Metode Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

fakta ceramah dalam mengajarkan bidang studi ini sehingga pembelajaran terasa monoton dan di dominasi penuh oleh guru teacher center. Sumber yang penulis dapatkan menjelaskan bahwa Dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tidak bisa diajarkan dengan pendekatan pengajaran fakta ceramah saja, tetapi harus digunakan pendekatan-pendekatan yang cocok sehingga menuntut peserta didik memahami, menghayati, dan menginternalkan nilai-nilai sejarah ke dalam dirinya. Oleh karena itu, metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dikembangkan pendidik sudah seharusnya dapat menantang daya kognitif intektual dan keaktifan peserta didik. 85 Berhubungan dengan hal di atas, sebelum nantinya guru dapat menentukan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, sudah semestinya guru mempunyai pemahaman tentang hakikat pembelajaran sejarah, tujuan pembelajaran sejarah, nilai-nilai apa yang dibutuhkan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah serta kompetensi-kompetensi apa yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah itu sendiri. Sumber yang di dapatkan penulis menyebutkan bahwa Dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kompetensi yang harus dikembangkan guru yakni kemampuan peserta didik dalam berpikir. Minimalnya pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam harus melatih peserta didik berpikir kronologis, logis kausalitas, dan kreatif. Hal ini sesuai dengan fungsi otak pada manusia, otak kiri mempunyai kemampuan berpikir logis terpusat atau konvergen dan otak kanan mempunyai kemampuan berpikir kreatif menyebar atau divergen. Maka pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah proses pemahaman peristiwa sejarah melalui cerita kronologis beserta sebab-akibatnya dan pencarian makna serta nilai di dalamnya secara kreatif. 86 Berdasarkan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islamlah kedua fungsi otak yang ada pada manusia dapat difungsikan secara seimbang dan maksimal. Agar pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat lebih bermakna dan bernilai tinggi, maka pendidik dapat menggunakan metode yang dapat menumbuhkan minat dan intelektual peserta didik. Langkah awal untuk merevitalisasi metode pembelajaran 85 Toto Suharya, Internalisasi Nilai Agama dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, h. 118 86 Toto Suharya, Internalisasi Nilai Agama…, h. 120. Sejarah Kebudayaan Islam adalah berusaha memahami bagaimana seharusnya mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diajarkan. Menurut Herny Andita dalam bukunya Inovasi Metode Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, ada lima unsur pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang harus diimplementasikan oleh guru. Kelima unsur tersebut yakni: a. Variatif. Pembelajaran apapun yang dilakukan jika monoton pasti membuat peserta didik jenuh, bosan, dan akhirnya kurang berminat. Hal ini terjadi dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, karena terkonsentrasi pada penerapan metode ceramah, sehingga kesan yang muncul adalah mata pelajaran sejarah identik dengan metode ceramah, bahkan sebagian besar guru Sejarah Kebudayaan Islam berasumsi bahwa materi pelajaran tersebut dapat dipindahkan secara utuh dari kepala guru ke kepala peserta didik dengan metode pembelajaran yang serupa. b. Dari fakta ke analisis. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam bukan sekadar transfer of knowledge tetapi juga transfer of value, bukan sekadar mengajarkan peserta didik menjadi cerdas tetapi juga berakhlak mulia. Oleh karena itu, pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam bertujuan untuk mengembangkan keilmuan sekaligus berfungsi didaktis, bahwa maksud pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah agar generasi muda yang berikut dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman nenek moyangnya. c. Terbuka dan dialogis. Praktek pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang tertutup dan monoton berpotensi membawa peserta didik dalam suasana kelas yang kaku, sehingga memunculkan sikap kurang antusias. Oleh karena itu, guru Sejarah Kebudayaan Islam wajib mendesain pembelajaran yang bersifat terbuka dan dialogis. Keterbukaan dan dialogis mengharuskan guru sejarah untuk tidak menganggap dirinya sebagai satu-satunya sumber kebenaran di kelas, sebab paradigma teacher centered yang cenderung membuat suasana kelas menjadi tertutup dan tidak mampu menumbuhkan kreativitas siswa sudah harus ditinggalkan kemudian beralih ke student centered. d. Kreatif divergen. Sejalan dengan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang menekankan pada analisis dan dialogis, penerapan prinsip kreatif divergen sangat penting agar pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam terhindar dari kecenderungan yang hanya menyampaikan fakta sejarah. e. Berorientasi maju progresif. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam perlu didasarkan pada prinsip progresif. Perspektif baru pendidikan Sejarah kebudayaan Islam harus progresif dan berwawasan tegas ke masa depan. Apabila Sejarah Pendidikan Islam hendak berfungsi sebagai pendidikan, maka harus dapat memberikan solusi cerdas dan relevan dengan situasi sosial dewasa ini. Penekanan prinsip ini merupakan pengejawantahan mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan watak tridimensional. 87 87 Herny Andita, Inovasi Metode Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004, Cet. I, h. 67. Metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang cocok untuk menjadikan siswa aktif, kognitif mereka dapat berkembang maksimal dan guru sebagai fasilitatornya yakni metode pakem, inquiry dan cooperative learning. Metode pakem yakni ”metode pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang diterapkan guru untuk menghasilkan pembelajaran yang berkualitas”. 88 Jenis metode yang dapat mewakili pakem yaitu “metode analisa studi kasus, tanya jawab, bermain peran, karya wisata ”. 89 Selanjutnya metode inquiry yaitu “proses untuk memperoleh informasi dengan melakukan observasi guna mencari jawaban terhadap pertanyaan dengan menggunakan kemampuan berpikir logis dan kritis”. 90 Penerapan metode inquiry dalam Sejarah Kebudayaan Islam diharapkan dapat merangsang siswa agar mereka mencari, meneliti serta memecahkan masalah dengan kemampuannya sendiri. “Dalam pelaksanaannya, metode inquiry dapat dilakukan dengan cara diskusi, debat, pemecahan masalah problem solving, penugasan dan resitasi merangkum bahan berdasarkan kalimat dan pemahaman sendiri, kerja kelompok”. 91 Selanjutnya metode cooperative learning yaitu “metode pembelajaran yang menitik beratkan pada pengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok- kelompok kecil”. 92 Penerapan metode cooperative learning dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat menempatkan guru sebagai fasilitator, director-motivator dan evaluator bagi siswa dalam upaya mengembangkan keterampilan sosial dan kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam pelaksanaannya, metode cooperative learning dapat dilakukan dengan cara “jigsaw membahas bahan permasalahan bersama teman sekelompok dan antar kelompok, think pair and share berbagi pendapat atas suatu masalah, 88 Miratul, “Pembelajaran PAKEM”, dalam http:miratul.multiply.com, 20 Maret 2011. 89 Miratul, “Pembelajaran …”, 21 Februari 2011. 90 Abuddin Nata, Perspektif Islam …, h. 118. 91 Abuddin Nata, Perspektif Islam …, h. 120. 92 Wahyu Widyaningsih, “Cooperative Learning Sebagai Metode Pembelajaran Alternatif untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa”, dalam dadirahayu.googlepages.com, 23 februari 2011. student teams achievement divisions belajar bersama antar siswa untuk memecahkan s uatu masalah”. 93 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sejarah Kebudayaan Islam merupakan bidang studi yang dapat mempengaruhi fungsi otak siswa agar lebih seimbang dan optimal. Hal ini tentu saja tidak dapat terealisasikan tanpa penerapan metode pembelajaran yang baik dan optimal pula. Inilah tugas para guru Sejarah Kebudayaan Islam untuk memilih dan menerapkan metode apa yang dapat membantu merangsang kecerdasan kognitif, kemandirian berpikir dan keaktifan siswa. Terkait dengan hal di atas, dalam Al- Qur’anul Karim terdapat banyak ayat yang berhubungan dengan Sejarah Kebudayaan Islam dan kecerdasan kognitif ini. Ayat-ayat tersebut diantaranya: 1. Qs. Ar- Ra’d ayat 19                   Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?. Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran. Qs. Ar- Ra’d: 19. 2. Kisah Nabi Nuh as. Qs. Hud ayat 30            Dan dia berkata: Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari azab Allah jika aku mengusir mereka?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?. Qs. Hud: 30 3. Kisah Nabi Hud as. Qs. Hud ayat 51                 93 Aini Muhfida, Studi Komparasi Metode Pembelajaran Kooperatif, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2000, h. 29. Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkannya?. Qs. Hud: 51 4. Kisah Nabi Luth as. Qs. Hud ayat 78                               Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan namaku terhadap tamuku ini. tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?. Qs. Hud: 78 5. Kisah Nabi Nuh as. Qs. Al- „Ankabut ayat 15        Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu sebagai pelajaran bagi semua umat manusia. Qs. Al- „Ankabut: 15 6. Kisah Nabi Musa as. Qs. Asy- Syu’ara ayat 28            Musa berkata: Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: itulah Tuhanmu jika kamu mempergunakan akal. Qs. Asy- Syu’ara: 28 7. Kisah Nabi Yusuf as. Qs. Yusuf ayat 111                          Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur ’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Qs. Yusuf: 111 8. Kisah Nabi Luth as. Qs. Al-Hijr ayat 74-75                Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. Qs. Al-Hijr: 74-75

C. Hipotesis Penelitian

Untuk memudahkan penelitian skripsi ini, penulis mengajukan hipotesis yang nantinya akan diuji kebenarannya. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang akan diajukan oleh seorang peneliti. Dikatakan sementara karena jawaban tersebut harus terlebih dahulu diuji oleh data. Adapun rumusan hipotesis yang diajukan oleh penulis adalah sebagai berikut: a. Ho hipotesis nihil: Tidak adanya hubungan yang signifikan antara pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan kecerdasan kognitif siswa kelas XII MA. Al-Falah Jakarta. b. Ha hipotesis alternatif: Adanya hubugan yang signifikan antara pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan kecerdasan kognitif siswa kelas XII MA. Al-Falah Jakarta. 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang dijadikan sebagai obyek penelitian adalah Madrasah Aliyah MA Al-Falah yang beralamat di Jl. H. Tohir No. 43 RT: 03 RW: 07 Kampung Baru, Sukabumi Selatan, Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan dimulai sejak bulan Desember sampai dengan Januari 2011.

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu: 1. Variabel bebas: Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam SKI 2. Variabel terikat: Kecerdasan kognitif siswa

C. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang akan menggambarkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analisis melalui jenis penelitian lapangan field research.