Teori Pemangku Kepentingan Stakeholder Primacy Theory

meningkatkan kekayaan yang dipercayakan shareholder kepadanya tanpa kecurangan. Sedangkan tanggung jawab lain yang dipikulkan kepada manajer harus berada di bawah tanggung jawab tersebut. Manajer yang baik harus mengajukan pertanyaan pada dirinya sendiri, apakah telah melaksanakan tugas atau kepercayaan yang diberikan oleh pemegang saham have we are met our fiduciary duties to the shareholders?. 109 Sejajar dengan pandangan Barle dan Means ditemukan dalam pandangan Daniel Fischel and Hakim Frank Easterbrook 1982 dalam tulisannya “Antitrust Suits by Targets of Tender Offers”. Mereka mempostulasikan ide yang disebut Cynthia A. Williams sebagai irresponsible notion. Menurut pandangan ini manajemen perusahaan diperbolehkan untuk melanggar aturan-aturan tanggung jawab sosial perusahaan jika kepentingan pemodal dan kepentingan bisnis terhalangi. Kepentingan bisnis pemodal, dalam perspektif ini, harus supreme dan tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan lainnya . 110

3. Teori Pemangku Kepentingan Stakeholder Primacy Theory

Stakeholder Primacy Theory bertolk belakang belakang dengan Sahare Holder Primacy Theory. Pada Satakeholder Primacy Theory, yang menjadi tumpuan kepentingan adalah para pemangku kepentingan. Seperti ditegaskan oleh E. Merrick 109 Philp R.P. Coelho, James E.Mc. Clure., Jhon A. Spry, The Social Responsibility of Corporate Management, A Classical Critique. Mid Amerecan Journal of Business, 2003, Vol.18, No.1, hal.16. 110 Andi Syafrani, CSR Dalam Pespektif Corporate Law: Sebuah Upaya Pemetaan Anatomi Teoritis Bagian 1, http:asyafrani.multiply.com , diunduh tanggal 23 Maret 2013. Universitas Sumatera Utara Dodd Jr. 1932, perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya kepada pemiliknya shareholders tapi juga terhadap multi konstituen atau yang lebih populer disebut stakeholders. Pandangan Dodd berkembang dan dielaborasi lebih lanjut dalam bingkai teori yang dikenal dengan Other Constituencies Stakeholders Theory OCT. Teori ini dipertentangkan dengan Shareholders Primacy Theory SPT yang dibangun oleh pemikir hukum korporasi legendaris, Adolf A. Berle lewat tulisannya “Corporate Powers as Power in Trust” 1931. Perdebatan kedua tokoh ini yang secara terbuka dilakukan lewat tulisan-tulisan di Harvard Law Journal pada 1930-an tentang “For Whom Are Corporate Managers Trustees?” sampai saat ini masih mewarnai diskursus hukum korporasi. Pemikiran Dodd dipercaya menjadi bangunan filosofis bagi konsep Corporate Citizenship dan juga CSR. Hanya saja, tidak seperti SPT yang masuk dalam arus utama hukum positif korporasi regulasi lewat instrumen Rapat Umum Pemegang Saham RUPS misalnya, Other Constituencies Theory diinisiasi dan direalisasikan secara praktis dan langsung oleh perusahaan tanpa campur tangan otoritas hukum deregulasi. Ramirez dalam bukunya Cultivating Peace, mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakeholder. Freeman yang mendefenisikan stakeholders yaitu: “any group or individual who can affect or is affected by anchievement of the organization’s objectives” 111 111 R. Ramirez, Stakeholder Analysis and Conflict Management dalam Daniel Buckles, Cultivating Piece, Conflict and Collaboration in Natural Resource Management. WBI Washington, DC.USA., 1999, hal. 67. atau terjemahan bebasnya sebagai kelompok atau indvidu yang dapat memengaruhi danatau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan Universitas Sumatera Utara tertentu. Stakeholder theory lahir atas kritikan dan kegagalan shareholder theory atau Friedman’s fradigm dalam upaya meningkatkan tanggung jawab perusahaan, yang terletak pada tanggung jawab tunggal manajemen kepada shareholders. Atau dengan bahasa lain Philp R.P. Coelho, James E. Jhon A Spray menyebutnya dengan the list of stakeholders includes only shareholder 112 Teori pemangku kepentingan didasarkan pada pemahaman bahwa melampaui para pemegang saham, terdapat beberapa agen dengan sebuah kepentingan dalam tindakan dan keputusan perusahaan. Stakeholder Theory atau Teori Pemangku Kepentingan menyatakan bahwa dalam tata kelola organisasi korporasi, direksi atau pengelola harus memerhatikan pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang lebih luas daripada pemegang saham atau pemilik modal. Dalam teori ini, organisasi korporasi hadir bukan saja untuk pemegang saham, melainkan untuk semua pemangku kepentingan, yaitu pihak-pihak yang memengaruhi atau dipengaruhi oleh kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh organisasi, sasaran-sararan dan keputusan-keputusan yang dibuat atau akan dibuat oleh organisasi. . Kegagalan tersebut mendorong munculnya stakeholder theory yang melihat bahwa shareholder merupakan bagian dari stakeholders itu sendiri. Teori pemangku kepentingan ini dikembangkan dari konsep pemangku kepentingan yang pertama kali digunakan dalam literatur manajemen pada sebuah 112 Philp R.P. Coelho, James E. Jhon A Spray, The Soscial responsibility of Corporate Management, A Classical Citique, Mid-American Journal of Business, 2003, Volume 18, hal. 17. Universitas Sumatera Utara memorandum internal di Stanford Research Institute 113 Mengutip Freeman, tahun 1963. Konsep pemangku kepentingan ini berkembang dan diterima luas dalam diskursus-diskursus di bidang manajemen strategis, tata kelola perusahaan, tujuan-tujuan usaha dan tanggung jawab sosial korporasi, setelah dibahas sebagai sebuah teori oleh R. Edward Freeman dalam Strategic Management: A Stakeholder Approach. 114 Jika dilihat dari berbagai kebijakan, program, dan proyek pemeritah, publik, stakeholders dapat dapat dikelompokkan atas tiga, yaitu: seorang penganjur pertama teori ini, yang dimaksud dengan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang mendapatkan keuntungan dari atau kerugian oleh, dan yang hak-haknya dilanggar atau dihargai oleh tindakan korporasi. Yang termasuk pemangku kepentingan adalah para pemegang saham itu sendiri, para kreditor, pekerja atau buruh, para pelanggan, pemasok, dan masyarakat atau komunitas pada umumnya. Teori pemangku kepentingan menekankan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial yang menuntut dia harus mempertimbangkan semua kepentingan pelbagai pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya. Acuan pertimbangan para manajer dalam mengambil keputusan dan tindakan bukan semata-mata para pemegang saham, melainkan juga pihak lain manapun yang terkena pengaruhnya. 115 113 Stanford Research Institute, sekarang bernama SRI International, sebuah lembaga riset nirlaba independen yang berpusat di California, Amerika Serikat. 114 R. Edward Freeman, A Stakeholder Theory of the Modern Corporation, dalam L.B. Pincus ed., Perspectives in Business Ethics, Singapore: McGraw Hill, 1998, hlm. 171-181. 115 Busyra Azheri, Op.Cit. hal. 113. Universitas Sumatera Utara b. Primary Stakeholder, merupakan stakeholders yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kegiatan, kebijakan, program, danatau proyek tertentu. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan, mereka antara lain: 1. Masyarakat dan tokoh masyarakat, yaitu mereka yang diidentifikasi akan memperoleh manfaat danatau terkena danpak kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian dari suatu kegiatan tertentu. 2. Pihak manajer publik, adalah lembagabadan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan. c. Secondary Stakeholders, adalah stakeholders yang tidak memiliki kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program dan proyek, tetapi memilkiki kepedulian concern dan keprihatinan, sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. Stakeholders sekunder terdiri dari: 1. Lembaga aparat pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung. 2. Lembaga pemerintah yang terkait dengan isu, tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan. 3. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM setempat yaitu LSM yang “concern” terhadap CSR, termasuk organisasi massa yang terkait. 4. Perguruan tinggi yaitu kelompok akademisi yang memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah. 5. Pengusaha badan usaha yang terkait. d. Key Stakeholders, yaitu stakeholders yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Satakeholders kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai dengan levelnya, legislatif, dan instansi terkait.

D. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR Dalam Sistem Hukum Indonesia

Dokumen yang terkait

Corporate Social Responsibility Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 48 152

Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 42 169

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 25 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 5 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 2 16

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil Atas Tanggung Jawab Direksi Pada Sebuah Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 19 68

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

PELAKSANAAN CSR (Corporate Social Responsibility) SEBAGAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (Studi Di PT. Air Mancur).

0 0 13

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Akuisisi Suatu Perusahaan Yang Merugikan Pemegang Saham Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

0 0 1

Implikasi Ketentuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas.

0 0 1