trifascialis. Hal ini terlihat dari jenis makanan yang ditemukan dalam isi lambung
dari masing-masing ikan Chaetodontidae tersebut. Kondisi seperti ini menunjukan kalau spesies trifascialis lebih sensitif terhadap perubahan tutupan terumbu
karang, yang dikarenakan jenis makanan yang di konsumsi lebih sedikit dibandingkan dengan tiga spesies lainnya atau lebih menyukai tipe makanan
Zooxanthela. Chaetodon collare dan Chelmon rostratus merupakan spesies omnivora, dimana pilihan makanan jelas lebih banyak dan tidak tergantung pada
satu jenis makanan tertentu saja walaupun secara umum famili ikan ini lebih menyukai jenis makanan polip karang.
Table 7 “Indekx of Preponderance” makanan ikan
Spesies Jenis Makanan
Index of Preponderance Chaetodon octofasciatus
Detritus 30.27
Zooxanthellae 66.32
Plankton Bacillarophyceae
Cyanophyceae 1.14
0.33 Bag. Tanaman
0.05 Bag. Hewan
1.61 Algae
0.14 Malacosraca
0.14
Chaetodon collare Detritus
12.53 Zooxanthellae
64.07 Plankton
Bacillarophyceae Cyanophyceae
17.19 2.48
Bag. Tanaman 1.83
Bag. Hewan 0.98
Algae 0.91
Chaetodon trifascialis Detritus
19.98 Zooxanthellae
79.97 Plankton
Bacillarophyceae 0.05
Chelmon rostratus
Detritus 56.26
Zooxanthellae 19.50
Plankton Bacillariophyceae
Cyanophyceae 22.12
0.23 Bag. Tanaman
1.83 Algae
0.06
5.5. Persepsi Masyarakat Terhadap Sumberdaya Terumbu Karang
Persepsi masyarakat Sidodadi dan Pulau Tegal terhadap sumberdaya sangat beragam, namun sebagian besar mengatakan kondisi sumberdaya terumbu
karang masih dalam kondisi baik 67 dan sebagian besar 90 dari mereka yang tidak setuju dengan kegiatan-kegitan yang sifatnya merusak dalam
memanfaatkan sumberdaya tersebut Gambar 26, 29 dan 30. Bila dilihat dari sisi nilai ekonomi sumberdaya tersebut, hasil survey menunjukan bahwa seluruh
masyarakat responden mengetahui manfaat ekonomi. Sekitar 43 menjawab sebagai lokasi menangkap ikan, 37 sebagai lokasi wisata dan 20 sebagai
lokasi budidaya Gambar 28. Pengetahuan yang beragam ini didasarkan pada bentuk-bentuk aktifitasyang memang sudah ada dilokasi penelitian yang masih
memberikan hasil, walaupun dari jumlah telah jauh berkurang. Dari sisi ekologi, sekitar 67 Gambar 27 masyarakat menjawab sebagai tempat hidup ikan,
bertelur dan mencari makan dan 33 menjawab sebagai perlindungan pantai. Hasil wawancara mengenai pengetahuan akan sikap terhadap alat
tangkap dan bahan yang merusak sumberdaya, mereka mempunyai kesadaran untuk menjaga dan memelihara. Hampir seluruh 90 responden menjawab
tidak setuju dengan aktifitas-aktifitas yang merusak tersebut dan mereka mengetahui akan adanya larangan terhadap aktifitas-aktifitas tersebut. Keinginan
masyarakat akan pemanfaatan sumberdaya sebagai lokasi wisata bahari sangat tinggi, yakni sekitar 87 setuju Gambar 31.
6. PEMBAHASAN
6.1. Kondisi Kualitas Perairan
Kondisi fisik perairan yang baik sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang. Untuk pertumbuhan dan perkembangan terumbu
karang memerlukan suhu sekitar 25 C – 30
C, karang tidak dapat tumbuh dan berkembang pada perairan yang suhu tahunan minimumnya berada di bawah 18
C namun terumbu karang dapat mentolerir suhu pada kisaran 36
C – 40 C. Menurut
Nybakken 1992, salinitas merupakan salah satu faktor pembatas penyebaran dari terumbu karang, karang dapat hidup dengan baik pada kisaran salinitas 32
00
namun terumbu karang masih dapat mentoleransi salinitas hingga 42
00
. Keadaan suhu di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal masih tergolong dalam kondisi yang
baik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang. Salinitas yang terukur selama penelitian berkisar pada 30
00
, hal ini masih dalam kisaran normal faktor pembatas penyebaran terumbu karang.
Kecerahan merupakan jarak pandang yang dapat ditembus oleh cahaya ke dalam kolom air, jarak tembus cahaya masuk ke perairan sangat ditentukan oleh
intensitasnya. Namun, intensitas cahaya yang masuk ke dalam kolom air semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Dengan kata lain, cahaya yang
mengalami penghilangan extinction dan pengurangan attenuation semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Selain itu intensitas cahaya masuk ke
perairan bervariasi menurut sudut datang cahaya dan musim Effendi, 1997. Tingkat kecerahan perairan pada lokasi penelitian 100 artinya cahaya mampu
menebus sampai pada kedalaman 5 meter, hal ini sangat membantu proses fotosintesis algae simbiotik zooxanthellae. Kecepatan arus sangat membantu
terumbu karang dalam memperoleh makanan berupa plankton-plankton yang ada di dalam kolom air. Selain membantu polip dalam mengambil makanan, arus juga
berfungsi membantu dalam substrat yang menempel pada koloni karang. Stasiun 5 lima merupakan stasiun yang memiliki kecepatan arus yang
sangat kecil atau lambat. Dikarenakan stasiun 5 merupakan daerah Teluk dan biasa digunakan oleh nelayan-nelayan untuk mendaratkan kapal atau untuk