132 pembuatan areal perkebunan dan lain-lain. Aktifitas tersebut akan mengganggu mata
rantai siklus hidup berupa ikan, udang, kerang-kerangan dan biota lainnya.
A. 2. Kelestarian Ekosistem Trumbu Karang dan Padang Lamun
Terumbu karang merupakan lahan subur bagi pertumbuhan berbagai jenis biota- biota dan ikan maupun tumbuhan laut. Trumbu karang yang ada di dua wilayah perairan
Pekan Tanjung Beringin dan Pantai Cermin Kanan saat ini sudah hampir tidak ada lagi. Terumbu karang yang kondisinya masih baik hanya terdapat di wilayah perairan
Tanjung Beringin. Hal tersebut dikarenakan adanya perlindungan dari pemerintah setempat atas wilayah tersebut sehingga menjadikannya wilayah terlarang. Lokasi
terumbu karang tersebut berada di satu pulau kecil yang disebut Pulau Berhala. Pulau Berhala ini dilindungi oleh pemerintah dikarenakan lokasinya yang sangat potensial
yang dapat dikembangakan menjadi wisata bahari karena panorama pantai yang unik dan indah. Selain itu pantai di pulai tersebut memiliki kekayaan alam berupa karang
bawah laut yang sangat indah, kecenderungan hayati yang tinggi dan menjadi habitat jenis flora dan fauna.
Selain itu, kondisi pulau yang berada di Selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran internasional, menyebabkan pulau ini cenderung rawan terhadap berbagai
kemungkinan terjadinya kerusakan alam. Letaknya yang terpencil mengakibatkan pulau ini terbuka dari berbagai peluang maupun ancaman dari negara tetangga. Ancaman yang
serius adalah kemungkinan terjadinya penguasaan secara ilegal oleh negara tetangga dan eksploitasi sumberdaya perikanan oleh nelayan asing.
Pada umumnya masyarakat dua desa ini tidak melakukan perusakan secara langsung terhadap terumbu karang yang ada diperairan mereka. Kerusakan terumbu
Universitas Sumatera Utara
133 karang menurut mereka lebih banyak dikarenakan oleh kapal-kapal yang datang dari
luar daerah yang melakukan operasi diperairan mereka. Kapal-kapal tersebut sangat banyak jenisnya dengan teknologi yang tinggi. Pada dasarnya mereka hanya tahu
kegunaan terumbu karang hanya sebagai tempat ikan-ikan dan makhluk laut lainnya berkembang biak. Meskipun saat ini mereka juga mulai memakai alat tangkap yang
menggunakan teknologi yang cukup moderen namun tetap saja kalah saing dengan para pendatang tersebut. Secara umum mereka sadar mereka juga telah melakukan perusakan
terhadap terumbu karang karena telah menggunakan alat tangkap yang mewajibkan mereka harus melakukan penangkapan di wilayah terumbu karang, namun hal tersebut
tidak lebih dikarenakan mereka harus berusaha untuk tetap bertahan. Adapun nelayan yang melakukan penangkapan di perairan yang berhubungan lanngsung atau atau tidak
langsung dengan kawasan terumbu karang adalah: 1. Nelayan yang berhubungan langsung.
a aa
. ..
Nelayan pemancing ikan. b
bb .
.. Nelayan penyelam, ikan hias, bunga karang dan lainnya.
c cc
. ..
Nelayan penangkap berbagai jenis kepiting laut, lobster dan biota lainnya. d
dd .
.. Nelayan yang menggunakan perangkap ikan karang.
2. Nelayan yang tidak berhubungan langsung namun sering beroperasi juga di kawasan terumbu karang adalah:
a. Bagan boat.
b. Pukat cincin.
c. Pukat Ikanjaring gembung.
d. Bagan pancang.
Universitas Sumatera Utara
134 e.
Jaring salam. f.
Pukat tepi dan, g.
Jaring udang, dan lain-lain. Khusus untuk nelayan desa setempat yang paling berperan aktif mengeksploitasi
sumber daya terumbu karang adalah nelayan penambang, pemancing, perangkap tradisional dan nelayan penyelam ikan hias, bunga karang dan biota lainnya yang
sengaja datang dari luar wilayah maupun yang berasal dari desa tersebut untuk mengambil segala jenis sumberdaya yang terkandung didalamnya. Hal tersebut
diakibatkan oleh nilai ekonomis ikan-ikan hias dan biota laut tersebut sangat tinggi. Sehingga nelayan yang merasa bahwa mereka harus mencari penghasilan tambahan
melakukan hal tersebut. Bertambah parahnya kerusakan ekosistem terumbu karang yang disebabkan
pengoperasian alat tangkap moderen seperti pukat harimau trawlPI lebih mengakibatkan merosotnya sumberdaya ikan atau biota, untuk saat ini yang paling
terkena dampaknya adalah nelayan tradisional yang terbatas secara kemampuan teknologi penangkapan. Kerusakan yang disebabkan oleh pengoperasian alat tangkap
pukat harimau dapat menghancurkan karang secara fisik, menangkap ikan-ikan yang belum maksimal besar dan berlebihan sebab pemakaian panel besi dan mata jaring yang
terlalu kecil. Sementara itu perilaku pemakaian alat tangkap dengan bantuan lampu
rangsangan yang diaplikasikan bagan boat dan pukat cincin memerlukan 5000 watt kekuatan arus listrik dan beberapa pasang lampu halogen mendapat tudingan atau
disinyalir juga memiliki akses negatif terhadap terumbu karang serta biota lain penghuni
Universitas Sumatera Utara
135 laut, sebab dalam operasinya, cahaya lampu-lampu halogen telah mengkondisikan
malam hari menjadi siang hari di laut yang merangsang tidak saja ikan yang menjadi sasaran penangkapan, karangpun sebagai makhluk hidup laut ikut beraktifitas atau
berfotosintesis seperti layaknya siang hari. Hal tersebut dapat membuat terumbu karang mati karena kelebihan energi aktifitas dan radiasi lampu tersebut
Nelayan tradisional di wilayah ini dari segi alat tangkap sebagian tidak merusak ekosistem laut baik penerapannya maupun lokasi operasinya seperti bagan pancang,
jaring salam dan lainnya namun resiko penyimpangan tetap saja ada sebab sebagian mata jaring mereka juga menangkap ikan-ikan yang belum layak panen anak ikan
tetapi resiko yang diakibatkan belum sebesar jenis penangkapan moderen seperti pukat harimau yang lebih banyak mengakibatkan kerusakan dan penangkapan yang
berlebihan. Perilaku yang merusak kelestarian sumberdaya laut sangat signifikan berpengaruh untuk lahan sumber mata pencaharian nelayan, penangkapan yang tidak
mencukupi telah mendorong para nelayan menngambil jalan pintas dengan semakin merusak sumberdaya atau beralih kepada alternatif pekerjaan yang lebih menjanjikan
masa depan keluarga mereka seperti buruh, berdagang sambil membuat pengolahan ikan.
Kompetisi teknologi dan wilayah penangkapan dapat menimbulkan pergeseran sosial menjurus konflik dalam komunitas antar sesama nelayan yang mengaplikasikan
beraneka ragam teknologi penangkapan, hal tersebut didorong juga oleh terjadinya kemerosotan potensi laut yang selama ini menjadi kebutuhan pokok mereka. Norma-
norma, pranata-pranata tradisional berupa kesepakatan perjanjian informal atau peraturan formal keputusan Menteri Pertanian no. 607KptsUm91976. Dan diperkuat
Universitas Sumatera Utara
136 kembali Undang-Undang no. 392KptsIK.12041999 tentang pengaturan wilayah-
wilayah lokasi penangkapan berdasarkan kemampuan teknologi acap kali dilanggar sehingga sebagian nelayan merasa dirugikan dengan melakukan aksi balasan semacam
protes. Namun protes tersebut sama sekali tidak berpengaruh karena para kapal tersebut tetap beroperasi hingga saat ini.
Krisis lingkungan laut sangat berpengaruh langsung terhadap prilaku-prilaku nelayan di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan. Ketiadaan
pranata-pranata lokal spesifik bersifat absolut; Bersumber dari karakter budaya yang mengatur langsung mengenai lingkungan hidup sperti yang diterapkan di masyarakat
Aceh yang disebut panglima laut, masyarakat Bugis Makasar yang disebut dengan pranata Ongko. Mitos-mitos laut pun saat ini sudah tidak lagi diperhitungkan sebagai
pembatasan pengelolaan sumberdaya laut, hal tersebut dikarenakan kecenderungan pengikisan segala bentuk pengetahuan lokal oleh moderenisasi yang semakin aktual di
kalangan seluruh kominitas nelayan. Hubungan nelayan dengan lingkungan laut mencerminkan penguasaan, penaklukkan sehingga mereka harus mengeksploitasinya
seintensif mungkin, apalagi bila didukung peralatan penangkapan yang memadai sementara wujud keserasian dan keharmonisan nelayan dengan lingkungan sumberdaya
laut lambat laun semakin ditinggalkan akibat produksi maksimal hasil penangkapan. Perusakan tidak diakui oleh masyarakat setempat semata-mata dilakukan oleh
mereka, namun menurut mereka aktifitas tersebut didalangi oleh pihak-pihak yang berkompoten di perairan laut antara lain TNI AL, AIRUD dan aparat lain dengan cara
membekingi para pengusaha-pengusaha perikanan moderen sejenis pukat harimau trawlPI. Bebasnya kapal-kapal tersebut beroperasi lebih dikarenakan kerjasama antara
Universitas Sumatera Utara
137 pengusaha perikanan besar dengan aparat laut dan mantan-mantan purnawirawan ABRI
yang melindungi mereka dari sudut pandang hukum kelautan. Hal ini juga yang mendorong nelayan tradisional untuk melakukan tindakan yang sama sebagimana
ungkapan bapak Arian di desa Pekan Tanjung Beringin nelayan pukat cincin: “ Gimana kami bisa bertahan kalau kapal besar itu terus-terusan
menangkap ikan dengan cara kayak gitu. Jadi daripada mereka aja yang dapat bahan laut, kan lebih bagus kami ikut bersaing aja. Lagian
penghasilan kami bisa bertambah dengan menggunakan alat yang sama meskipun alat mereka itu tetap lebih besar dan canggih. Tapi setidaknya
kami nggak habis-habis kali lah”
A. 3. Kelestarian Pesisir Pantai Dan Sungai