Aspek-aspek Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Sejarah Kebudayaan Islam. Adapun penjelasan dari kesemua aspek ini akan penulis uraikan sebagai berikut. 1. Tenaga pendidik guru Sejarah Kebudayaan Islam Salah satu unsur penting dari proses kependidikan ialah guru atau pendidik. Secara umum, guru adalah ”orang yang mempunyai tanggungjawab untuk mendidik”. 71 Sementara secara khusus, guru dalam perspektif pendidikan Islam yaitu ”orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan siswa dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi siswa, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam”. 72 Dalam pendidikan Islam, khususnya di bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam ini seorang guru hendaknya mempunyai kompetensi yang bisa membedakannya dari yang lain. Dengan kompetensinya tersebut menjadi ciri dan sifat yang akan melandasi keberhasilan proses pembelajaran. Umumnya, kompetensi guru ini dibagi dua, yakni: a. kompetensi professional religius, dan b. kompetensi personal religius sikap mengajar. Menurut Al-Ghazali seperti yang dikutip Muhaimin dalam bukunya menjelaskan bahwa Kompetensi professional religius guru ini mencakup bagaimana guru dalam penyampaian materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, penguasaan materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, pendalaman materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, penggunaan serta penguasaan media pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. 73 Sedangkan kompetensi personal religius sikap mengajar guru menurut Athiyah al-Abrasyi mencakup ”berlaku adil terhadap siswa, bersikap ramah terhadap siswa, bersikap lemah lembut terhadap siswa, bersikap bijaksana dalam menghadapi siswa, bersikap sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada siswa dan bersikap jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya kepada siswa”. 74 71 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002, Cet. I, h. 41. 72 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam …, h. 43. 73 Muhaimin, dkk., Par adigma Pendidikan Islam…, h. 98. 74 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 45. 2. Materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Materi atau bahan pembelajaran merupakan sesuatu yang diberikan kepada siswa saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Materi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai ”segala sesuatu yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan SKL, Standar Kompetensi SK, dan Kompetensi Dasar KD pada standar isi yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentuka n”. 75 Ahmad Mustofa menjelaskan bahwa Materi pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan kognitif mencakup fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Sedangkan materi pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan afektif mencakup kemampuan mengembangkan ide, memilih, menggunakan bahan, menggunakan peralatan, dan teknik kerja. Adapun materi pembelajaran yang tergolong sikap atau nilai psikomotorik adalah materi yang berkenaan dengan sikap ilmiah, seperti nilai kasih sayang, kebersamaan, tolong menolong, kejujuran, semangat bekerja dan lain-lain. 76 Umumnya, setiap bidang studi yang diajarkan guru disekolah memiliki materi pembelajaran yang dibangun berdasarkan ketiga aspek di atas dan salah satu bidang studi tersebut yaitu Sejarah Kebudayaan Islam. Membahas materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini tidak hanya dilihat dari ketiga aspek tersebut, tetapi juga ada hal-hal yang menjadi indikator dari materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini. Muhaimin dan kawan-kawan dalam bukunya mengemukakan bahwa Indikator yang menjadi dasar materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yaitu masalah bagaimana cakupan atau isi materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam itu. Dalam menentukan ruang lingkup materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam perlu memperhatikan tiga aspek, yaitu: aspek kognitif fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek afektif; dan aspek psikomotorik. Selain itu, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut: a. kelengkapan materi, materi yang disajikan mendukung pencapaian seluruh Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD yang termuat dalam work sheet. b. keluasan materi, menggambarkan berapa banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, dan c. kedalaman materi, 75 Ahmad Mustofa, Pengembangan Materi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. I, hlm. 77. 76 Ahmad Mustofa, Pe ngembangan Materi Pembelajaran…, h. 79. seberapa detail konsep-konsep yang harus dipelajari atau dikuasai oleh siswa. Ketepatan dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam akan menghindarkan guru dari mengajarkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu dangkal atau terlalu mendalam. 77 Selain indikator di atas, kelayakan penyajian sequencing materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pun tidak kalah pentingnya dengan cakupan atau ruang lingkup. Abdul Majid dan Dian Andayani mengatakan bahwa “tanpa adanya kelayakan penyajian sequencing yang tepat dan terperinci dalam materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, maka sudah tentu hal ini akan menyulitkan siswa dalam mempelajari dan memahami Sejarah Kebudayaan Islam”. 78 Selain itu, sumber lain yang penulis dapatkan menjelaskan bahwa standar dalam kelayakan penyajian sequencing materi ini mencakup: a. Kelengkapan penyajian. Kelengkapan penyajian ini diantaranya: 1 Bagian awal. Meliputi: sampul, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau ilustrasi dan daftar lampiran. 2 Bagian inti. Meliputi: judul bab, uraian bab, ringkasan bab, gambar atau ilustrasi, latihan atau contoh soal untuk evaluasi kompetensi. 3 Bagian akhir. Meliputi: rangkuman, lampiran dan daftar pustaka. b. Penyajian materi. Penyajian materi ini diantaranya: 1 Keruntutan materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. 2 Materi Sejarah Kebudayaan Islam tidak menyimpang dari aqidah Islam. Artinya uraian materi menampilkan contoh atau bahasan yang tidak bertentangan dengan Al- Qur’an dan Hadits. 3 Uraian materi Sejarah Kebudayaan Islam menampilkan bahasan yang sesuai dengan aqidah Islam. 4 Uraian materi Sejarah Kebudayaan Islam menceritakan figur-figur teladan dalam Islam. 79 3. Metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan metode pembelajaran karena di dalamnya dijumpai berbagai materi tentang konsep dan wawasan Islam yang menuntut guru untuk komunikatif dan kreatif dalam menyampaikannya agar proses pembelajaran terkesan menarik. Menarik atau tidaknya pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam 77 Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam…, h. 242. 78 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. III, h. 173. 79 Sirajudin Zar, dkk., Hasil Rapat Kerja Penilaian …, 2010. ini tentunya dipengaruhi oleh penerapan metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sendiri. Penerapan metode pembelajaran yang tepat seperti diskusi, tanya jawab, penugasan, kerja kelompok, karya wisata dan sebagainya sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Metode yang tidak tepat akan berakibat terhadap pemakaian waktu yang tidak efisien. Selain penerapan metode pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran yang variatif juga dapat dilakukan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Armai Arief mengatakan bahwa ”metode pembelajaran yang variatif bukan hanya dapat memberikan kesan menarik kepada siswa, tetapi juga dapat membangkitkan motivasi belajar mereka”. 80 Dengan variasi metode pembelajaran ini, siswa tidak hanya menguasai materi pembelajaran akademis teoretis, tetapi juga menguasai aspek praktik dan pragmatik. Adapun variasi metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini seperti metode tanya jawab, diskusi, karya wisata, ceramah, kerja kelompok, penugasan dan sebagainya. Penguasaan metode pembelajaran juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar mengajar Sejarah Kebudayaan Islam di kelas. Penguasaan metode pembelajaran yang profesional dan prima menjadi tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran yang pada akhirnya berfungsi sebagai diterminasi kualitas pendidikan. 4. Evaluasi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Evaluasi merupakan “penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menguasai bahan pengajaran yang telah diberikan”. 81 Tujuan dari evaluasi ini yakni untuk mengetahui kadar pemilikan dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Sebagai 80 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002, Cet. I, h. 39. 81 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. X, h. 40. tindak lanjut dari tujuan ini yakni untuk mengetahui siapa di antara siswa yang cerdas dan yang lemah. Setiap materi pelajaran yang diajarkan guru di sekolah diharuskan melakukan evaluasi untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran. Hal ini tidak terkecuali pada materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Evaluasi terhadap materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini umumnya dapat dilakukan melalui tiga tahap, yakni: a. Evaluasi test formatif. Yakni penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu. Tujuan tes ini yakni untuk membantu guru dalam mengetahui kesiapan siswa sebelum interaksi belajar dimulai. Tes formatif ini dapat dilakukan guru dengan cara mengadakan pre test tes awal sebelum memulai pengajaran. Pre test ini dapat dilaksanakan melalui appersepsi entering behaviour, mengadakan kuis interaktif guru dan siswa, memberikan pertanyaan kepada siswa dan sebagainya. Selain pre test, guru juga dapat melaksanakan post test tes yang dilakukan setelah setiap kali selesai mengajar untuk mengetahui hasil belajar siswa yang baru saja dilaksanakan. Post test ini bisa diterapkan dengan cara memberikan tugas kepada siswa setiap akhir pembahasan materi pembelajaran, mengadakan ulangan harian test setiap akhir pembahasan materi pembelajaran. b. Evaluasi test mid semester. Yakni penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar siswa yang telah selesai mengikuti pelajaran selama pertengahan semester proses pembelajaran. Test mid semester ini dapat digolongkan ke dalam bentuk test sumatif. Adapun tujuan test ini yakni untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai siswa selama pertengahan semester. Penilaian mid semester dapat diterapkan melalui pelaksanaan Ujian Tengah Semester UTS. c. Evaluasi test akhir semester. Yakni penilaian yang dilakukan terhadap terhadap hasil belajar siswa yang telah selesai mengikuti pelajaran selama satu semester penuh akhir tahun pembelajaran. Test akhir semester ini juga dapat digolongkan ke dalam bentuk tes sumatif. Tujuan test akhir semester yakni untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai siswa selama satu semester penuh pada suatu unit pendidikan tertentu. Penilaian akhir semester ini dapat diterapkan melalui pelaksanaan Ujian Akhir Semester UAS dan biasanya dalam test akhir semester ini guru juga memberikan penghargaan reward kepada siswa setiap akhir evaluasi pembelajaran sebagai bentuk ketercapaian hasil belajar selama satu semester penuh. 82 Dari uraian di atas tentang aspek-aspek pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran 82 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran …, h. 92-94. khususnya pada bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam yang diberikan di lembaga pendidikan formal tidak akan dapat berjalan optimal dan mencapai tujuan pendidikan bila tidak didukung oleh aspek-aspek yang dimana aspek-aspek tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Aspek pembelajaran itu diantaranya tenaga pendidik guru, materi pembelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.

7. Metode Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Metode secara harfiah berasal dari kata methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Samsul Nizar dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis menjelaskan bahwa metode adalah “sesuatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu”. 83 Sedangkan metode pembelajaran sendiri merupakan “cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran”. 84 Di dunia pendidikan, metode pembelajaran ini memiliki peran penting dalam mewujudkan suatu tujuan pembelajaran dari setiap bidang studi yang telah ditetapkan. Sejarah Kebudayaan Islam sebagai salah satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang diajarkan di lembaga pendidikan formal sama dengan bidang studi lain mempunyai tujuan pembelajaran yang dimana untuk merealisasikannya di lakukan melalui metode pembelajaran yang tentunya terkait dengan hal-hal kesejarahan dan kebudayaan Islam. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam bukan hanya sekedar menekankan kepada pengertian konsep-konsep sejarah belaka, tetapi bagaimana melaksanakan proses pembelajarannya dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran tersebut, sehingga pembelajaran tersebut menjadi benar-benar bermakna. Namun, dalam prosesnya kerap kali ditemukan permasalahan seperti rendahnya minat peserta didik terhadap Sejarah Kebudayaan Islam, rendahnya kemampuan guru dalam menerapkan berbagai metode dan pendekatan pengajaran 83 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 66. 84 Tohirin, Psikologi Pembelajaran …, h. 113. fakta ceramah dalam mengajarkan bidang studi ini sehingga pembelajaran terasa monoton dan di dominasi penuh oleh guru teacher center. Sumber yang penulis dapatkan menjelaskan bahwa Dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tidak bisa diajarkan dengan pendekatan pengajaran fakta ceramah saja, tetapi harus digunakan pendekatan-pendekatan yang cocok sehingga menuntut peserta didik memahami, menghayati, dan menginternalkan nilai-nilai sejarah ke dalam dirinya. Oleh karena itu, metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dikembangkan pendidik sudah seharusnya dapat menantang daya kognitif intektual dan keaktifan peserta didik. 85 Berhubungan dengan hal di atas, sebelum nantinya guru dapat menentukan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, sudah semestinya guru mempunyai pemahaman tentang hakikat pembelajaran sejarah, tujuan pembelajaran sejarah, nilai-nilai apa yang dibutuhkan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah serta kompetensi-kompetensi apa yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah itu sendiri. Sumber yang di dapatkan penulis menyebutkan bahwa Dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kompetensi yang harus dikembangkan guru yakni kemampuan peserta didik dalam berpikir. Minimalnya pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam harus melatih peserta didik berpikir kronologis, logis kausalitas, dan kreatif. Hal ini sesuai dengan fungsi otak pada manusia, otak kiri mempunyai kemampuan berpikir logis terpusat atau konvergen dan otak kanan mempunyai kemampuan berpikir kreatif menyebar atau divergen. Maka pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah proses pemahaman peristiwa sejarah melalui cerita kronologis beserta sebab-akibatnya dan pencarian makna serta nilai di dalamnya secara kreatif. 86 Berdasarkan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islamlah kedua fungsi otak yang ada pada manusia dapat difungsikan secara seimbang dan maksimal. Agar pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat lebih bermakna dan bernilai tinggi, maka pendidik dapat menggunakan metode yang dapat menumbuhkan minat dan intelektual peserta didik. Langkah awal untuk merevitalisasi metode pembelajaran 85 Toto Suharya, Internalisasi Nilai Agama dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, h. 118 86 Toto Suharya, Internalisasi Nilai Agama…, h. 120.