sesama umat manusia, serta mengupayakan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran hidup umat manusia. Maka ada satu kekurangan yang dirasa oleh
Ahmad Dahlan yang harus segera disempurnakan, kalau pada awalnya sistem pondok pesantren hanya membekali kepada para santri ilmu-ilmu pengetahuan
agama semata-mata, maka untuk penyempurnaannya mereka harus diberikan juga ilmu-ilmu pengetahuan umum sehingga dengan demikian akan lahirlah dari
lembaga pendidikan ini manusia yang taqwa kepada Allah, cerdas lagi terampil , yang dalam terminologi al-
Qur’an disebut sebagai Ulul Albab.
88
Ahmad Dahlan telah menciptakan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan agama sebagai mata pelajaran
wajib. Ilmu bahasa dan ilmu pasti disampaikan dalam Muhammadiyah sebagai mata pelajaran yang mengimbangi mata pelajaran agama akidah, al-
Qur’an, tarikh dan akhlak. Dengan ini, sistem Muhammadiyah mempertahankan dimensi
Islam yang kuat, namun dalam bentuk yang berbeda dengan sistem tradisional. Dari sini dapat dikatakan bahwa Ahmad Dahlan telah berhasil melakukan
modernisasi sekolah keagamaan tradisional.
89
d. Metode Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat untuk mengantarkan proses pendidikan menuju tujuan yang telah dicitakan.
Bagaimanapun baik dan sempurnanya sebuah kurikulum pendidikan Islam, tidak akan berarti apa-apa jika tidak memiliki metode atau cara yang tepat untuk
mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar, yang pada
gilirannya berakibat pada terbuangnya waktu dan tenaga secara percuma. Oleh karena itu, metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat
menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efisisen.
90
88
Musthafa Kamil Pasha Ahmad Adabi Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta : Penerbit Citra Karsa Mandiri, 2005, h.103
89
Toto Suharto, Op. Cit, h. 310
90
Ibid, h.133
Dalam mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca al-
Qur’an. Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian para
siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa bahwa waktu pengajaran agama Islam pada hari sabtu sore itu belum cukup. Oleh sebab itu,
beberapa orang siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering datang kerumah Ahmad Dahlan di Kauman pada hari ahad untuk bertanya
maupun melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama Islam.
91
Didalam menyampaikan pelajaran agama Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup
hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
92
Dibawah ini akan penulis sajikan sebuah tabel yang menunjukkan empat pokok model pembaharuan pendidikan di pondok
muhammadiyah, antara lain :
93
Tabel 4.1 Perbedaan antara Sistem Pendidikan Lama Muhammadiyah
Sistem Pendidikan Lama Pondok Muhammadiyah
Sistem belajar
mengajar Wetonan-Sorogan.
Sistem klasikal dengan cara-cara Barat.
Bahan pelajaran
semata-mata agama,
kitab-kitab karangan
ulama, pembaharuan
tidak dipergunakan.
Bahan pelajaran tetap, ditambah ilmu pengetahuan umum, kitab-kitab
agama dipergunakan secara luas, baik klasik maupun kontemporer.
Belum ada rencana pembelajaran yang teratur dan integral
Sudah diatur
dengan rencana
pembelajaran. Hubungan guru dan bersifat
murid bersifat otoriter dan kurang demokratis.
Diusahakan suasana hubungan guru dan murid lebih akrab, bebas dan
demokratis.
91
Hery Sucipto, Op. Cit,, h. 124
92
Ridjaluddin, Loc. Cit, h. 172
93
Ibid, h.177
Pembaharuan sistem pendidikan Islam yang dilakukan Ahmad Dahlan terlihat dari
“pengembangan bentuk pendidikan dari model pondok pesantren dengan menggunakan metode sorogan, bandongan dan wetonan menjadi bentuk madrasah
atau sekolah dengan menerapkan metode belajar secara klasikal ”.
94
Dengan sistem pendidikan seperti itu Muhammadiyah telah mengenal rencana pelajaran yang
teratur dan integral, sehingga hasil belajar lebih dapat di evaluasi. Hubungan guru dan murid didalam lembaga pendidikan Muhammadiyah kiranya lebih akrab,
bebas dan demokratis, yang berbeda dengan lembaga pendidikan tradisional yang mengesankan guru bersifat otoriter dengan keilmuannya. Pendirian lembaga
Muhammadiyah dengan model pendidikan seperti itu merupakan kepedulian utama Ahmad Dahlan mengimbangi dan menandingi sekolah pemerintah Belanda.
Dia merasa terkesan dengan kerja para misionaris Kristen yang mendirikan sekolah dengan fasilitas yang lengkap.
95
e. Pendidik dan Peserta Didik
Pendidik dan peserta didik adalah dua hal yang tidak mungkin dipisahkan apabila kita berbicara mengenai pendidikan, dalam hal ini pendidikan Islam
tentunya. Menurut Ahmad Dahlan etos kerja dan nalar pendidikan bisa dikaji dari doktrin pendidikan yang dikembangkannya dalam kalimat pendek “jadilah guru
sekaligus murid ” yang merupakan konsep dasar pembelajaran yang bersumber
dari pemahaman terhadap Islam.
96
Menjadi guru bagi Ahmad Dahlan berarti memiliki semangat atau etos penyebaran ilmu dan nilai kepada orang lain, sedang menjadi murid berarti
memiliki semangat dan etos belajar kepada siapa saja dan kapan saja. Doktrin demikian sekaligus merupakan prinsip belajar sepanjang hayat selain prinsip
“ballighuhu ‘anni walau aayat”. Namun etos belajar tersebut memerlukan sistem
94
Hery Sucipto, Loc. Cit, h.119
95
Toto Suharto, Loc. Cit, h. 309
96
Mukhaer Pakkana Nur Achmad Eds, Op. Cit, h. 11, lihat pula di Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, Jakarta : Bumi Aksara, 1990, h. 225-235.