Percikan pemikiran Hasan al-Banna yang tertuang dalam karyanya dan juga dari cuplikan ceramahnya yang disampaikan diberbagai tempat itu di memaknai
bahwa materi ajar pendidikan Islam secara garis besarnya terdiri dari aspek akidah, aspek ibadah, aspek akhlak, aspek jasmani dan aspek jihad.
31
d. Metode Pendidikan Islam
Penetapan suatu metode dalam pendidikan ternyata harus berangkat dari tujuan pendidikan yang akan dicapai, sebab ia merupakan cara yang akan
mengantarkan kearah tujuan yang telah digariskan. Hasan al-Banna sering mengutarakan perlunya umat Islam itu punya siasat cara melumpuhkan jiwa
yaitu pertama melalui keteladanan. Bahkan dalam karya monumentalnya ia secara tegas mengatakan :
Aturlah pembelajaran, tiap-tiap umat dan bangsa yang Islami memiliki kiat tersendiri dalam mencetak generasi penerus dan dalam membina pemimpin
umat masa depan dimana kejayaan umat masa depan berada ditangan mereka. Oleh karena itulah mestilah membangun sebuah cara yang tegak diatas
kebijaksanaan yang bisa menjamin munculnya mata air keagamaan dan terpeliharanya akhlak bagi generasi, mengetahui hukum-hukum agama dan
mempersiapkan kemuliaan yang cemerlang dan kemajuan yang luas merata.
32
Kelima persyaratan dalam mendidik umat selalu dalam perhatian Hasan al- Banna, yaitu momentum yang tepat, redaksi ataupun ucapan yang memukau,
kondisi kejiwaan peserta didik, kadar kemampuan menyerap dan kemampuan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Disamping kelima persyaratan
tersebut, harus pula melandasi pengajaran sesuai dengan konsep kejadian manusi menurut al-
Qur’an yaitu melalui proses dan pentahapan, maka metode penagjaranpun menurut pemikiran Hasan al-Banna harus pula berangkat dari
kondisi manusia itu sendiri. Metode pendidikan harus seirama dengan konsep dan martabat manusia
sebagai Khilafah Allah. Artinya adalah, metode dan pendekatan dalam pendidikan haruslah mencontoh prinsip-
prinsip qur’ani yang rumusannya menurut beliau adalah sebagai berikut :
1 Bersifat komprehensif;
31
Ibid, h. 191
32
Ibid, h. 201
2 Mampu mendidik manusia untuk layak berintegrasi bagi kehidupan dunia
akhirat; 3
Mengakui adanya kekuatan dalam diri manusi, ruh, akal, jasmani, dan bekerja demi memenuhi kebutuhannya;
4 Siap untuk diterapkan, artinya tidak terlalu idealis dan mungkin diikuti dan
diterapkan oleh manusia; 5
Metode praktik, buka sekedar teoritis; 6
Bersifat kontinu, sesuai bagi seluruh manusia dan berlangsung sampai manusia menemui Rabbnya;
7 Menguasai seluruh perkembangan dalam kehidupan manusia, mencapai
batasan yang mampu diakses oleh manusia dengan kekuatan yang dimilikinya.
33
Rumusan metode yang diterapkan Hasan al-Banna dalam mendidik umat di eranya sekalipun terlihat cukup sederhana, akan tetapi bersifat fleksibel dan
praktis. Tidak hanya sebatas teori yang terkadang kurang bersentuhan dengan kondisi yang dihadapi. Artinya adalah pemikiran Hasan al-Banna dalan hal
metode pendidikan Islam beranjak dari isyarat ayat-ayat al- Qur’an menurut
pemahamannya dan dari hasil upaya eksplornya.
34
e. Pendidik dan Peserta Didik
Diakui memang bahwa kehangatan hubungan antara seorang pendidik dengan anak didik merupakan suatu hal yang krusial yang mestinya diwujudkan dalam
pendidikan, sebab hal itu menurut pendidikan akan memberikan pengaruh positif terhadap usaha belajarsiswa anak didik.
35
Suatu hal yang agaknya perlu diteladani dari pemikiran Hasan al-Banna terutama dalam hal hubungan pendidik dengan peserta didik yang merupakan
33
Ibid, h. 202
34
Ibid, h. 203
35
Ibid, h. 207
gambaran kompetensi kepribadian adalah mendidik dengan hati dan selalu mendoakan anak didik.
36
f. Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi sebagai salah satu komponen pendidikan yang sasarannya adalah proses belajar mengajar, merupaka alat ukur untuk mengetahui tentang prestasi
dan pencapaian hasil setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Namun bukan berarti evaluasi itu hanya tertuju kepada hasil belajar murid, ia juga bisa
meramalkan tentang keuntungan yang diperoleh melalui penyelenggaraan yang tepat dalam merumuskan teknik-teknik.
Hasan al-Banna ingin memberikan informasi tentang sebuah prinsip evaluasi pendidikan Islam yaitu, materi evaluasi harus sesuai dengan bahan ajar yang
disampaikan. Allah dalam pandangan Hasan al-Banna pertama kali mengajarkan nama-nama benda kepada Adam, lalu Adam diperintahkan mempresentasikannya
kepada para malaikat bukan kepada Allah. Dengan demikian, evaluasi pendidikan itu bisa saja dilakukan oleh orang lain. Namun suatu hal yang lahir dari pemikiran
itu, mengujikan apa yang diajarkan dan mengajarkan apa yang akan diujikan. Jangan sampai terjadi yang sebaliknya.
37
Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal yang muncul dari pemikiran Hasan al-Banna diantaranya yang paling urgen sekali adalah kejujuran. Untuk
membentuk sifat jujur didalam diri peserta didik, ia menerapkan sebuah model evaluasi “al-muhasabah” sebagai sebuah metode untuk membentuk sikap percaya
pada diri sendiri, yaitu membuat pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan oleh seseorang kepda dirinya sendiri dan ia sendiri yang menjawabnya dengan “ya”
atau “tidak”. Instropeksi hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan
orang lain. Tujuannya adalah menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.
38
36
Ibid, h. 208
37
Ibid, h. 210
38
Ibid, h. 211