124 pemerintah setempat dan DPRD. Mereka meminta agar pengusaha yang
mengoperasikan pukat harimau hendaknya di usut secara hukum, menghentikan operasionalnya pada wilayah tradisional karena melanggar hukum serta dapat merusak
kelestarian laut yang akan berpengaruh terhadap mata pencaharian komunitas nelayan tradisional. Pertama mereka menyikapi protes tersebut dengan sikap positif dan terbuka.
Namun karena banyaknya faktor-faktor kepentingan dari nelayan moderen, pihak-pihak yang memiliki otoritas selalu saja tidak mampu berlaku di lapangan. Permasalahan
pelanggaran zona penangkapan selalu saja mewarnai pemanfaatan pengelolaan sumberdaya laut dan nelayan tradisional menduka hal tersebut merupakan bentuk kerja
sama antara pihak nelayan moderen dengan pihak polisi laut dan pihak-pihak terkait lainnya sehingga pelanggaran-pelanggaran wilayah operasi tersebut hingga saat ini tetap
ada.
E. 3. Kepercayaan Nelayan Terhadap Mitos Laut
Saat ini dikarenakan perkembangan pendidikan, pengetahuan moderen, perkembangan teknologi serta meningkatnya keyakinan beragama masyarakat nelayan
di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan kepercayaan terhadap mitos-mitos laut yang dahulu ada sudah tidak lagi berlaku bagi masyarakat nelayan
setempat. Menurut masyarakat setempat berakhirnya kepercayaan terhadap mitos-mitos sejak 15 atau 20 tahun yang lalu dan sejak itu tidak ada lagi upacara-upacara untuk
menolak bala ataupun yang lazim disebut mitos. Dahulu kira-kira tahun 1980-an masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung
Beringin dan Pantai Cermin Kanan mempercayai suatu upacara untuk menghormati
Universitas Sumatera Utara
125 para penunggu laut makhluk halus, upacara tersebut bernama Jamu Laut. Upacara
Jamu Laut adalah upacara yang dilakukan guna untuk menenangkan penunggu- penunggu laut yang suatu saat dapat memberi musibah bila hatinya sedang marah akibat
perilaku para nelayan yang semena-mena menangkap hasil laut tanpa memperhitungkan kondisi laut. Fungsi upacara Jamu laut pada umumnya memiliki fungsi yang beranea
ragam, walaupun fungsi tersebut lebih cenderung kepada fungsi magis. Fungsi-fungsi bila upacara ini dilakukan adalah para penunggu laut tersebut tidak akan memberi
musibah bencana ombak besar, kecelakaan di laut, penyakit-penyakit dan lainnyamalah akan memberi suatu rezeki hasil laut yang melimpah, terhindar dari
bencana, penyakit dan lainnya yang berlimpah bagi nelayan-nelayan sekitar, terlebih lagi bagi nelayan yang menggantungkan hidupnya dari sumberdaya yang terkandung di
dalam perairan laut. Upacara ini dulunya wajib dilakukan setiap kali ada tanda-tanda terjadinya suatu
musibah besar, penyakit menular yang tidak ada obatnya, dan penurunan hasil laut yang secara mendadak turun drastis. Maka rangkaian upcara Jamu Laut tersbut akan
dilakukan. Mulanya akan diadakan pertemuan para tetua-tetua adat dan kepala desa dengan dukun atau orang pintar yang dipercayai dapat berhubungan dengan para roh-
roh tersebut. Hal ini dilakukan guna untuk mencari tahu apa yang diinginkan oleh penunggu-penunggu laut tersebut. Lalu setelah mengetahui segala kehendak si roh maka
segenap masyarakat akan menyediakannya tanpa boleh satupun yang terlupakan. Maka setelah itu akan diadakan lagi pertemuan antara tetua adat dengan dukun tersebut untuk
mendengar dan meminta hari yang pasti untuk melakukan upacara tersebut kepada
Universitas Sumatera Utara
126 penungguroh laut tersebut. Biasanya upacara tersebut diadakan selama tiga hari-tiga
malam secara besar-besaran. Masyarakat mempercayai bila upacara tersebut telah dilakukan maka mereka akan mendapatkan berbagai kelimpahan rezeki dari hasil laut.
Namun bila mereka tetap mendapatkan kemalangan maka mereka akan berserah diri menerima segala bencana tersebut. Mereka mempercayai bahwa bila penunggu laut
tetap memberi kemalangan itu karena penungguroh laut tersebut sudah sangat marah dan tidak bisa memaafkan kesalahan yang mereka perbuat.
Universitas Sumatera Utara
127
BAB IV KETERKAITAN AKTIFITAS DAN PENGELOLAAN MASYARAKAT