pertumbuhan dan perkembangan, semua taraf kematangan dan kecerdasan, semua guru  dan  pendidik,  dan  semua  keadaan  dan  suasana  yang  meliputi  proses
kependidikan itu. Oleh karenanya, tidak dapat  dihindari  bahwa seorang pendidik hendaknya melakukan penggabungan terhadap lebih dari satu metode pendidikan
dalam prakteknya di lapangan. Untuk itu sangat di tuntut sikap arif dan bijaksana dari  para  pendidik  dalam  memilih  dan  menerapkan  metode  pendidikan  yang
relevan  dengan  semua  situasi  dan  suasana  yang  meliputi  proses  kependidikan Islam sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal.
f. Pendidik dan Peserta Didik Pendidikan Islam
1 Pendidik
Secara  umum  pendidik  adalah  orang  yang  memiliki  tanggung  jawab  untuk mendidik. Sementara secara khusus, “pendidik dalam perspektif pendidikan Islam
adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik  potensi
afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam”.
22
Dari  pengertian  diatas,  maka  dapat  dipahami  bahwa  pendidik  dalam perspektif  Islam  ialah  orang  yang  bertanggung  jawab  terhadap  upaya
perkembangan  jasmani  dan  rohani  peserta  didik  agar  mencapai  tingkat kedewasaan sehingga ia mampu melaksanakan tugas-tugas kemanusiaannya. Oleh
karena  itu  pendidik  dalam  konteks  ini  bukan  hanya  terbatas  pada  orang-orang yang  bertugas  disekolah,  tetapi  semua  orang  yang  terlibat  dalam  proses
pendidikan  anak  mulai  sejak  alam  kandungan  hingga  ia  dewasa,  bahkan  sampai meninggal  dunia.  Islam  mengajarkan  bahwa  pendidik  pertama  dan  utama  yang
paling  bertanggung  jawab  terhadap  perkembangan  jasmani  dan  rohani  peserta didik adalah kedua orang tua.
23
Kedua  orang  tua  harus  mencari  nafkah  untuk  memenuhi  seluruh  kebutuhan keluarga,  terutama  kebutuhan  material,  maka  orang  tua  kemudian  menyerahkan
22
Samsul Nizar, Op. Cit h. 42
23
Ibid, h. 42
anaknya  kepada  pendidik  disekolah  untuk  dididik.  Para  pendidik  merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak.
Pendidik  menurut  Islam  bukanlah  sekedar  pembimbing  melainkan  juga sebagai  figur  teladan  yang  memiliki  karaktersitik  baik,  sedang  hal  itu  belum
tentu  terdapat  dalam  diri  pembimbing.  Dengan  begitu,  pendidik  muslim haruslah  aktif  dari  dua  arah.  Secara  eksternal  dengan  jalan  mengarahkan
membimbing  peserta  didik  dan  secara  internal  dengan  jalan  merealisasikan karakteristik akhlak mulia.
24
Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan
lain  sebagainya.  Batasan  ini  memberi  arti  bahwa  tugas  pendidik  bukan  hanya sekedar  mengajar  sebagaimana  pendapat  kebanyakan  orang.  Disamping  itu,
pendidik  juga  bertugas  sebagai  motivator  dan  fasilitator  dalam  proses  belajar mengajar,  sehingga  seluruh  potensi  peserta  didik  dapat  terkatualisasi  secara  baik
dan dinamis.
2 Peserta didik
Dalam  paradigma  pendidikan  Islam,  peserta  didik  merupakan  orang  yang belum  dewasa  dan  memiliki  sejumlah  potensi  kemampuan  dasar  yang  masih
perlu  dikembangkan.  Disini,  peserta  didik  merupakan  makhluk  Allah  yang memiliki  fitrah  jasmani  maupun  rohani  yang  belum  mencapai  taraf  kematangan,
baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah,  ia  memiliki  bakat,  memiliki  kehendak,  perasaan  dan  pikiran  yang
dinamis dan perlu dikembangkan.
25
Melalui paradigma diatas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan  objek  pendidikan  yang  memerlukan  bimbingan  orang  lain  pendidik  untuk
membantu  mengarahkannya  mengembangkan  potensi  yang  dimilikinya,  serta membimbingnya menuju kedewasaan.
24
Abd.  Rahman  Assegaf,    Filsafat  Pendidikan  Islam,  Paradigma  Baru  Pendidikan  Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2011 h. 112
25
Ibid, h. 47