BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada Bab-bab terdahulu, selanjutnya dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan CSR di Indonesia menyebar
dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Rumusan dan pengertian tanggung jawab sosial perusahaan CSR antara undang-undang tersebut
berbeda-beda, namun secara substansi telah mengubah paradigma tanggung jawab sosial perusahaan CSR dari sukarela voluntary menjadi wajib
mandatory. Pengaturan mengenai sumber pendanaan CSR masih belum seragam, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dana tanggung jawab sosial perusahaan merupakan biaya yang dapat
diperhitungkan oleh perusahaan, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dana CSR diambil dari laba
perusahaan dan bukan merupakan biaya yang dapat dibebankan. 2.
Hukum Pajak di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 huruf i,j,k,l,m tentang Pajak Penghasilan telah mengatur biaya
tanggung jawab sosial perusahan CSR. Biaya tanggung jawab sosial perusahaan CSR diberikan fasilitas perpajakan seperti pengurangan pajak tax
Universitas Sumatera Utara
deduction ataupun penghasilan tidak kena pajak tax exemption namun dalam lingkup yang terbatas, yaitu: sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana
nasional, penelitian dan pengembangan, fasilitas pendidikan, pembinaan olah raga dan pembangunan infrastruktur sosial. Untuk mendapat insentif pajak
biaya CSR dapat diakui sebagai biaya harus dipenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010. Selanjutnya
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah UU PPN dan
PPnBM tidak mengatur secara khusus pengenaan PPN atas pelaksanaan CSR. Atas penyerahan barang danatau jasa kena pajak tetap terutang PPN sebesar
10 sepuluh persen dari nilai penyerahan barang dan jasa yang diserahkan. 3.
Belum terdapat sinkronisasi pengaturan tanggung jawab sosial CSR antara Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan
hukum pajak di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan CSR
sudah melekat pada perusahaan sejak awal beroperasi dan merupakan kewajiban yang dianggarkan setiap awal tahun dan merupakan biaya bagi perseroan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menganut konsep before profit yaitu perusahaan setiap tahun wajib melaksanakan tanggung
jawab sosial CSR walaupun kinerja keuangan perusahaan belum mencapai laba. Sedangkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Universitas Sumatera Utara
Penghasilan melalui PP Nomor 93 Tahun 2010 mengatur bahwa hanya
perusahaan yang memperoleh keuntungan pada tahun sebelumnya yang memperoleh insentif pajak atau dapat membebankan biaya tanggung jawab
sosial perusahaan CSR. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menganut konsep after profit yaitu pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan CSR
baru dapat dilaksanakan setelah perusahaan memperoleh keuntungan. Ketentuan ini menimbulkan ketidakpastian pengaturan biaya tanggung jawab sosial
perusahaan CSR bagi perusahaan.
B. Saran