Pengaturan Perpajakan Biaya CSR Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

1. Pengaturan Perpajakan Biaya CSR Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008. Undang-Undang Pajak Penghasilan UU PPh dilandasi dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya terdapat ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. 161 Pada tahun 2008 dilakukan perubahan keempat kalinya atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yaitu dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008. Arah dan tujuan penyempurnaan UU Pajak Penghasilan ini sebagaimana disebutkan pada penjelasan angka 3 Undang-undang ini adalah untuk: 162 a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak; b. Lebih memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak; c. Lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan; d. Lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi dan transparansi; dan e. Lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman 161 Gunadi, Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan Berdasarkan atas UU Nomor 7 tahun 1983 Tentang PPh Sebagaiman Telah Diubah Terakhir Dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, Jakarta:Penerbit Salemba Empat, 2002, hal. 10. 162 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Penjelasan angka 3. Universitas Sumatera Utara modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. 1 Pengaturan Perpajakan dari Sisi Penerima Dana CSR Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan Obyek Pajak adalah apa yang dikenakan pajak. Undang-undang perpajakan selalu dengan tegas dan jelas menyebutkan apa yang menjadi obyek setiap jenis pajak. Sesuai dengan namanya Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan. Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 36 tahun 2008 tentang PPh telah memberikan penegasan mengenai jenis- jenis penghasilan yang merupakan obyek pajak. Pengertian penghasilan menurut UU PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk memikul bersama-sama biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan ability to pay. 163 Untuk tujuan pengenaan Pajak Penghasilan, tidak semua tambahan kemampuan ekonomis yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak merupakan Obyek Pajak. Bahkan tidak semua produk dari transaksi penghasilan merupakan Obyek Pajak. Hal ini selaras dengan fungsi dan tugas pajak untuk dapat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi dan pengalokasian sumber daya atau distribusi faktor produksi untuk pencapaian kebijakan ekonomi pemerintah. Seperti kebanyakan negara lainnya, Indonesia menganut pendekatan pemajakan 163 Gunadi, Op.Cit., hal 46. Universitas Sumatera Utara komprehensif comprehensive income taxation. 164 Dalam UU PPh tidak dengan jelas mengatur tentang CSR. Ketentuan yang dapat dihubungkan dengan aktivitas CSR dari sisi penerima manfaat adalah ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a UU PPh, yang dikecualikan dari objek pajak adalah: Pemikirannya ialah bahwa semua penghasilan harus dikenakan pajak dan pendapatan yang diperoleh dari basis pemajakan yang luas harus dipakai untuk menurunkan tarif pajak. Pengertian penghasilan sebagai Obyek Pajak dalam ketentuan perpajakan menganut konsep basis yang luas broad base. a bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan b harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan CSR bantuan atau sumbangan yang diterima oleh lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansilembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan 164 Ibid., hal. 64 Universitas Sumatera Utara bencana, sumbangan yang diterima lembaga penelitian dan pengembangan, sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan, sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga, dan biaya pembangunan infrastruktur sosial dikecualikan dari pengenaan pajak. Menurut Pasal 4 ayat 3 UU UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dinyatakan bahwa dalam sistem pajak yang sifatnya subyektif dan obyektif, selalu ada Obyek Pajak yang dikecualikan. Karena pada dasarnya semua tambahan kemampuan ekonomis dikenakan pajak, pengecualian terbatas hanya pada apa yang tercantum dalam undang-undang. 2 Ketentuan Perpajakan dari Sisi Perusahaan yang Melaksanakan CSR Setiap wajib pajak selalu ingin memaksimalkan pengurangan biaya-biaya usaha untuk meminimalkan penghasilan kena pajak dan pajak terutang. Prinsip dasar yang menjadi acuan dalam menetapkan boleh tidaknya pengeluaran dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto usaha sebagaimana telah dianut dalam Pasal 6 ayat 1 UU No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan UU PPh yaitu prinsip 3 M mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan masih saja menimbulkan perbedaan interpretasi antara pihak fiskus dan Wajib Pajak. Konsep teoretis mengenai jenis-jenis biaya yang menjadi pengurang penghasilan bruto sebagaimana dikemukakan oleh Sommerfeld, Ray M, et.al dalam Universitas Sumatera Utara bukunya, An Introduction to Taxation, bahwa pengeluaran tersebut memenuhi kriteria-kriteria yaitu: 165 a Ordinary expense, bahwa komponen biaya secara umum dapat menjadi pengurang penghasilan bruto bagi semua wajib pajak. b Necesssary, bahwa biaya yang dikeluarkan dianggap mampu untuk memberi kontribusi menghasilkan pendapatan perusahaan. c Trade or business, bahwa biaya usaha adalah berhubungan dengan kegiatan lini usaha perusahaan. d Reasonable in amount, bahwa biaya yang dikeluarkan merupakan jumlah yang wajar sesuai kepentingan usaha. Sebelum diterbitkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 38 tahun 2008, semua pengeluaran yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan tidak masuk dalam kategori biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sehingga untuk keperluan PPh biaya-biaya tersebut tidak boleh dibebankan. Oleh karenanya pos tanggung jawab sosial perusahaan dapat dialokasikan secara gradual khusus bagi perusahaan yang telah mendapatkan laba sehingga dianggap telah mampu mengalokasikan sebagian dari penghasilan kena pajaknya untuk komitmen pengeluaran tanggung jawab sosial perusahaan. Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan telah mulai mensinkronkan perlakuan pajak penghasilan atas biaya tanggung jawab sosial perusahaan dengan ketentuan yang sudah diatur dalam UU PT. 165 Arles Oppusunggu, Implikasi Perpajakan atas Biaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Corporate Social Responsibility, http:indotaxsolution.blogspot.com200805implikasi-perpajakan- atas-biaya.html , diakses tanggal 1 Maret 2013. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 ayat 1 telah diatur biaya-biaya atau dana yang dikeluarkan dalam rangka tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto, diantaranya adalah: 166 1 Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 6 ayat 1 huruf i; 2 Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 6 ayat 1 huruf j; 3 Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 6 ayat 1 huruf k; 4 Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 6 ayat 1 huruf l; dan 5 Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 6 ayat 1 huruf m. Berdasarkan ketentuan di atas hanya terbatas pada lima bentuk tanggung jawab sosial perusahaan saja yang pengeluarannya dapat diperkenankan sebagai pengurang pajak dalam menghitung penghasilan kena pajak Wajib Pajak. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang biaya tanggung jawab sosial perusahaan terbit tanggal 30 Desember 2010, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan 166 Undang-Undang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Pasal 6 ayat 1 huruf i,j,k,l dan m. Universitas Sumatera Utara Bruto. 167 Berdasarkan Pasal 1 PP 93 tahun 2010, bentuk pengeluaran tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak terdiri atas: Selanjutnya terkait tata cara pelaksanaannya diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76PMK.032011 5 April 2011. 168 1 Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansilembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana; 2 Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan; 3 Sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan; 4 Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabangjenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; 167 Dudi Wahyudi, “Perlakukan PPh terhadap biaya CSR Perusahaan”, http:dudiwahyudi.com pajaktagcorporate-social-responsibility, diunduh pada 11 Mei 2011. 168 Pasal 1 PP No 93 Tahun 2010 Tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan,Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, , LN No. 160, TLN No. 5182. Universitas Sumatera Utara 5 Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba. Pengeluaran tanggung jawab sosial perusahaan CSR berupa sumbangan danatau biaya dalam bentuk sebagaimana disebutkan di atas dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Pasal 2 PP No 93 Tahun 2010 dengan syarat: 169 a Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya; b pemberian sumbangan danatau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan; c didukung oleh bukti yang sah; d lembaga yang menerima sumbangan danatau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan; dan e sumbangan danatau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 UU PPh tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pihak pemberi apabila sumbangan danatau biaya diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan. Khusus untuk biaya CSR dalam bentuk infrastruktur sosial, besarnya nilai sumbangan danatau biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk 1 satu tahun dibatasi tidak melebihi 5 lima persen dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya. Tata cara pelaksanaan CSR diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76PMK.032011 tanggal 5 April 2011 tentang Tata Cara Pencatatan Dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, 169 Berdarsarkan syarat tersebut, Korporasi yang diperbolehkan memberikan sumbangan menurut ketetuan perpajakan adalah korporasi yang tahun sebelumnya secara fiscal dalam posisi untung. Universitas Sumatera Utara Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

1. Pengaturan Biaya CSR Menurut UU Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM

Dokumen yang terkait

Corporate Social Responsibility Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 48 152

Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 42 169

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 25 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 5 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 2 16

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil Atas Tanggung Jawab Direksi Pada Sebuah Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 19 68

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

PELAKSANAAN CSR (Corporate Social Responsibility) SEBAGAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (Studi Di PT. Air Mancur).

0 0 13

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Akuisisi Suatu Perusahaan Yang Merugikan Pemegang Saham Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

0 0 1

Implikasi Ketentuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas.

0 0 1