dengan yang diajarkan.
harus mampu mengukur hasil belajar siswa dan sesuai
dengan rencana pembelajaran yang
integral. Mengenai
bagaimana bentuk
evaluasinya tidak dijelaskan.
D. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad
Dahlan
Setelah penulis memaparkan mengenai bagaimana pemikiran pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan, bagaimana
persamaan pemikiran dinatara kedua tokoh tersebut beserta dengan perbedaannya. Pada sub bab ini penulis akan memaparkan bagaimana kontribusi kedua tokoh
pemikir dalam pendidikan Islam. 1.
Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna
Pokok pikiran Hasan al-Banna tentang pendidikan Islam seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya, secara garis besar mencakup tentang ideologi
ataupun dasar pendidikan yaitu bertumpu pada ajaran tauhid yang melahirkan pandangan terhadap pendidikan secara holistik non dikotomik, tujuan pendidikan,
materi pendidikan yang bersifat komprehensif, metode yang harus disesuaikan dengan materi dan tujuan yang akan dicapai serta bagaimana hubungan guru
denan murid dalam pendidikan Islam. Bila kita kaji secara lebih mendalam pemikiran beliau ini cukup relevan dengan Undang-undang Sisdiknas No. 20
Tahun 2003. Bahkan boleh dikatakan pemikirannya telah mendahului lahirnya UU Sisdiknas itu.
106
Merujuk pada ide-ide pendidikan Islam yang dicetuskan oleh Hasan al-Banna yang paling mendasar ialah tentang pondasi ataupun asas pendidikan Islam yaitu
berlandaskan ajaran tauhid sebagai ideologi dan pada gilirannya bertujuan membentuk manusia yang mengesakan Allah secara benar. Hal ini selaras dengan
106
Saidan, Op. Cit, h. 259
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti yang termaktub pada bab I yang berbunyi :
a. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan susana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
b. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman. c.
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
d. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
e. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitatator, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
107
Pembaharuan sistem pendidikan nasional itu adalah dalam rangka menyahuti tuntutan UUD tahun 1945 terutama yang menyangkut upaya perluasan dan
perataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak bangsa yang selama ini dirasakan belum menyeluruh terhadap semua lapisan umat. Visi dan misi
pendidikan nasional seperti ini sebenarnya telah sejak dulu ditawarkan oleh tokoh ini.
Selanjutnya, dalam hal pendidikan bagi wnaita, Hasan al-Banna berpendapat bahwa pendidikan bagi wanita itu adalah sangat penting sekali sebab wanita
107
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
adalah pendidik utama bagi anak-anaknya didalam pendidikan informal yaitu didalam rumah tangga. Oleh karena itu menurut Hasan al-Banna, wanita harus
mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan sebagaimana halnya laki-laki.
Pemikiran pendidikan Hasan al-Banna seperti yang dicantumkan diatas relevan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
terutama yang menyangkut hak dan kewajiban warga negara. Pasal 6 ayat 1 menjeaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu. Pasal tersebut berbunyi : “Setiap warga negara yang berusis tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar wajar 9 tahun”.
108
Disamping itu, pemikiran Hasan al-Banna itu memberi kesan agar pendidikan tidak saja menjadi beban dan kewajiban pemerintah, akan tetapi menjadi tugas
dan kewajiban bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pendidikan harus ada yang dikelola langsung oleh masyarakat dan itu lebih punya otoritas untuk
membangun diri sendiri dan menentukan kebijakan sendiri.
109
Selain itu pemikirannya juga cukup relevan dengan Sisdiknas No. 20 tahun 2003 terutama
dalam hal keterlibatan masyarakat memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan y
aitu pasal 9 yang berbunyi : “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan”.
110
2. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan
Berdasarkan asas dan cita-citanya, Muhammadiyah bergerak dalam bidang pendidikan dengan beritikad beribadah kepada Allah, dan bukan karena dorongan
yang lain. Dalam melaksanakan pendidikan itu, Muhammadiyah berusaha memajukan dan memperbarui pendidikan, pengajaran dan kebudayaan serta
108
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
109
Saidan, Loc. Cit, h. 262
110
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
memperluas ilmu pengetahuan melalui tuntutan Islam. Muhammadiyah menyusun sistem pendidikan dengan mengintegrasikan pendidikan agama Islam dengan
pendidikan umum, pada tiap jenis dan tingkat sekolah. Alhamdulillah, dewasa ini sistem Muhammadiyah telah dipakai pula oleh pemerintah, yaitu ditetapkan
disemua jenis dan tingkat sekolah. Didalam memberikan pendidikan dan pelajaran agama Islam, ditanamakan keyakinan paham tentang Islam sebagaimana diyakini
oleh Muhammadiyah. Selanjutnya, penerapan sistem pendidikan Muhammadiyah selama ini membawa hasil yang tidak ternilai harganya bagi kemajuan bangsa
Indonesia. Misalnya, perpisahan tajam antara golongan santri putihan dengan golongan nonsantri abangan yang sengaja dibuat oleh para cendikiawan-
cendikiawan dari kalangan penjajahan menjadi semakin tipis, bahkan telah hilang. Dalam hal ini Muhammadiyah berdiri pada pemikiran : “mengkiaikan kaum
intelektual, dan mengintelektualkan para kiai”.
111
Mengenai Ahmad Dahlan, Prof. Dr. Mochtar Bukhori menilai bahwa beliau seperti halnya dengan Ki Hajar Dewantara, dr. Sutomo, Mohammad Syafe’i dan
Ki Muhammad Said adalah perintis pemikiran pendidikan Indonesia. Penilaian ini adalah tepat, seperti yang dikemukakan oleh H.S. Prodjokusumo yang
mengaitkannya dengan pendidikan Islam. Menurutnya Ahmad Dahlan telah merintis pendirian sekolah Muhammadiyah yang memberikan pendidikan agama
Islam bersama dengan pelajaran umum. Pada zaman Hindia Belanda openbare school dan neutrale school,
pemerintah tidak mengajarkan pendidikan agama di sekolah pemerintah. Mulai pendudukan Jepang, sudah dirintis pengajaran pendidikan agama di sekolah
negeri, tetapi belum mantap. Barulah sejak Indonesia merdeka di sekolah negeri di berikan pendidikan agama. Sejak orde baru pendidikan agama secara resmi di
masukkan kedalam kurikulum dari tingkat pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi. Sejak tahun 1989 dikukuhkan dalam Undang-undang
Pendidikan Nasional. Jadi, yang berlaku sekarang ini ialah Sistem Pendidikan Nasional yang mencakup subsistem pendidikan agama keagamaan, baik
111
Sutrisno Kutoyo, Loc. Cit, h. 2020