Adopsi Inovasi Tinjauan Pustaka

commit to user Definisi pertanian organik dapat bervariasi. Pertanian organik menggantikan pupuk sintetis dengan pupuk kandang, rotasi tanaman, kacang-kacangan, pupuk hijau, budidaya mekanis, dan lain-lain. “…The definition of organic farming can vary. At the minimum, however, organic farmers substitute the use of synthetic fertilizers, pesticides and fertilizers with some combination of crop rotation, plant residues, animal manure, legumes, green manure, off-farm wastes, mechanical cultivation, mineral-bearing rocks and biological pest control to maintain soil health, supply plant nutrients and minimize pests…” Goforth, 2003. Prinsip pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan masukan teknologi rendah low input technology dan upaya menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Kita mulai sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan lingkungan, dan kemampuan budidaya manusia dalam merusak lingkungan Sutanto, 2002. Menurut Andoko 2002 pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan lingkungan. Pertanian organik berusaha meminimalkan dampak negatif dari alam sekitar. Ciri utama pertanian organik adalah penggunaan varietas lokal yang relatif masih alami, diikuti dengan penggunaan pupuk organik dan pestisida organik. Alasan kenapa pertanian organik lebih utama menggunakan varietas alami adalah karena sifat dari varietas itu sendiri, varietas hibrida atau non alami mempunyai sifat membutuhkan pupuk kimia sebagai pemacu pertumbuhan, sedangkan untuk varietas alami tidak memerlukan pupuk kimia untuk memacu pertumbuhan.

4. Adopsi Inovasi

a Konsep adopsi inovasi Adopsi adalah suatu proses yang dimulai dari keluarnya ide-ide dari satu pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai diterimanya ide tersebut oleh masyarakat sebagai pihak kedua. Sedang inovasi merupakan sesuatu yang baru yang disampaikan commit to user kepada masyarakat, lebih baik dan lebih mengutungkan dari hal-hal yang sebelumnya ada Samsudin, 1982. Kecepatan adopsi adalah tingkat kecepatan penerima inovasi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerima yang mengadopsi suatu ide baru dalam suatu periode waktu tertentu. Hal-hal lain yang dapat menjadi variabel penjelas kecepatan adopsi adalah 1 tipe keputusan inovasi, 2 sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarkan inovasi dalam proses keputusan inovasi, 3 ciri sistem sosial, 4 gencarnya usaha agen pembaharu dalam mempromosikan inovasi Rogers dan Shoemaker, 1981. Adopsi, dalam proses penyuluhan pertanian, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan cognitive, sikap affective, maupun ketrampilan psychomotoric pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh kepada masyarakat sasaran. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekadar “tahu”, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya Wijianto, 2009. Menurut Soekartawi 1988, inovasi adalah suatu ide yang dipandang baru oleh seseorang. Karena latar belakang seseorang berbeda-beda, maka didalam menilai secara obyektif apakah suatu ide baru yang dimaksud itu adalah sangat relatif sifatnya. Sifat baru ide tersebut kadang-kadang menentukan reaksi seseorang. Reaksi ini tentu saja berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain. Dengan demikian, maka suatu pandangan inovasi mungkin berupa suatu teknologi baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran pertanian yang baru dan sebagainya. commit to user Rogers dan Shoemaker 1981 mengartikan inovasi sebagai ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluh. b Tingkatan adopsi Menurut Samsudin 1982 dalam penyuluhan pertanian dikenal adanya proses adopsi. Seseorang menerima sesuatu hal baru atau ide selalu melalui tahapan-tahapan. Tahapan ini dikenal sebagai tahap proses adopsi, yaitu: 1. Tahap kesadaran. Petani mulai sadar tentang adanya sesuatu yang baru, mulai terbuka akan perkembangan dunia luarnya, sadar apa yang sudah ada dan apa yang belum. 2. Tahap minat. Lama kelamaan sesudah menyadari akan kekurangan dalam cara berusaha tani, petani mulai menaruh minat akan hal yang baru diketahuinya. Tahap ini ditandai oleh adanya kegiatan mencari keterangan-keterangan tentang hal-hal yang baru diketahuinya, apa itu, bagaimana dan apa kemungkinannya jika dilaksanakan sendiri. 3. Tahap penilaian. Setelah keterangan yang diperlukan diperoleh. Mulai timbul rasa menimbang-nimbang untuk kemungkinan melaksanakannya sendiri. Apa mampu, apa menguntungkan dan apa sesuai dengan jenis kegiatan yang sudah biasa dilaksanakan atau tidak. Petani akan menilai kebenaran dan kebaikan dari apa yang dianjurkan atau disuluhkan kepadanya. 4. Tahap mencoba. Jika keterangan sudah lengkap, minat untuk meniru besar, dan jika ternyata dari hasil penilaiannya positif maka dimulai usaha mencoba-coba hal baru yang sudah diketahuinya. Para petani dengan menggunakan sebagian kecil dari area sawahnya mencoba-coba menanam varietas padi baru, mencoba dosis pupuk yang dianjurkan, dan dilihat dulu bagaimana hasilnya. commit to user 5. Tahap adopsi. Pada tahap ini, sebagi tahap terakhir, petani sudah mulai mempraktekkan hal-hal baru dengan keyakinan akan berhasil. Luas area pertanaman diperluas, bahkan mungkin seluruh varietas padi lama diganti dengan varietas baruunggul, karena sudah yakin dengan dari hasil percobaannya memang baik, dan yakin bahwa dengan menanam varietas tersebut selanjutnya akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Tahap-tahap adopsi ini penting untuk dipelajari agar diketahui dalam tahap mana petani berada, sehingga dapat ditentukan bagaimana cara penyuluhannya. Samsudin 1982 mengatakan adanya perbedaan dalam kecepatan menerima sesuatu hal baru oleh petani, berakibat timbulnya suatu pembagian golongan petani yang didasarkan atas cepat lambatnya proses adopsi dan partisipasi petani dalam usaha penyebarluasan hal-hal baru tersebut kedalam lingkungannya. Ada lima golongan adopter, yaitu: a Innovator Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki. b Early adopter Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru. commit to user c Early mayority Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang- orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat. d Late mayority Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi. e Langgard Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman. c Faktor penentu dan kendala adopsi Faktor lambannya adopsi dan inovasi disektor pertanian menjadi permasalahan. Menurut Rogers 1974 yang dikutip dari Mardikanto 2003 mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan kelambanan proses adopsi inovasi yang disampaikan kepada petani kecil, mencakup: commit to user 1. Strategi komunikasi dengan pendekatan media massa yang selain kurang dapat menjangkau petani kecil, juga sering kali tidak dapat dipahami, dan karena itu lebih bermanfaat bagi petani lapisan “atas” saja. 2. Kelambanan proses difusi inovasi dari lapisan “atas” ke “bawah” karena kurangnya keterpaduan kedua lapisan tersebut dalam jaringan komunikasi interpersonal. 3. Adanya beberapa isolasi sosial budaya yang menghambat proses difusi inovasi dari lapisan “atas” ke “bawah”. Tingkat adopsi dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah: keuntungan relatif, kesesuaian, kesukaran, ketercobaan, dan mudah tidaknya inovasi tersebut diamati. Rogers 1983 yang dikutip Rogers 1995 mengatakan: “…The perceived attributes of an innovation are one important explanation of the rate of adoption of an innovation. From 49 to 87 percent of the variance in rate of adoption is explained by five attributes: relative advantage, compatibility, complexity, trialability, and observability… Variabel lain yang mempengaruhi tingkat adopsi adalah 1 sifat-sifat inovasinya, 2 kegiatan promosi yang dilakukan penyuluh, 3 ciri-ciri sistem sosial masyarakat sasaran, 4 dan jenis pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran. ”…In addition to these five perceived attributes of an innovation, such other variables as 1 the type of innovation-decision, 2 the nature of communicatioan channels diffusing the innovation at various stages in the innovation-decision process, 3 the nature of the social system in which the innovation is diffusing, and 4 the extent of change agents’ promotion efforts in diffusing the innovation, effect an innovation’s rate of adoption Rogers, 1995…” Isu organik mengalami “disparitas” berbeda-beda ditiap-tiap Kabupaten. Ada yang mengalami fase pasang ada yang mengalami fase surut bahkan ada beberapa daerah yang menentang dan menolak isu organik dengan alasan yang akan mengancam commit to user ketahanan pangan nasioanal, tidak efisien bahkan ada yang tanpa alasan yang jelas Asosiasi Petani Organik Kabupaten Sragen, 2008.

5. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Adopsi Inovasi

Dokumen yang terkait

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA KELOMPOK TANI SRI MAKMUR DALAM BUDIDAYA PADI ORGANIK DI DESA SUKOREJO KECAMATAN SAMBIREJO KEBUPATAN SRAGEN

0 13 131

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR – FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT ADOPSI INOVASI PETANI PADA BUDIDAYA TANAMAN JERUK BESAR DI KECAMATAN PLUPUH KABUPATEN SRAGEN

0 4 79

HUBUNGAN FAKTOR FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN JARAK PAGAR DI KECAMATAN LENDAH KABUPATEN KULON PROGO

0 10 109

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT ADOPSI INOVASI BUDIDAYA PADI SINTANUR DI DESA PEENG KECAMATAN MOJOGEDANG KABUPATEN KARANGANYAR

0 5 74

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM PENERAPAN PERTANIAN PADI ORGANIK DI DESA SUKOREJO KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN

0 9 92

Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Padi Sawah dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi (Studi Kasus: Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan)

0 8 83

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN KEBIASAAN MEROKOK DI KABUPATEN SRAGEN.

0 0 7

PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI TERHADAP KEPUTUSAN PETANI PADI ORGANIK DALAM MENJALIN KEMITRAAN DENGAN PERUSAHAAN BERAS “PADI MULYA” DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN.

0 0 14

Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Padi Sawah dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi (Studi Kasus: Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan)

0 0 12

Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Padi Sawah dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi (Studi Kasus: Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan)

0 0 1