3. India
Untuk mendapatkan insentif tax exemption organiasi nirlaba yang menerima atau mengelola dana CSR di India harus mendaftarkan legalitas organisasinya ke
instansi pemerintah yang telah ditunjuk. Organisasi nirlaba dapat memilih beberapa bentuk legalitas seperti trust, society, atau non-profit company. Organisasi nirlaba
dalam bentuk trust, society,atau non-profit company ini dapat mengajukan tax exemption dan tax deduction dengan syarat tertentu. Seperti harus mengalokasikan
sejumlah presentase minimum dari penghasilannya untuk program-program CSR serta pengeluaran bebas adminsitrasi dan pembelian asset tetap terdaftas sebagai
objek pajak. Berdasarkan income Tax Act 1961, organisasi nirlaba dan keagamaan yang memenuhi syarat tersebut, berhak memperoleh insentif tax exemption. Selain
itu, organisasi nirlaba juga dibebaskan dari wealth tax, sebuah pajak redistributive untuk pemerataan kesejahteraan, beberapa aspek PPN, sales tax,dan
Bagi individu atau perusahaan yang melakukan aktivitas CSR, insentif perpajakan juga diberikan. Yaitu berupa tax deduction sebesar 50 lima puluh
persen sampai dengan 125 seratus dua puluh lima dari Penghasilan Kena Pajak atas hibah atau sumbangan yang diberikan dalam bentuk uang ke organisasi laba.
custom duty.
4. Korea Selatan
Pemerintah Korea menawarkan berbagai kebijakan pajak yang lebih kondusif di bandingkan dengan negara-negara lain. Mengacu pada Pasal 62 Tax Exemption
and Reduction Control Law segala penghasilan dari upah atau gaji donatur individu
Universitas Sumatera Utara
yang disumbangkan berdasarkan undang-undang dan sumbangan lain berhak mendapat pengurangan sebesar 100 seratus persen sebagai suatu pengurangan
khusus dengan maksimum penghasilan bruto. Setiap individu pun berhak mendapatkan pengurangan lebih dari 5 lima persen dari penghasilan bruto jika
mendistribusikan sumbangan sesuai dengan ketentuan Pasal 61 Bab 2 Tax Exemption and Reduction Control Law. Sedangkan bagi donatur perusahaan dan individu yang
memiliki penghasilan bisnis berdasarkan jenis penghasilan dan aktivitasnya berhak menjadikan sumbangan tersebut sebagai pengurangan penghasilan kena pajak.
Ketentuan perpajakan tersebut didukung dengan Corporation Law, yang menyatakan bahwa penyumbang perusahaan yang memberikan kontribusi sesuai dengan
ketentuan undang-undang dan Pasal 61, Bab 2 dan Pasal 62 dari Tax Exemption and Reduction Control Law berhak menjadikan sumbangan tersebut sebagai pengurang
penghasilan kena pajak. Adanya keselarasan antara kebijakan perpajakan dengan undang-undang perusahaan menunjukkan adanya kepastian hukum terkait pengaturan
tentang CSR. Menurut Pasal 61 Tax Exemption and Reduction Control Law beberapa
kategori sumbangan yang diberikan insentif sebagai deductible expenses adalah: i Nilai uang dan barang yang disumbangkan untuk lembaga penelitian yang ditetapkan
oleh Research Promotion Law atau Law for Establishment of Industry and Energy Infrastructure; ii Kontribusi untuk dana promosi kebudayaan dan seni yang
ditentukan oleh Culture and Art Promotional Law; iii Kontribusi bagi yayasan
Universitas Sumatera Utara
sekolah swasta yang ditentukan oleh Private School Law; iv Nilai uang dan barang yang dikontribusikan untuk kesejahteraan pekerja yang ditetapkan oleh perusahaan;
v Kontribusi untuk Independence Memorial Hall; vi Kontribusi untuk Winter University Organizing Committee; vii Kontribusi untuk Korea Foundation; viii
Kontribusi untuk Pusan Asia Olympic Organizing Committee. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jung, Park, dan Hwang lebih lanjut
menyatakan bahwa organisasi nirlaba di Korea perlu melakukan registrasi formal di kantor kementerian tertentu agar dapat berfungsi dalam masyarakat dan memperoleh
hak-hak legal lainnya. Prosedur dan syarat untuk mendapatkan entitas legal secara umum diatur dalam Civil Code dan secara khusus dalam Non-profit Act dan ketetapan
tambahan lainnya.
178
178
Ku-Hyun Jung, Tae-Kyu Park, dan Chang-Soon Hwang, Korea, dalam Thomas Silk ed., 1999, Philanthrophy and Law in Asia. Dikutip dari Public Interest Research and Advocacy Center,
Kebijakan Insentif Perpajakan Untuk Organisasi Nirlaba: Pelajaran dari Mancanegara, hal. 61
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISIS HUKUM SINKRONISASI ANTARA UU NOMOR 40
TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN HUKUM PAJAK ATAS BIAYA TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
B. Dasar dan Azas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
1. Dasar Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan masuk ke dalam kelompok keputusan yang bersifat mengatur regeling. Satjipto Raharjo mengemukakan bahwa suatu peraturan
perundang-undangan yang menghasilkan peraturan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Bersifat umum dan konprehensif, yang dengan demikian merupakan
kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas. b. Bersifat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa
yang akan datang yang belum jelas bentuk kongkritnya. Oleh karena itu ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.
c. Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang
memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali.
179
Dengan adanya sifat umum bagi peraturan perundang-undangan, maka dalam membentuk peraturan perundang-undangan haruslah memperhatikan landasan bagi
kekuatan dan keberadaannya. Mengingat hal ini maka suatu peraturan perundang- undangan yang baik sekurang-kurangnya haruslah memperhatikan tiga landasan yaitu
landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis.
180
179
Sartijipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 83-84.
180
B. Hestu Cipto Handoyo, Prinsip-Prinsip Legal Drafting Desain Naskah Akadaemik, Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2008, hal. 62.
Universitas Sumatera Utara