commit to user
5. Tingkat Adopsi Pada Perawatan Padi Organik
Bila pada budidaya padi non organik digunakan pupuk dan pestisida kimia non organik maka pada budidaya padi organik menggunakan
pupuk dan pestisida organik. Berkaitan dengan pengendalian hama, penyakit dan gulma, harus dikendalikan dengan salah satu atau kombinasi
dari cara-cara berikut ini: a.
Pemilihan spesies dan varietas yang sesuai. b.
Program rotasi yang tepat. c.
Pengolahan tanah secara mekanis. d.
Proteksi dengan menggunakan musuh alami melalui pemberian habitat yang cocok, seperti misalnya sarang dan tempat menetas, zona buffer
ekologi yang menjaga vegetasi alami sebagai rumah bagi predator hama.
e. Musuh alami termasuk pelepasan predator dan parasit.
f. Cara-cara biodinamik dari stone meal, kotoran hewan atau tanaman.
g. Mulsa dan pemangkasan.
h. Pengembalaaan ternak.
i. Pengendalian mekanis seperti perangkap, pemisah, sinar dan suara.
j. Sterilisasi dengan uap jika rotasi tidak dapat dilakukan Seta, 2002
dikutip dari Wahyu, 2004 Serangan hama, penyakit dan gulma sangat berat dan tindakan yang
dilakukan dengan cara-cara tersebut di atas dianggap kurang memadai maka, perlu dilakukan dengan cara-cara lain yang diperkenankan dalam
produksi pertanian organik yaitu pestisida yang dibuat dari bahan-bahan organik Seta 2002, idem. Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi
budidaya padi organik pada tahap perawatan dapat dilihat pada table 5. 15:
commit to user
Tabel 5.15. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Pada Tahap Perawatan Padi Organik.
No Kategori Skor
Jumlah orang
Persentase Rata-rata
1 Rendah 10-16
11 27,5
2 Sedang 17-23
16 40
2 3
Tinggi 24-30
13 32,5
Jumlah 40
100 Sumber : Analisis data primer 2010.
Penilaian tingkat adopsi pada tahap perawatan tanaman, menggunakan beberapa indikator yang meliputi pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit. Berdasarkan tabel 5.15 diatas diperoleh data rata-rata tingkat adopsi petani pada tahap perawatan padi organik
berada pada tingkat sedang dan diketahui bahwa tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap perawatan ini mayoritas
masuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 16 responden atau 40 persen. Kategori tinggi ada diurutan ke dua dengan jumlah responden sebanyak 13
orang atau 32,5 persen, dan kategori rendah ada di urutan terakhir dengan jumlah responden sebanyak 11 orang atau 27,5 persen. Berdasarkan
analisis data dilapangan, diketahui bahwa petani padi organik di kecamatan Sambirejo dalam melakukan pemupukan dasar menggunakan
pupuk kandang dan kompos. Prinsip pertanian organik adalah tidak menggunakan pupuk kimia
non organik untuk memacu kesuburan tanah, tetapi untuk petani di Kecamatan Sambirejo tidak bisa melepaskan budidaya padi organik dari
pemakaian pupuk kimia. Sehingga budidaya padi organik di Kecamatan sambirejo merupakan budidaya padi semi organik, meskipun secara
penggunaan pupuk kimia sudah sedikit jumlahnya. Tetapi di Kecamatan Sambirejo ada dua Desa yang sudah menerapkan dan bersetifikat organik
100 persen yaitu desa Sukorejo dan Jetis. Kondisi diatas diakibatkan beberapa hal diantaranya adalah beberapa
petani masih menggunakan varietas IR 64 yang merupakan padi hibrida yang membutuhkan pupuk kimia untuk memacu pertumbuhan dan faktor
commit to user
lainnya adalah letak geografis lahan persawahan, Desa Sukorejo dan Jetis merupakan desa yang sumber airnya masih terjaga dari bahan kimia karena
letaknya dihulu sumber mata air, sedangkan untuk area persawahan di desa yang lain sudah jauh dari hulu dan tercemar dengan bahan-bahan kimia
seperti limbah rumah tangga dan pupuk kimia yang terlarut bersama aliran irigrasi. Pemupukan yang dilakukan oleh petani padi organik dilakukan 2-
3 kali tiap musim tanam yaitu pupuk dasar, pemupukan I yaitu dua pekan setelah tanam dan pemupukan II yaitu saat tanaman berumur satu bulan.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk kompos, urin sapi, score ramuan empon-empon dan bahan alami lainnya, dan lain-lainnya.
Kebutuhan pupuk yang dibutuhkan tiap musim tanam untuk luas tanah per hektar adalah lima ton pupuk.
Petani menggunakan pestisida organik yang dibuat masing-masing kelompok untuk pengendalian hama dan penyakit, pestisida buatan ini
dibuat sesuai arahan dari penyuluh pertanian di Kecamatan Sambirejo. Pestisida buatan ini menggunakan bahan-bahan alami seperti jahe, daun
mimba, gadung, cabe rawit, kunyit, urin sapi, tembakau, kencur dan lainnya. Petani mencukupi kebutuhan pestisida nabati yang belum bisa
dibuat oleh kelompok dengan cara membeli di toko atau agen saprotan organik.
Petani yang tidak sabar atau terlalu khawatir terhadap tanamannya yang terkena serangan hama atau penyakit tidak puas dengan hanya
memakai pestisida organik lalu menggunakan bahan kimia seperti Regent dan Bayer agar tanaman bisa segera sehat dan terbebas dari hama penyakit.
Dalam konsep pertanian organik perlu diperhatikan keseimbangan ekosistem, termasuk keberadaan predator alami bagi hama dan penyakit
yang ada di area budidaya.
commit to user
C. Hubungan Antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petani Dengan