Metode Pendidikan Islam Pendidikan Islam

anaknya kepada pendidik disekolah untuk dididik. Para pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak. Pendidik menurut Islam bukanlah sekedar pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan yang memiliki karaktersitik baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu, pendidik muslim haruslah aktif dari dua arah. Secara eksternal dengan jalan mengarahkan membimbing peserta didik dan secara internal dengan jalan merealisasikan karakteristik akhlak mulia. 24 Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Disamping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat terkatualisasi secara baik dan dinamis. 2 Peserta didik Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi kemampuan dasar yang masih perlu dikembangkan. Disini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan, baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan. 25 Melalui paradigma diatas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain pendidik untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan. 24 Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2011 h. 112 25 Ibid, h. 47 Selanjutnya, menurut Asma Hasan Fahmi, bahwa tugas dan kewajiban peserta didik adalah : a Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih. b Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan. c Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu diberbagai tempat. d Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya. e Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar. 26

g. Evaluasi Pendidikan Islam

Secara etimologis, kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian terhadap sesuatu. Berdasarkan kutipan ini, maka jelas bahwa mengevaluasi berarti memberi nilai, menetapkan apakah sesuatu itu bernilai atau tidak. 27 Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spritual- religius peserta didik. Karena sosok pribadi yang diinginkan oleh Pendidikan Islam bukan hanya pribadi yang bersikap religius, tetapi juga memiliki ilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat. 28 Adapun fungsi evaluasi dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut : 26 Ibid, h. 51 27 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997, h. 77 28 Armai Arief, Op. Cit, h.53 1 Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak. 2 Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa. 3 Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid. 4 Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. 5 Upaya membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan kualitas. 29

B. Hasil Penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Saidan, dengan judul “Perbandingan Pemikiran Pendidikan Islam antara Hasan al- Banna Mohammad Natsir ”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna Mohammad Natsir ternyata ada relevansinya dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional UU Sisdiknas No. 20, bahkan boleh dikatakan pemikiran kedua tokoh ini telah mendahului Undang-undang tersebut. 30 Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Syamsul Arifin, dengan judul “Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan Islam”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa terlihat persamaan dan perbedaan pandangan kedua tokoh besar tersebut. K.H. Ahmad Dahlan cenderung bercorak pembaharuan sosial, sedangkan K.H. Hasyim Asy’ari dengan tetap mempertahankan budaya dan nilai-nilai tradisional yang telah dimiliki Islam dan Indonesia. 31 Penelitian yang dilakukan oleh Ihsanuddin , dengan judul “Studi Komparasi antara konsep pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan ”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa menurut K.H. Hasyim Asy’ari bahwa peserta didik harus mampu mengaplikasikan pengetahuan 29 Ibid, h. 58 30 Saidan, Op. Cit. h.273-274 31 M. Samsul Arifin, skripsi, Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan Islam, Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010, h. 208