Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

anak putus sekolah untuk memperoleh kesempatan belajar secara cuma-cuma pendidikan gratis. 6 Warisan pemikiran Hasan al-Banna tentang komponen-komponen pendidikan yang bersifat integral itu perlu di teliti untuk di kembangkan dan menjadikannya sebagai aset yang memperkaya konsep pendidikan di Indonesia, baik pendidikan agama yang ada di sekolah-sekolah umum di bawah Diknas maupun pendidikan yang di naungi Kementrian Agama. Karena di yakini, ide-idenya itu punya nilai signifikan dalam memformat ulang sistem pendidikan Islam di lembaga-lembaga pendidikan yang akhir-akhir ini semakin dirasakan sifat parsialnya, akibatnya adalah pendidikan baru mampu menciptakan output yang kokoh dalam dimensi kognitif-intelektual, akan tetapi rapauh pada dimensi afektif-moralitas religius. 7 Munculnya pemikiran Hasan al-Banna dalam bidang pendidikan tidak terlepas dari faktor kondisi umat Islam Mesir. Umat Islam saat itu telah terlalu jauh dari ajaran agamanya karena mereka berada dalam kendali bangsa Barat. Lembaga pendidikan yang di kelola pemerintah semata-mata bertujuan mencetak calon pegawai pemerintah dan hanya mementingkan pengetahuan umum, sementara lembaga pendidikan madrasah terfokus dalam pelajaran agama bahkan sibuk mempertentangkan perbedaan madzhab serta melupakan pengetahuan umum. 8 Meskipun banyak bukti yang menunjukkan ketokohan Hasan al-Banna dan sekaligus pemikir dalam pendidikan Islam, bahkan juga sebagai praktisi pendidikan, namun pemikirannya yang cukup brilian dalam pendidikan itu kurang terungkap, dan tidak muncul ke permukaan. Ia lebih di pandang dan di posisikan sebagai sosok mujahid yang berkiprah di dunia dakwah. Oleh karena itu, memposisikan beliau sebagai seorang pemikir pendidikan Islam adalah sesuatu yang menuntut adanya pembuktian dan penelitian. Pendidikan Islam yang selanjutnya akan dikaji adalah berdasarkan pada pemikiran tokoh yang mempunyai kontribusi besar terhadap pendidikan yang 6 Saidan, Perbandingan Pemikiran Pendidikan islam antara Hasan al-Banna dan Mohammad Natsir, Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011, h. 4 7 Samsul Nizar, Reformulasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas, Jakarta : The Minangkabau Foundation, 2005, h. 88s 8 Saidan, Op. Cit, h. 9 bersala dari Indonesia yakni K.H. Ahmad Dahlan. Beliau adalah seorang pemikir kontemporer yang menaruh perhatian besar terhadap upaya Islamisasi ilmu pengetahuan. Pemikirannya memiliki relevansi dengan perkembangan sains dan teknologi, serta bisa dikatakan mengikuti perkembangan zaman. Ahmad Dahlan adalah sosok man of action, dia made history for his works than his words. Karena Ahmad Dahlan tidak pernah menorehkan gagasan pembaharuannya dalam warisan tertulis, tetapi lebih pada karya dan aksi sosial nyata. Sehinga Ahmad Dahlan lebih dikenal sebagai sosok pembaharu yang pragmatis. 9 Dunia pendidikan pada masa itu telah diracuni oleh penjajah demi kepentingan pribadi dan kelangsungan hidup mereka dibumi pertiwi. Berangkat dari keprihatinan itulah yang mendorong beliau untuk melakukan perjuangan melalui bidang pendidikan. Karena menurutnya hanya dengan pendidikanlah bangsa ini bisa maju dan terbebas dari cengkraman kaum imperialisme. Namun sistem pendidikan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan banyak di kritik. Ia dituduh meniru perbuatan orang kafir. Namun Ahmad Dahlan tidak peduli. Ternyata murid-murid nya terus bertambah. Bahkan sistem kalsikal yang ia terapkan kemudian diikuti pesantren-pesantren hingga kini. Baginya, tidak semua yang berasal dari penjajah itu buruk. Hal-hal yang baik boleh dan bahkan harus diikuti. Ini termasuk ketika ia memasukkan kurikulum pengetahuan umum sebagai mata pelajaran di madrasahnya. Ia juga membentuk Hizbul Wathan kepanduan, mendirikan rumah sakit dan panti asuhan. Bahkan pendirian Muhammadiyah pada desember 1912, konon juga terinspirasi dari keberadaan penjajah. Ahmad Dahlan melihat penjajah sebagi kekuatan jahat bisa berkuasa mengalahkan kekuatan Islam. Menurutnya, itu karena penajajah terorganisasi 9 Pradana Boy ZTF dkk Eds, Era Baru Gerakan Muhamamdiyah, Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2008, h. 15 dengan baik. Ia pun berkesimpulan “kebaikan yang tak terorganisasi akan kalah dengan kejahatan yang terorganisir”. 10 Pada hakikatnya cita-cita pendidikan yang digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia- manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama- intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, serta kuat jasmani dan rohani. 11 Kalau dianalisa lebih jauh gagasan yang mendasari cita-cita pendidikan yang digagas oleh Ahmad Dahlan tersebut sangat relevan dengan keinginan untuk mencerdaskan umat Islam, memberikan pemahaman yang benar terhadap ajaran Islam serta memiliki keterampilan yang memadai untuk memenuhi tuntutan hidup. Keberaniannya meniru model pendidikan Barat tersebut mendapat tanggapan seru dari masyarakat. 12 Berangkat dari latar-belakang seperti yang dijelaskan diatas tadi, cukup menarik untuk menggali ataupun meneliti pemikiran Hasan al-Banna dan yang pernah mengapungkan pemikiran pendidikan Islam integral dan mengadakan perbandingan terhadap pemikiran kedua tokoh yang berlainan negara itu, karena diyakini bahwa pemikiran keduanya masih relevan untuk diaktualisasikan dan di kembangkan. Disamping adanya persamaan pendanagn tentunya di pihak lain akan ditemukan pula sisi-sisi perbedaan pendangan kedua tokoh, yang agaknya akan menambah dan memperkaya konsep pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian yang berjudul “STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA DAN AHMAD DAHLAN TENTANG KONSEP PENDIDIKAN ISLAM ”. 10 Hery Sucipto Najmudin Ramly, Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga Amien Raies dan Syafii Maarif, Jakarta : Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu, 2005, h, 27 11 Adi Nugroho, K.H. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat 1869-1923, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2010, h. 137. 12 M. Yunan Yusuf Sjaiful Ridjal-Anwar Abbas, Cita dan Citra Muhammadiyah, Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas, 1985, h. 87

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka dapat di pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa dan bagaimana pemikiran Hasan al-Banna Ahmad Dahlan tentang komponen-komponen pendidikan Islam yang ideal. 2. Bagaimana perbedaan dan persamaan pandangan kedua tokoh tersebut, 3. Pemikiran Hasan al-Banna yang brilian tentang Pendidikan Islam kurang terungkap dan belum muncul ke permukaan. 4. Pemikiran Ahmad Dahlan tentang sistem pendidikan integral yang di anggap meniru perbuatan orang kafir 5. Relevansi pemikiran kedua tokoh tersebut dalam dunia pendidikan Islam.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penulis Membatasi masalah yang akan diteliti hanya pada “Konsep Pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al- Banna dan Ahmad Dahlan”

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang dikemukakan diatas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal? 2. Apa persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut? 3. Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal. b. Mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut. c. Mengetahui relevansi pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan. 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain : a. Bagi peneliti dapat menemukan dan memperdalam pemahaman tentang pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal, persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut. b. Bagi civitas akademik adalah untuk menyumbang khazanah ilmu pengetahuan kepada semua insan akademisi. c. Bagi masyarakat umum adalah untuk Sebagai literature dan bahan bacaan, sehingga masyarakat bisa memetik pelajaran positif dari pemikiran kedua tokoh pendidikan Islam ini. 9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Bila kita berbicara mengenai arti pendidikan, maka kita akan menemukan bermacam-macam definisi yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Disini ada beberapa tokoh pendidikan yang memberikan pengertian pendidikan, diantaranya: 1 Menurut Lengeveld, mendidik ialah “mempengaruhi anak dalam upaya membimbingnya agar menjadi dewasa”. Usaha membimbing yang dimaksud disini haruslah usaha yang disadari dan dilakukan dengan sengaja. 2 Menurut S.A. Branata dkk, pendidikan ialah “usaha yang sengaja diadakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembagannya mencapai kedewasaan”. 3 Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik ialah menuntun segala potensi yang dimiliki anak agar ia dapat mencapai keselmatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik mereka sebagai manusia ataupun sebagai anggota masyarakat. 1 1 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005, h. 6 4 Menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang pendidik terhadap seseorang anak didik agar tercapai perkembangan maksimal yang positif. 2 Dalam Ketentuan umum Bab I Pasal I Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 meyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranann ya dimasa yang akan datang”. Sedangkan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pada Bab I, Pasal I, Ayat 1, menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 3

b. Tujuan Pendidikan

dalam setiap usaha atau kegiatan tentu ada tujuan atau target sasaran yang akan dicapai. Demikian pula dengan pendidikan, yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Muhammad al-Thoumy al-Syaibani mengatakan bahwa hubungan antara tujuan dan nilai-nilai amat berkiatan erat, karena tujuan pendidikan meruapakan masalah itu sendiri. Pendidikan mengandung pilihan bagi arah ke mana perkembangan murid-murid akan diarahkan. Dan pengarahan ini sudah tentu berkaitan erat dengan nilai-nilai. Nilai-nilai yang dipilih sebagai pengarah dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada akhirnya akan menentukan corak masyarakat yang akan dibina melalui pendidikan itu. 4 2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005, h. 28 3 Ibid, h.7 4 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001, h. 47