1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah dasar. IPS adalah mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari
berbagai ilmu sosial. Menurut Hidayati 2004: 9 IPS adalah fusi dari disiplin ilmu-ilmu sosial. Pengertian fusi bahwa IPS adalah suatu bidang studi utuh yang
tidak terpisah-pisah dalam kotak-kotak disiplin ilmu yang ada. Artinya bahwa bidang studi IPS tidak lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah
secara terpisah, melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu. Akbar dan Sriwiyana 2010: 77- 78 menjelaskan bahwa salah satu tujuan
dari mata pelajaran IPS di SD adalah agar siswa memiliki kemampuan mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
Melalui pengajaran IPS siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya.
Selanjutnya diharapkan mereka kelak mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Berdasarkan pengertian dan tujuan IPS di atas, maka dibutuhkan suatu pola pembelajaran untuk menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Untuk
mewujudkan pembelajaran yang baik dan ideal, proses pembelajaran perlu direncanakan dan dipertimbangkan agar dalam pelaksanaannya dapat berlangsung
dengan baik. Setiap guru harus mengetahui komponen-komponen yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran seperti keadaan siswa, media,
model maupun sumber belajar lainnya. Salah satu komponen keberhasilan siswa
2 dalam belajar tergantung pada model penyajian materi. Joyce Weil Rusman,
2011: 132 mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum rencana pembelajaran jangka
panjang, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model penyajian materi yang menarik, menyenangkan, tidak membosankan, dan mudah dipahami siswa tentunya akan membawa pengaruh positif terhadap
keberhasilan belajar. Dengan begitu siswa akan terlibat langsung dan akan memiliki pemahaman yang baik. Pemahaman yang baik tersebut tentunya akan
berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Menurut Susanto 2015: 5 yang dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak baik yang
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.
Salah satu kompetensi yang dimiliki oleh guru profesional adalah kemampuan dalam mengorganisir materi pembelajaran. Dalam pembelajaran IPS,
guru hendaknya dapat mengarahkan dan membimbing siswanya dalam menguasai konsep dasar, sehingga siswa dapat membentuk struktur ilmu pengetahuannya
sendiri Sapriya, 2012: 48. Akan tetapi, pembelajaran IPS saat ini masih sangat memerlukan perhatian karena pembelajaran yang sepenuhnya belum terwujud
dengan baik misalnya terkait dalam praktik pembelajaran langsung di lapangan. Kegiatan belajar yang monoton dapat membuat siswa kurang tertarik dan
membuat siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Apabila dilanjutkan dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Meskipun guru memahami
3 materi yang akan diajarkan, jika tidak dapat memilih model pembelajaran yang
tepat belum menjamin siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VA dan VB SD Negeri
Samirono yang dilakukan pada hari jum’at tanggal 04 November 2016, kurikulum
yang diterapkan di SD Negeri Samirono masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan diperoleh bahwa hasil belajar siswa khususnya
pada mata pelajaran IPS tergolong masih rendah .
Jika dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Maksimal KKM yang diterapkan oleh sekolah, nilai rata-
rata siswa belum mencapai KKM yang ditetapkan. Selain itu dalam pembelajaran IPS siswa terlihat kurang aktif dibandingkan dengan pelajaran lain. Adapun
rincian nilai rata-rata setiap mata pelajaran pada ulangan tengah semester tahun ajaran 20162017 adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Perbandingan Nilai Rata-Rata Ulangan Tengah Semester 1 Mata Pelajaran IPS dengan Mata Pelajaran Lain di SD Negeri Samirono
No Mata Pelajaran
Nilai Rata-Rata Ulangan Tengah Semester
Kelas VA Kelas VB
1. Ilmu Pengetahuan Sosial IPS
67,47 52,31
2. Ilmu Pengetahuan Alam IPA
36,00 48,00
3. Bahasa Indonesia
61,18 72,25
4. Matematika
47,18 62,81
5. Pendidikan Kewarganegaraan
70,88 73,63
Dari tabel di atas membuktikan bahwa hasil belajar pada mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri Samirono kurang optimal. Dari 33 siswa kelas V, rata-
rata hasil belajar siswa masih rendah. Rata-rata nilai siswa kelas VA sebesar 67,47 dan kelas VB sebesar 52,31. Adapun persentase ketuntasan nilai ulangan tengah
4 semester siswa pada semester 1 mata pelajaran ips tahun ajaran 20162017 adalah
sebagai berikut. Tabel 2. Persentase Ketuntasan Nilai Ulangan Tengah Semester Siswa Pada
Semester 1 Mata Pelajaran IPS Tahun Ajaran 20162017
Kelas Nilai
Jumlah Siswa 75
75 VA
10 7
17 VB
15 1
16 Jumlah
25 8
33 Presentase
76 24
100 Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah ketuntasan siswa mata pelajaran
IPS menunjukkan bahwa pada kelas VA terdapat 10 siswa belum mencapai KKM dan 7 siswa sudah mencapai KKM. Sedangkan pada kelas VB terdapat 15 siswa
belum mencapai KKM dan 1 siswa sudah mencapai KKM. KKM yang ditetapkan sekolah pada mata pelajaran IPS adalah 75,00. Siswa dapat dinyatakan tuntas
apabila hasil belajarnya lebih dari KKM atau minimal sama dengan KKM dan apabila hasil belajar siswa berada dibawah KKM maka siswa dinyatakan belum
tuntas. Hasil pengamatan peneliti saat melakukan kegiatan observasi dan wawancara
dibulan November 2016 di SDN Samirono Yogyakarta, didapatkan permasalahan pada kualitas pembelajaran yang belum optimal. Pada saat proses pembelajaran
guru belum memanfaatkan media pembelajaran secara konkret yang mampu menarik perhatian siswa. Media yang banyak digunakan guru ketika pembelajaran
IPS adalah peta dan globe padahal tidak semua materi dapat menggunakan media tersebut. Keterbatasan sarana dan prasarana sekolah, faktor guru yang belum
mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi serta persiapan dalam
5 membuat media yang menjadi penyebab guru tidak menggunakan media
pembelajaran. Lebih lanjut, saat proses pembelajaran berlangsung guru mengajar masih
bersifat teacher center berpusat pada guru karena penyampaian materi masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Aktivitas siswa sebatas
mendengarkan penjelasan guru tanpa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang menjadi penyebab pembelajaran di kelas bersifat teoritis sehingga
menimbulkan kejenuhan siswa terhadap proses pembelajaran. Penyampaian materi yang kurang menarik dari guru akan mengalihkan siswa dengan kegiatan
lain seperti bermain sendiri, mengobrol dengan teman sebangku bahkan sibuk menganggu teman yang lainnya pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas, beliau mengungkapkan bahwa pada saat proses pembelajaran beliau masih merasa kesulitan dalam
mengaktifkan siswa. Ketika guru menjelaskan siswa cenderung diam dan tidak bertanya. Guru sudah berupaya untuk memancing siswa dengan pertanyaan-
pertanyaan, namun belum semua siswa aktif. Hal ini dapat terlihat pada saat kegiatan tanya jawab hanya beberapa anak yang berani mengangkat tangan untuk
menjawab pertanyaan guru. Sedangkan siswa yang lainnya hanya diam saja. Berdasarkan pemaparan masalah di atas, sebenarnya banyak model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan model
pembelajaran cooperative learning tipe time token. Menurut Huda 2014: 239 kegiatan pembelajaran time token ini akan melatih dan mengembangkan
6 keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama
sekali. Siswa mendapatkan kesempatan secara merata dan dapat memberikan kontribusi saat pembelajaran berlangsung. Dalam kegiatan pembelajaran siswa
akan terlibat aktif dan belajar berbicara di depan umum, mengungkapkan pendapatnya tanpa harus merasa takut dan malu.
Salah satu kelebihan model pembelajaran time token adalah melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya, membantu siswa berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran dan membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi. Usia sekolah dasar merupakan masa perkembangan kemampuan
mengenal dan menguasai perbendaharaan kata sehingga dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe time token memberi kesempatan
kepada siswa untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan melalui interaksi dengan teman sebaya. konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan
masalah-masalah yang kompleks. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang di kemukakan oleh Jean Piaget bahwa siswa sekolah dasar
berada dalam tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap ini umumnya siswa lebih menyukai proses pembelajaran yang didalamnya terdapat unsur
bermain dan mengelompok dengan temannya. Oleh karena itu, guru berusaha membuat pembelajaran yang bermakna agar materi pelajaran yang berisi konsep-
konsep yang abstrak dapat lebih mudah diterima dan dipahami siswa.
7 Dari permasalahan di atas, maka peneliti mengambil judul tentang keefektifan
model cooperative learning tipe time token terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Samirono Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah