedikit tambak yang tidak terpakai dan tidak berproduksi lagi. Perikanan laut juga belum dimanfaatkan sepenuhnya. Padahal, produksi perikanan laut 25.313 ton, lebih besar dari budidaya air payau.

Dua diantara Kecamatan Serdang Bedagai yang memiliki potensi besar dalam hal perikanan laut namun belum dikelola secara baik adalah Kecamatan Tanjung Beringin dan Kecamatan Pantai Cermin. Dan penelitian yang berjudul “Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir laut” ini dilakukan di dua desa di kecamatan tersebut. Dan dua desa tersebut adalah desa Pekan Tanjung Beringin di kecamatan Tanjung Beringin dan di desa Pantai Cermin Kanan di kecamatan Pantai Cermin. Dua desa ini adalah salah satu yang memiliki potensi sumberdaya laut yang tinggi. Namun potensi tersebut belum mampu menjadikan warga nelayan yang ada di desa tersebut memiliki tingkat ekonomi yang mapan. Walaupun demikian kondisi fisik wilayah pesisir dan laut di wilayah ini terlihat memprihatinkan.


(39)

A.2. Gambaran Umum Desa PekanTanjung Beringin dan Desa Pantai Cermin Kanan.

A.2.1. Letak Administratif Desa Pekan Tanjung Beringin.

Kecamatan Tanjung Beringin ini terbagi atas beberapa desa yang masuk dalam struktur administratif pemerintahan kecamatan. Masing-masing desa memiliki beberapa dusun. Keseluruhan Desa berjumlah 8 desa yaitu: Suka Jadi, Mangga Dua, Nagur, Pekan Tanjung Beringin, Bagan Kuala, Tebing Tinggi, Pematang Cermai, dan Pematang Terang.

Desa Pekan Tanjung Beringin yang memiliki 15 dusun adalah merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Tanjung Beringin yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai. Dan memiliki jarak paling dekat dengan Ibukota Kabupaten yaitu berkisar 7 Km dari Sei Rampah. Luas wilyah Kecamatan Tanjung Beringin: 7.766, 09 Ha (74, 17 Km2) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatas dengan Serdang Bedagai sebagai ibukota Kabupaten.

 Sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan Pantai Cermin

 Sebelah timur berbatas dengan Tebing Tinggi

 Sebelah barat berbatas dengan Sei Rampah

Luas wilayah tersebut terdiri dari:


(40)

 Sawah non irigasi : 4.161,00 Ha

 Lainnya (termasuk lahan perumahan) : 2.069,89 Ha

Untuk mencapai wilayah desa ini tidak begitu sulit. Jarak wilayah ini bila dari Amplas dapat ditempuh dengan angkutan umum selama 2,5 jam. Angkutan umum yang digunakan adalah Dirgantara yang langsung menuju wilayah Kecamatan, yang merupakan pemberhentian terakhirnya berada di desa Pekan Tanjung Beringin.

Menurut masyarakat setempat nama Tanjung Beringin memiliki segi historis yang cukup menarik. Pada jaman kerajaan dahulu sebelum Indonesia merdeka wilayah kecamatan Tanjung Beringin sekarang ini adalah merupakan kerajaan negeri Padang Bedagai, Wilayah Kerajaan Bedagai ini sendiri meliputi Tanjung Beringin, Sei Rampah, Teluk Mengkudu, Dolok Masihul dan Bandar Khalifah, yang pusat kerajaannya berkedudukan di Bedagai yang Rajanya diberi Gelar Pangeran Sulung Laut. Bagian-bagian wilayah kerajaan Padang Bedagai masing-masing dikepalai oleh seorang datuk, dan datuk Tanjung Beringin diberi gelar datuk Sri Amar Asmara. Setelah proklamasi kemerdekaan, wilayah Datuk Tanjung Beringin diubah namanya menjadi Luhak yang dikepalai oleh seorang Luhak. Pemakaian istilah Luhak ini hanya berlangsung selama kurang lebih 3 bulan, seterusnya diganti dengan istilah Kecamatan yang dikepalai oleh seorang asisten Wedana yaitu sebagai bagian dari wilayah Kewedahan Bedagai yang wilayahnya meliputi wilayah Kerajaan Negeri Bedagai.

Kemudian setelah terjadi agresi militer Belanda II pada tahun 1974 terbentuk Negara Sumatera Timur dan wilayah Kecamatan Tanjung Beringin ditetapkan menjadi daerah distrik Bedagai yang dikepalai oleh seorang Distrik. Setelah bubarnya Negara


(41)

Sumatera Timur, Distrik Bedagai diubah lagi namanya menjadi Kecamatan Tanjung Beringin yang wilayahnya berada di bawah naungan Kabupaten Deli Serdang. Setelah berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah telah terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam system pemerintahan baik di pusat maupun di daerah begitu pula di Kecamatan Tanjung Beringin. Sejak dikeluarkannya UU. No. 36 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 18 Desember 2003 maka mulai bulan Januari 2004 Kecamatan Tanjung Beringin menjadi salah satu kecamatan yang berada di kabupaten Serdang Bedagai. Dari latar belakang tersebut maka kecamatan Tanjung Beringin dalam melaksanakan tugasnya menerima kewenangan dari Bupati Serdang Bedagai dalam penyelenggaraan roda pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.

Desa Pantai Cermin Kanan

Desa Pantai Cermin Kanan merupakan salah satu desa pada wilayah Kecamatan Pantai Cermin yang terletak disebelah Barat Laut kota Sei Rampah yang merupakan ibukota Kabupaten Serdang Bedagai dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka, serta Kabupaten Deli Serdang, merupakan daerah pesisir pantai timur sumatera, daerah wisata bahari, merupakan kunjungan wisata baik mancanegara maupun domestic, serta lumbung beras kabupaten Sergai. Kecamatan Pantai Cermin terbagi atas beberapa desa yaitu: Desa Pantai Cermin Kanan, Pantai Cermin Kiri, Kota Pari, Celawan, Ujung Rambung, Kuala Lama, Besar II Tanjung, Sementara, Arah Payung, Pematang Kasih, Lubuk Saban, dan Naga Kisar.


(42)

 Sebelah utara: Selat Malaka

 Sebelah selatan: Perbaungan

 Sebelah barat: Sei Ular / kab. Deli Serdang

 Sebelah timur: Perbaungan

Desa Pantai Cermin Kanan terletak pada 20 57” Lintang Utara, 30 16” Lintang Selatan, 980 33” Bujur Timur, 990 27” Bujur Barat, ketinggian berkisar 0-3m dari permukan laut dengan luas daerah 362,6 Ha, secara administrative berbatasan dengan:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kota Pari dan Desa Celawan - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Besar II Terjun

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pantai Cermin Kiri

Untuk mencapai desa ini tidak begitu sulit. Dari Amplas banyak angkutan umum yang dapat dinaiki walaupun tidak langsung menuju daerah ini. Angkutan yang digunakan harus menuju Kota Perbaungan terlebih dahulu. Sampai di Kota Perbaungan maka turun dipersimpangan Pantai cermin, perjalanan dapat dilanjutkan dengan (bila mampu) berjalan kaki atau pun dengan becak motor yang berongkos Rp 5000,-. Hal ini disebabkan angkutan umum untuk menuju wilayah Pantai Cermin belum ada. Tidak ada yang mengetahui secara pasti mengapa wilayah ini tidak dilalui angkutan umum. Namun menurut masyarakat setempat hal ini dikarenakan wilayah Pantai Cermin adalah kawasan wisata, sehingga untuk menuju kesana harus menggunakan becak motor agar masyarakat yang ada disana mempunyai penghasilan tambahan.


(43)

Saat ini jalan menuju wilayah Pantai Cermin Kanan telah diaspal dengan baik. Dahulu kira-kira 5-6 tahun yang lalu jalan aspal ini kondisinya rusak, sehingga bila menuju wilayah tersebut masyarakat selalu mengeluh karena jalan aspal tersebut dijumpai banyak lubang dan bila hujan tiba maka jalan ini akan becek (berlumpur). Pengaspalan ini dilakukan adalah upaya untuk kemajuan pariwisata pantai yang ada di wilayah tersebut. Sepanjang jalan menuju desa Pantai Cermin Kanan, hawa panas dan kebun kelapa sawit, dua hal itulah yang pertama kali dirasakan saat memasuki wilayah Pantai Cermin Kanan. Sepanjang perjalanan, pemandangan tidak pernah berubah, sebelah kanan dan kiri jalan hamparan kebun kelapa sawit yang masih muda ataupun yang sudah menghasilkan. Dari dahulu, wilayah yang berbatasan dengan Selat Malaka ini dikenal sebagai daerah perkebunan. Perkebunan kelapa sawit tersebut sebahagian besar adalah milik para pengusaha cina yang menanamkan modalnya didaerah ini, dan sebahagian milik pabrik minyak PT. Andolin, dan sebahagian kecil adalah milik warga desa yang bermukin di Pantai Cermin Kanan ini. Batasan kepemilikan kelapa sawit ini yang digunakan oleh pemiliknya adalah berupa plat kayu yang bertulisakan wilayah nama atau perusahaan yang memilikinya.

A.2.2 Letak Astronomis dan Geografis Desa Pekan Tanjung Beringin.

Keadaan permukaan tanah diwilayah desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin ini berbeda-beda antara satu tempat dengan lainnya, kira-kira 0,5 mm dari permukaan laut. Sebagian besar terdiri dari tanah berwarna coklat tua, padat dan sedikit berpasir. Bila desa yang berada dekat dengan pesisir pantai maka kondisi


(44)

tanahnya akan lebih landai dan berawa-rawa yang di tumbuhi oleh pohon nipah dan bakau jenis api-api yang tumbuh secara liar. Dan bila desa berada jauh dari pantai maka kondisi tanahnya kering keras dan padat dan banyak ditanami kelapa sawit oleh penduduk sekitar ataupun para pengusaha yang menanamkan modalnya di wilayah itu, ada juga jenis tanah yang gembur yang sangat cocok ditanami jenis tanaman ladang dan bisa pula dijadikan areal persawahan.

Lokasi trumbu karang terdapat di Pulau Berhala yang secara administratif termasuk ke wilayah kecamatan Tanjung Beringin. Pulau ini merupakan pulau yang tidak berpenghuni dan berbatasan dengan Malaysia disebelah Timur dan sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara. Pulau ini memiliki kekayaan alam yang masih alami berupa keindahan trumbu karang bawah laut dan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi serta menjadi habitat berbagai jenis flora dan fauna.

Selain memiliki keindahan pantai, pulau ini memiliki kecenderungan hayati yang tinggi, karena didalamnya terdapat dua tipe hutan yang berbeda, yaitu hutan tropika basah (hutan mangrove) dan hutan lahan kering. Aksesibilitas menuju Pulau berhala tergolong sangat mudah, karena berada dijalur pelayaran yang ramai. Untuk menuju ke pulau ini dapat dicapai dengan menggunakan kapal motor atau boat bermesin dengan menempuh waktu sekitar 2,5 jam. Namun untuk memasuki pulau ini perlu izin khusus karena merupakan daerah pembuangan amunisi.

Desa Pantai Cermin Kanan.

Kecamatan pantai cermin memiliki panjang garis pantai 21 km dengan kondisi tanah datar. Dikarenakan kondisi pantai dikecamatan ini banyak yang memiliki pasir


(45)

yang putih dan bersih, maka pemerintah kabupaten lebih memfokuskan pengembangan wisata laut sebagai andalan kabupaten Serdang Bedagai. Saat ini Kecamatan Pantai Cermin telah memiliki 5 lokasi pantai yang telah dikelola, yang terdiri dari: Pantai Mutiara 88, Pantai Gudang Garam, Pantai Pondok Permai, Pantai Cermin Theme Park, Pantai Kuala Putri

Dan khusus Pantai Cermin Kanan memiliki objek wisata Theme Park yang secara administratif berada di bawah wilayah pemerintahan Desa Pantai Cermin Kanan telah dikelola secara modern dengan investor Malaysia yang bermitra dengan pemerintah kabupaten. Pantai Cermin Theme Park merupakan pilihan yang tepat bagi keluarga untuk berwisata bahari dengan beragam fasilitas yang sangat baik. Pantai Cermin Theme Park saat ini merupakan kebanggaan masyarakat kabupaten Serdang Bedagai.

Keadaan permukaan tanah di desa Pantai Cermin Kanan pada umumnya hampir sama dengan kondisi permukaan tanah seluruh wilayah Kecamatan. Tanah yang berada jauh dari pantai berwarna coklat gelap dan keras yang banyak ditanami kelapa sawit oleh masyarakat ataupun para pengusaha yang menanamkan modalnya pada bidang itu, serta masyarakat ada pula yang menjadikan lahan tersebut menjadi lahan lading dan persawahan. Dan tanah yang bergelombang dan berpasir, landai dan penuh rawa-rawa (lahan gambut) serta banyak di tumbuhi pohon mangrove (jenis: api-api, nipah dan lain-lain) berada dekat dengan daerah pantai.


(46)

A.2.3 Iklim

Desa Pekan Tanjung Beringin

Suhu udara didaerah desa Pekan Tanjung Beringin tidak jauh berbeda dengan suhu udara keseluruhan Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Pekan Tanjung Beringin merupakan daerah pantai yang beriklim tropis dengan suhu minimum 300 C, curah hujan rata-rata 1.5 mm/tahun. Masyarakat Tanjung Beringin secara umum mengenal dua musim yaitu musim hujan yang dimulai dari September sampai Januari, dan musim kemarau dengan musim kemarau berkisar antara bulan Januari sampai Agustus.

Khusus bagi masyarakat pantai yang beroprofesi sebagai nelayan di wilayah Tanjung Beringin, mengenal dan memahami beberapa jenis musim yang berpengaruh langsung keintensifan dalam mengelola sumber daya laut sepanjang tahun, diantaranya dikenal dengan musim pasang mati yang dimulai dari bulan Desember akhir hingga bulan April, dan musim pasang besar yang dimuali awal Mei hingga bulan Desember. Namun penentuan keadaan ini tidak tetap adanya, hal ini menurut masyarakat dikarenakan saat ini keadaan cuaca yang sudah tidak menentu lagi. Musim akan selalu berotasi tidak stabil dan tidak baku tertentukan masa-masa peralihannya, sebagian nelayan tidak pernah terpengaruh oleh musim namun sebagian lagi sangat tergantung oleh musim, cuaca dan peredaran bulan. Musim juga menjadi patokan dalam menentukan hasil tangkap selama beroperasi dengan mengamati kecenderungan dominan jenis ikan hasil tangkapan. Namun segolongan nelayan selalu menyelaraskan kecenderungan alam dengan pemakaian alat tangkap dalam aktifitasnya melaut.


(47)

Desa Pantai Cermin Kanan

Suhu Udara wilayah Pantai Cermin secara umum sama dengan seluruh wilayah pantai di Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Pantai Cermin Kanan, terletak pada daerah pesisir pantai timur Sumatera, beriklim tropis dengan kelembaban udara 84%. Curah hujan berkisar 30 sampai dengan 340 mm perbulan, dengan priodik tertinggi pada bulan September dan Oktober, ketinggian dari permukaan laut 0-3 m, rata-rata kecepatan udara berkisar 1,10 m/s dengan tingkat penguapan 3,47 mm/hari, temperatur udara perbulan minimum 24 C dan maksimal 34 C.

Masyarakat Pantai Cermin secara umum mengenal dua musim yaitu musim hujan dimulai dari akhir bulan Agustus sampai awal Januari, pertengahan Januari sampai awal Agustus disebut musim kemarau dengan frekuensi hujan sedikit. Pada saat musim hujan menurut para nelayan adalah saat dimana hasil tanggkap mereka berlimpah.

Menurut para masyarakat khususnya yang berprofesi sebagai nelayan, mereka mengenal dan memahami beberapa musim yang sama dengan Kecamatan Tanjung Beringin yaitu musim Pasang mati dan Pasang Besar. Dimana Pasang mati adalah dimana permukaan laut ketika pasang tidak akan sampai ke permukaan tanah/daratan atau dengan kata lain aliran sungai tidak akan sampai meluap akibat masuknya air laut, dan pasang Besar merupakan pasang air laut yang ketika pasang bisa sampai menggenangi sebahagian daratan. Biasanya pasang besar terjadi antara bulan September sampai bulan Desember dan saat pasang ini biasanya para nelayan akan banyak sekali mendapatkan hasil laut berupa ikan gembung dan Kepiting.


(48)

B. Kekayaan Alam Pesisir Pantai dan Laut

Panjang garis pantai Kabupaten Serdang Bedagai adalah sepanjang 95 km mencakup lima kecamatan yang dua diantaranya adalah Kecamatan Tanjung Beringin dan Pantai Cermin yang tepatnya pada desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan. Potensi pesisir pantai dan laut yang ada di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan merupakan salah satu kekayan alam yang sangat potensial yang dimiliki oleh Kabupaten Serdang Bedagai. Berjenis-jenis biota laut yang banyak dijumpai diperairan Kecamatan Tanjung Beringin antaranya: Ikan Gembung, ikan tongkol, udang-udangan, ikan kerapu, kepiting dan lainnya, sementara di Kecamatan Pantai Cermin: Kepiting, udang-udangan, gembung, cumi-cumi dan lainnya.

Ada pula pengembangan budidaya air payau yang terdiri dari beberapa komoditi seperti udang, ikan nila, dan kerapu. Ada sekitar 4.500 ha potensi budidaya air payau di Kabupaten Serdang Bedagai yang tersebar di beberapa kecamatan, yang dimanfaatkan sampai saat ini sekitar 892 ha. Dua diantaranya adalah:

Kecamatan Tanjung Beringin. Luas potensi lahan budidaya mencapai 959,8 Ha yang baru dimanfaatkan seluas 40 Ha. Jenis yang dibudidayakan adalah udang windu, udang vanamei dan udang putih. Lokasi budidaya terletak di Desa Bagan Kuala, Pematang Tinggi dan Pekan Tanjung Beringin.

Kecamatan Pantai Cermin. Potensi lahan budidaya mencapai 600 Ha, dengan jenis paling banyak dibudidayakan adalah udang windu dengan produksi 29,6 ton, udang putih (24,2 ton), udang vanamei (4,6 ton) dan kepiting (4,3 ton). Untuk pembesaran dan pengerasan kepiting, peluang investasi masih terbuka


(49)

lebar. Investasi tersebut dapat dilakukan di Desa Kuala Lama, Kotapari, Lubuk Saban dan Naga Kisar. Di keempat desa tersebut juga berpeluang bagi pengembangan budidaya udang vanameri. Untuk mendukung usaha budidaya ikan, di Pantai Cermin telah terdapat fasilitas pendukung berupa hatchery.

Selain budidaya perikanan air payau, di dua kecamatan ini terdapat pula perikanan air tawar. Perikanan air tawar di daereah ini masih didominasi oleh budidaya. Pengembangan perikanan budi daya air tawar selain meningkatkan kontribusi peningkatan produksi juga untuk memenuhi kebutuhan protein ikan, memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik yang ada di ibukota kabupaten, meningkatkan pendapatan dan juga membuka lapangan kerja.

Untuk budidaya air tawar daerah Kecamatan Pantai Cermin di kembangkan di wilayah: Kota Pari, Kuala Lama, Ujung Rambung, Pantai Cermin Kiri yang kesemuanya adalah jenis budidaya kolam air tenang. Sementara di Kecamatan Tanjung Beringin berada di desa Pekan Tanjung Beringin, Mangga II, Tebing Tinggi yang juga berjenis budidaya kolam air tenang.

Pada dua desa ini, didaerah daratannya banyak dijumpai jenis tumbuhan seperti pohon kelapa sawit, pohon kelapa, Cemara laut dan berbagai macam pohon yang biasa tumbuh di daerah tropis lainnya. Kawasan pantai, hutan mangrove dan trumbu karang (coral reef) sangat potensial dikembangkan menuju wisata bahari yang berwawasan ekologis dan pengembangan budidaya tambak udang, tanaman nipah, namun yang masih tergali hanyalah wisata Pantai Cermin yang tidak bernuansa ekowisata bahari, begitu pun sektor budidaya hanya segelintir pengusaha besar mengelola tambak udang


(50)

tanpa diikuti masyarakat. Pengembangan wisata tanpa konsep kelestarian ekologi terlihat jelas, komponen ekosistem laut yang diperlukan menunjang wisata bahari serta berbagai tempat pelestarian sumber daya biota atau perikanan laut yang berguna bagi masyarakat secara sengaja atau tidak sepengetahuan masyarakat sekitar sudah sangat rawan kehancuran dengan aktifitas penangkapan ikat dengan berbagai alat yang dapat merusak ekosistem laut. Kawasan bakau pun terancam penebangan, perluasan areal tambak udang, walaupun aktifitas tersebut tidak dilakukan langsung oleh masyarakat setempat namun dampaknya sudah terasa dengan timbulnya abrasi di kawasan pantai wisata, pemukiman penduduk dan pertambakan, semakin menurunnya produksi hasil tangkap nelayan adalah indikasi kemerosotan dan terputusnya jaringan-jaringan ekosistem pantai.

C. Tata Pemukiman serta Luas dan Pola Penggunaan/Pemanfaatan Lahan

Lahan di dua wilayah ini yang luasnya 210, 314 km2 menurut data primer untuk wilayah Kecamatan Pantai Cermin dan 7.766, 09 Ha (74, 17 Km2) untuk wilyah Kecamatan Tanjung Beringin meliputi daerah daratan, rawa-rawa pasang surut (bakau/mangrove) dan pinggir pantai/laut yang mengelilingi desa. Lahan-lahan tersebut sebagian besar dipergunakan sebagai lahan pemukiman, sebagian besar lagi diperuntukkan lahan perkebunan kelapa sawit, dan sebagian kecil saja untuk lahan pertanian berupa sawah, ladang terutama di daerah yang cukup jauh dari batas air pasang.

Dahulu, menurut penduduk kira-kira tahun 1980-an lahan hutan Mangrove masih sangat banyak, lebat dan luas. Namun akibat pertambahan penduduk dan


(51)

kebutuhan penduduk yang semakin tinggi maka lahan-lahan hutan Mangrove berubah fungsi menjadi lahan perumahan, perkebunan, pertambakan, keramba, dan ada pula yang menebang hutan tersebut dengan sengaja untuk dijadikan kayu bakar, ditebang untuk dijadikan arang oleh sekelompok orang. Dan untuk wilayah desa Pantai Cermin Kanan penebangan hutan dilakukan untuk pembuatan tempat kawasan wisata.

Konsentrasi pemukiman penduduk di desa Pekan Tanjung Beringin berada dekat dengan bibir sungai yang mengalir menuju laut terlihat rapat dengan jalan besar setapak yang sudah di aspal (dikeraskan). Lahan pemukiman selalu dibarengi, dikombinasikan dengan tempat usaha seperti pelataran tempat kapal atau boat melabuhkan atau menjual ikan hasil tangkap mereka setelah melaut kepada para toke (biasanya pelataran tersebut adalah milik para toke), kedai (warung) untuk berjualan nasi, kopi, restoran tempat masyarakat atau wisatawan local atau luar yang ingin melakukan kegiatan liburan seperti memancing atau hanya sekedar melihat suasana laut saja.

Sementara di Pantai Cermin khususnya Desa Pantai Cermin Kanan konsentrasi penduduknya berada pada jalan besar yang telah di aspal yang menghubungkan desa tersebut dengan desa lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya kawasan wisata yang bernama Theme Park yang keberadaannya cukup terkenal. Ada sebuah aliran sungai yang cukup lebar yang dijadikan oleh para nelayan sebagai tempat berlabuhnya kapal/boat mereka bila tidak sedang melaut. Dan sejajar sungai itulah pelataran-pelataran tempat penjualan ikan-ikan hasil tangkap nelayan kepada para toke yang siap menampungnya dan bisanya pelataran tersebut adalah milik para toke.


(52)

Kondisi meluasnya lahan pemukiman di dua wilayah ini sulit dihindari sebab faktor pertumbuhan penduduk, tekanan produksi perikanan laut sektor ekonomi masyarakat memerlukan lahan-lahan pendukung aktifitas bongkar muat kapal, lokasi penjemuran ikan dan lain-lainya.

Areal pemukiman warga di dua wilayah ini tergolong mengelompok dan cukup padat. Sebagian besar rumah-rumah warga berdempetan antara satu dinding rumah dengan dinding rumah lainnya. Satu rumah dengan rumah lainnya tidak teratur tata letak bangunannya, dapur yang satu menghadap pekarangan atau halaman depan rumah lainnya. Hanya beberapa rumah yang mempunyai pekarangan. Keteraturan tata letak rumah hanya terdapat di sepanjang jalan utama desa yang saling berhadapan di antarai oleh jalan besar desa. Barulah pada lapisan susunan berikutnya terlihat tidak beraturan.

Rata-rata pekarangan rumah penduduk di wilayah Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan sangat sempit. Pekarangan rumah tersebut banyak ditumbuhi bunga-bungaan yang sengaja ditanam oleh pemilik rumah dan juga banyak pula ditumbuhi oleh pohon jambu, mangga, pohon kelapa, dan bila pekarangannya cukup luas maka pekarangan tersebut ditumbuhi oleh rumput dan pohon ubi kayu. Wilayah tersebut juga telah berbaur, antara masyarakat etnis Melayu, Batak, Jawa, Sunda, Cina dan lainnya.

Lahan-lahan pemukiman penduduk terlihat ramai dan padat dengan berbagai aktifitas sosial, ekonomi dari mulai menjemur ikan, membongkar muat kapal, menjual ikan, warung-warung, anak-anak bermain, sekolah, areal pariwisata dan lain-lain merupakan pemandangan keseharian di dua wilayah itu, frekuensinya tinggi bila hasil


(53)

lautnya memuncak, namun sebaliknya bila hasil laut menurun maka segala bentuk aktifitas tampak drastis menurun.

D. Sarana Dan Prasarana Serta Infra Struktur Sosial D.1 Sarana Perumahan

Perumahan di desa Pekan Tanjung Beringin dan Pantai Cermin Kanan saat ini sudah terbilang memenuhi kriteria sehat dan layak. Hal ini terlihat dengan keadaan rumah para penduduk yang rata-rata sudah setengah permanen dan permanen. Tipe rumah sangat sederhana yang terbuat dari bahan kayu dan papan, yang beratapkan rumbia atau nipah, berlantaikan papan sudah sangat jarang terlihat. Rumah sederhana yang bagian bawahnya terbuat dari beton dan bagian atasnya terbuat dari papan lebih banyak dijumpai di dua desa ini. Rumah ini rata-rata berada pada areal penduduk yang berada di belakang pasar besar. Dan rumah yang berada di pasar besar hampir semuanya adalah rumah permanen.

Sarana untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus) sudah dimiliki oleh hampir semua warga di rumahnya. Di Pekan Tanjung Beringin terkadang masyarakat menggunakan aliran sungai untuk kebutuhan Mandi dan mencuci. Bila untuk mandi biasanya yang terlihat mandi di sungai hanya anak-anak saja. Jarang terlihat warga yang dewasa menggunakan sungai untuk mandi. Dan untuk mencuci biasanya, menurut penduduk mereka menggunakan sungai hanya untuk mencuci sampan/kapal mereka ketika sedang tidak dipergunakan atau untuk mencuci pakian yang biasa mereka gunakan melaut. Tidak ada yang menggunakan sungai sebagai tempat mencuci pakian untuk harian mereka dirumah. Karena menurut penduduk sungai tersebut tidak steril. Biasannya


(1)

menyelaraskan teknologi penangkapan mutahir dengan pengetahuan membaca, mengamati dan menganalisa kecenderungan fenomena gejala alam.

Keminiman pengetahuan dan ketidak sadaran menjaga kelestarian ekosistem laut yang berkesinambungan dari komunitas nelayan turut berperan memotivasi untuk memanfaatkan segala sumberdaya secara berlebihan dan tidak terkontrol sesuai dengan perilaku yang layak bernuansa kelestarian. Kondisi sosial budaya nelayan yang cenderung terkotak-kotak baik didarat maupun di laut menerapkan beraneka jenis alat tangkapan menjurus kepada perbedaan akan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya laut sehingga sulit menemukan rasa kesatuan sosial diantara mereka, kalaupun ada hanya sebagian kecil saja dari nelayan-nelayan tradisional yang merasa terus menerus dirugikan oleh nelayan-nelayan lainnya.

Sementara keberadaan organisasi-organisasi kenelayanan yang bertujuan menampung aspirasi maupun mengurusi perburuan seperti STM nelayan, HNSI dan lain-lain kurang diperdayakan mencari, menyumbangkan solusi-solusi terbaik dalam mengantisipasi atau menjembatani kepentingan-kepentingan nelayan tradisional dengan nelayan moderen dan pengusaha-pengusaha perikanan besar dengan para ABK agar menemukan suatu sistem yang proporsional mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya laut.

Dengan kata lain secara singkat dapat dijelaskan bahwa kerusakan pesisir dan laut yang ada di dua desa ini erat kaitannya dengan aktifitas ekonomi yang mereka lakukan. Aktifitas ekonomi tersebut berupa:

1. Kegiatan perikanan yang memanfaatkan lahan darat, lahan air, dan laut terbuka (perikanan tangkap, budidaya tambak, dan kegiatan pengolahan ikan).


(2)

Bila kegiatan perikanan tersebut selalu di lakukan tanpa melihat kondisi lingkungan maka yang ada hanya sebuah eksploitasi yang berlebihan tanpa ada pemeliharaan, seperti yang tertera pada bab-bab sebelumnya. Seperti contohnya banyaknya tambak-tambak, perkebunan sawit dan lain sebagainya yang dibangun dengan menebang hutan mangrove. Namun untuk tambak yang dibangun tidak dimanfaatkan secara baik, karena tidak menghasilkan lalu ditinggalkan sedemikian rupa oleh pemiliknya.

2. Kegiatan Pariwisata dan rekkreasi yang memanfaatkan lahan darat, lahan air. 3. Kegiatan transportasi laut.

4. Kegiatan industri yang memanfaatkan lahan darat tetapi menghasilkan limbah yang dibuang ke laut dalam bentuk limbah cair ataupun limbah padat.

5. Kegiatan industri maritim yang memanfaatkan lahan darat dan lahan laut: pemukiman yang memerlukan lahan darat untuk perumahan dan fasilitas pelayanan umum serta menghasilkan limbah rumah tangga.

Ditambah lagi rendahnya tingkat Sumberdaya Manusia masyarakat pesisir desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan yang masih rendah hal ini terlihat dari:

1. Alat tangkap yang digunakan/teknologi masih jauh dibawah nelayan pendatang meskipun sudah ada yang mencoba mengikuti, namun masih banyak yang menggunakan alat tangkap yang masih berteknologi rendah. 2. Banyaknya nelayan di kedua desa ini masih memiliki modal yang kecil malah

ada pula nelayan yang selama hidupnya tetap menjadi nelayan buruh yang hanya selalu membawa kapal pemilik toke. Dan biasanya nelayan ini memiliki


(3)

ikatan yang sangat erat dengan tokenya, ikatan tersebut berupa hubungan ekonomi (hutang).

3. Bila dilihat dari tingkat pendidikan para nelayan dan anak-anaknya masih banyak yang dibawah SLTP malah banyak nelayan yang tidak tamat Sekolah Dasar ataupun tidak bersekolah sama sekali. Hal ini dikarenakan sedikitnya penghasilan yang mereka peroleh sehari-hari. Sehingga mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya.

B. Saran

Untuk kondisi lingkungan yang terjadi di perairan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan ini ternyata bahwa pengetahuan serta aktifitas ekonomi masyarakat nelayan terhadap sumberdaya laut dan pemanfaatannya sangat bervariasi dari segi penerapan teknologi sangat mempengaruhu kondisi pesisir dan laut secara ekosistemnya. Selain itu faktor persaingan dan konflik turut mewarnai pemanfaatan sumberdaya perairan laut yang sangat dipengaruhi oleh kelestarian potensi-potensi sumberdaya laut tersebut. Dengan kesimpulan tersebut diatas terdapatlah ide-ide berupa saran dimana bertujuan untuk mewujudkan pemanfaatan yang berketaraturan, berdimensi sosial dan menjaga kelestarian ekosistem laut, beberapa alternatif tindakannya adalah:

1. Untuk Ekosistem Mangrove

 Pengelolaan di lahan-lahan hutan bakau (mangrove) harus diplaning secara matang agar jangan merusak ekosistem laut, lebih dahulu mengkaji pengaruhnya terhadap nelayan sekitar dan lingkungan laut secara umum sebab wilayah hutan bakau ada yang layak untuk direklamasi menjadi tambak udang


(4)

sebab kurang berfungsi sebagai kawasan penyangga dan pertumbuhan, disamping itu ada yang tidak layak untuk direklamasi sebab fungsinya sangat berguna untuk kawasan pengembangan, penyangga dan pertumbuhan segala jenis makhluk hidup laut.

 Alangkah baiknya pengelolaan hutan bakau dibuat berdasarkan program khusus yang berdimensi ekowisata yang melibatkan semua pihak, pengusaha, nelayan/masyarakat setempat dan pemerintah, hal ini dilakukan agar semua komponen ikut terlibat dan merasakan bahwa ekosistem mangrove sangat baik untuk lingkungan sekitar.

 Dan untuk semua program penghijauan ataupun penanaman mangrove yang dilakukan sebaiknya selalu melibatkan secara aktif masyarakat nelayan. Agar penanaman mangrove dapat dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungan pesisir desa, karena pastinya yang mengetahui wilayah mana yang perlu ditanam/dihijaukan adalah masyarakat setempat.

2. Untuk Ekosistem Pesisir Dan Laut

 Khusus di dua wilayah desa pesisir Pekan Tanjung Beringin dan Pantai Cermin Kanan kiranya ada langkah-langkah peningkatan produksi perikanan darat ataupun budidaya tumbuhan selain perikanan laut misalnya budidaya pohon nipah. Hal ini dikarenakan menurut masyarakat sekitar bahwa perairan dua desa ini tidak bagus bila dijadikan tambak udang ataupun kerambah ikan kerapu karena air laut di pesisir mereka kondisinya sedikit payau dan dangkal.


(5)

 Pengawasan undang-undang yang berhubungan dengan pemanfaatan sumderdaya laut, dan alur-alur wilayah penangkapan harus dipertegas agar dalam menghindari perilaku pengrusakan dan persaingan/konflik sesama nelayan dalam mengelola ekosistem laut.

 Membuat sebuah program pengelolaan pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan, dimana program tersebut dicapai melalui tiga komponen penting yaitu Keseimbangan ekologis, keseimbangan pemanfaatan dan keseimbangan dalam pencegahan bencana. Dan program ini sebaiknya dilakukan di semua wilayah pesisir tanpa terkecuali karena pada umumnya seluruh wilayah peisir yang ada memerlukan jenis-jenis program yang bersifat seperti ini.

3. Untuk Pemberdayaan Sumberdaya Masyarakat Pesisir

 Sumberdaya manusia masyarakat pesisir lebih ditingkatkan melalui pendidikan (pendidikan Formal), diklat, kursus ketrampilan, sosialisasi hukum serta perlunya menjaga ekosistem laut lebih digalakkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan berfikir sehingga nantinya komunitas nelayan memiliki kesadaran menjaga kelestarian laut.

 Dibuat suatu program dimana progam tersebut dibuat berdasarkan pemikiran atas semua masyarakat yang diawasi oleh elemen pemerintah. Program ini bertujuan untuk menyatukan aspirasi dari berbagai kelompok-kelompok nelayan mulai dari nelayan besar hingga nelayan kecil atau yang biasanya


(6)

disebut nelayan tradisional demi keberlangsungan dan kemajuan perekonomian masyarakat nelayan.

 Untuk mencegah kerusakan ekosistem laut akibat moderenisasi yang telah menimbulkan eksploitasi berlebihan (over fishing) maka sebaiknya jenis moderenisasi yang dilakukan harus tepat guna dan tetap memperhatikan kemampuan masyarakat lokal yang dibangun tanpa mengikis struktur tradisional seperti nilai budaya yang mendukung upaya pelestarian lingkungan sehingga moderenisasi berjalan dengan baik yang selaras dengan alam serta nilai budaya masyarakat tersebut.

 Otoritas kepemilikan lokasi penangkapan berpranata tradisional atau formal untuk memproteksi nelayan-nelayan yang masih tradisional perlu disosialisasikan dalam masyarakat nelayan perikanan pantai agar menghindari persaingan terbuka yang akan mematikan teknologi penangkapan tersbut. Dari rasa kepemilikan itu sehingga menimbulkan kepedulian nelayan.

 Dalam pemberian bantuan, hendaknya betul-betul sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan nelayan. Serta adanya pembinaan secara berkesinambungan atau terus menerus terhadap nelayan dan kepastian hukum yang pasti dalam pengelolaan pesisir.


Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Tingkat Kemiskinan pada Nelayan dan Petani (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai)

1 15 100

Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus: Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 5 100

Kajian Perbandingan Tingkat Kemiskinan pada Nelayan dan Petani (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 12

Kajian Perbandingan Tingkat Kemiskinan pada Nelayan dan Petani (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 13

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 2

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 6

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 24

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 3 3

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap (Studi Kasus : Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 11