commit to user
3. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan yang diperoleh petani di luar pendidikan formal. Pendidikan non
formal di sini dimaksudkan pendidikan yang sasaran utamanya adalah orang dewasa baik dewasa dalam arti biologis maupun psikologis, memiliki
program yang terencana, dapat dilakukan dimana saja, tidak terikat waktu serta disesuaikan dengan kebutuhan sasaran peserta didik. Sehubungan
dengan hal ini, maka pendidikan non formal diasumsikan sebagai penyuluhan, dan pelatihan yang pernah diikuti oleh petani.
Petani semakin sering mengikuti kegiatan penyuluhan atau pelatihan di bidang pertanian maka informasi yang diperoleh akan semakin banyak.
Pendidikan non formal ini akan berpengaruh terhadap keterampilan petani dalam pengelolaan usaha taninya. Untuk mengetahui tingkat pendidikan non
formal petani secara keseluruhan dapat diketahui pada tabel 5.3: Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Non Formal.
No Keterangan Skor Jumlah
orang Persentase
Kategori Rata- rata
1 18 kalitahun
3 14
35 Tinggi
2 12-18 kali tahun
2 19
47,5 Sedang
2 3
12 kali tahun 1
7 17,5
rendah Jumlah
40 100,0
Sumber : Analisis data primer 2010. Pada tabel 5.3 diatas dijelaskan bahwa mayoritas petani mengikuti
pendidikan non formal pada kategori sedang yaitu antara 12-18 kalitahun dengan jumlah 19 orang atau 47,5 persen. Kategori tinggi ada di urutan ke
dua yaitu lebih dari 18 kalitahun mengikuti pendidikan non formal, dengan jumlah petani sebanyak 14 orang atau 35 persen. Kategori rendah ada di
urutan terakhir hanya 7 orang atau 17,5 persen yaitu yang mengikuti pendidikan non formal kurang dari 12kalitahun. Rata-rata pendidikan non
formal petani berada pada kategori sedang
commit to user
4. Pendapatan
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan usahatani. No Keterangan Skor
Jumlah orang
Persentase Kategori Rata
-rata 1
10.000.000tahun 3 15
37,5 Tinggi
2 7.000.000- 10.000.000tahun
2 14 35
Sedang 2
3 4.000.000- 7.000.000tahun
1 11 27,5
rendah Jumlah
40 100,0
Sumber : Analisis data primer 2010. Pendapatan dalam penelitian ini adalah jumlah penerimaan yang
diterima oleh responden dari kegiatan usahatani,yaitu penerimaan petani dikuranggi biaya produksi penerimaan – biaya produksi dalam satu tahun
terakhir. Rata – rata biaya produksi padi organik per hektar per musim tanam adalah 3.500.000 – 4.000.000. Table 5.4 dijelaskan bahwa mayoritas
pendapatan responden adalah pada kategori tinggi yaitu lebih besar dari 10.000.000tahun dengan jumlah orang sebanyak 15 atau 37,5 persen.
Urutan ke dua ada petani kategori pendapatan sedang dengan pendapatan antara 7.000.000-10.000.000tahun ada sebanyak 14 orang atau 35 persen,
dan yang terakhir ada petani kategori pendapatan rendah, dengan pendapatan 4.000.000-7.000.000tahun sebanyak 11 orang atau 27,5 persen.
Rata-rata pendapaan petani berada pada kategori sedang. Pendapatan petani diatas berasal dari hasil budidaya padi organik,
karena harga Gabah Kering Panen GKP padi organik lebih mahal dibandingkan dengan GKP padi non organik. Selisih harga padi organik
dengan padi non organik adalah antara 500-1000 rupiah per kilogram, dan kondisi harga padi organik lebih stabil dibandingkan yang non organik.
Kondisi diatas disebabkan beberapa kelebihan padi organik, beberapa kelebihan tersebut adalah 1 aman bagi kesehatan karena tidak mengandung
residu zat kimia, 2 Nasi padi organik bisa tahan lebih lama, 3 Rasa nasi padi organik lebih enak, 4 Baunya tidak apek. Kelebihan padi organik dari
commit to user
segi fisik diantaranya adalah berwarna bening, kadar air maksimal adalah 15, tidak banyak butir yang patah.
Pendapatan menjadi salah satu aspek pertimbangan dalam penerapan teknologi budidaya padi organik, terutama ketika saat ini
mempertimbangkan harga pupuk dan pestisida kimia yang harganya sangat mahal.
5. Luas Lahan