karena merupakan daerah yang berbatasan dan terdekat dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.
Suku pendatang yang ada di Kabupaten Mandailing Natal seperti Suku Melayu, Padang, Nias, Batak Toba, Cina selalu berkomunikasi dalam bahasa Mandailing dan
bahasa Indonesia, sedangkan pegawai atau karyawan yang bertugas di Kabupaten Mandailing Natal tapi berdomisili di luar Kabupaten Mandailing Natal
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Mandailing.
2.9 Kota Padang Sidimpuan a.
Kondisi Geografis Daerah
Secara geografis merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, membentang antara : 1
°08′ - 1 Lintang Utara 99°13′ - 99°20′ Bujur Timur.
Kota Padangsidimpuan yang terdiri dari terdiri dari 6 enam kecamatan, 37 tiga puluh tujuh kelurahan, 42 empat puluh dua desa, secara keseluruhan
kota ini kabupaten ini memiliki luas wilayah sekitar 14.684,68 Ha, dengan Ibukota Kabupaten berkedudukan di Kota Padang Sidimpuan.
b. Batas Wilayah Kota Padang Sidimpuan adalah sebagai berikut
Sebelah Utara : Kec. Angkola Timur, Kab. Tapanuli Selatan
Sebelah Selatan : Kec. Batang Angkola, dan Kec. Angkola
Selatan, Kab. Tapanuli Selatan Sebelah Barat
: Kec. Angkola Barat dan Kec. Angkola Sebelah Timur
: Kec. Angkola Timur, Kab. Tapanuli Selatan.
Universitas Sumatera Utara
c. Jumlah Penduduk
Berdasarkan hasil pendataan Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan 2007 jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan diperkirakan sebanyak 185.132
jiwa
Wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai daerah penelitian ialah: 1.
Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru . 2.
Kecamatan Padangsidimpuan Utara 3.
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan 4.
Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua
Tabel 2.5 Jumlah Wilayah, Jumlah Desa dan Jumlah Penduduk
Kota Padangsidimpuan No Kecamatan
Luas Wilayah
Jumlah Desa
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk
1 Padangsidimpuan Tenggara
27,69 18
28.760 1.039
2
Padangsidimpuan Selatan 15,81
12 60.746
3.842 3
Padangsidimpuan Batunadua 38,74
15 16.971
438 4
Padangsidimpuan Utara 14,09
16 58.492
4.152 5
Padangsidimpuan Hutaimbaru 22,34
10 16.058
719 6
Padangsidimpuan Angkola Julu 28,19
8 7.472
265 Jumlah
146,86 79
188.499 1.284
Sumber : BPS Kota Padangsidimpuan 2009
Universitas Sumatera Utara
BA
BA
BA BA
BA
BA Gambar 2.6.
Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kota Padangsidimpuan
Keterangan : BA = Bahasa Angkola
1. Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara
2. Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan
3. Kecamatan Batu Nadua
Universitas Sumatera Utara
4. Kecamatan Padang Sidimpuan Utara
5. Kecamatan Hutaimbaru
6. Kecamatan Padang Sidimpuan Angkola Julus
Setelah diamati, semua desa titik pengamatan dari setiap kecamatan yang telah ditetapkan, maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan
yang ada di Kota Padangsidimpuan memakai Bahasa Angkola. Bahasa Indonesia tetap dipakai dalam komunikasi di kantor, di sekolah-sekolah di samping Bahasa
Indonesia dan bahasa Mandailing. Suku pendatang yang ada di Kota Padangsidimpuan seperti Suku Melayu, Padang, Nias, Batak Toba, Cina selalu
berkomunikasi dalam Bahasa Angkola dan Bahasa Indonesia. Bahasa Angkola digunakan dalam interaksi informal sementara bahasa Indonesia dalam interaksi
formal. Dalam komunikasi sehar-hari antarwarga dengan demikian Bahasa Angkolalah yang digunakan.
Dari seluruh wilayah penelitian yang telah ditetapkan, Kecamatan Batang Onang dan Kecamatan Dolok dipilih sebagai titik awal pengumpulan data atau
kegiatan penelitian secara keseluruhan karena semata-mata alasan praktis. Perekaman hanya dilakukan pada dua kecamatan ini karena pada waktu yang telah dijadwalkan
tersedia kegiatan yang dapat direkam senagai sumber data. Dengan demikian, pada kecamatan lainnya hanya dilakukan wawancara untuk memverifikasi data yang
diperoleh dari perekaman dan dari teks tulisan. Verifikasi juga dilakukan terhadap data intuitif yang berasal dari peneliti esndiri sebagai penutur asli Bahasa Angkola.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
3.1 Pendekatan-Pendekatan Bahasa
Dalam perkembangan kebahasaan, dapat dilihat pendekatan-pendekatan yang diciptakan para pakar bahasa untuk menelusuri dan memahami hakikat bahasa.
Pendekatan-pendekatan ini sangat diperlukan untuk membuat aturan-aturan bahasa yang berlaku secara universal. Suatu bahasa membutuhkan sebuah titik awal yang
kuat sebelum dirumuskan dalam kaidah-kaidah, yaitu suatu deskripsi dan eksplanasinya harus betul-betul meyakinkan. Haegeman 1991:10 menyebutkan
bahwa sebuah teori bahasa dapat memiliki kecukupan eksplanasi jika teori itu telah mampu menjelaskan prinsip-prinsip tata-tata bahasa secara internal sehingga dapat
dikenali oleh para penuturnya. Hal ini berarti penutur bahasa itu harus mengetahui prinsip-prinsip tata bahasa yang dipergunakannya, meskipun disadari bahwa bahkan
penutur asli bahasa itu sendiri sering tidak mengetahui prinsip-prinsip apa yang sebenarnya mereka gunakan ketika menggunakan bahasa itu.
Sejauh ini, kita mengenal dua pendekatan utama terhadap bahasa, yaitu pendekatan Formal yang juga disebut sebagai Generatif Transformasional dan
pendekatan Fungsional. Keduanya saling bertentangan dalam beberapa hal yang sangat mendasar. Dik 1978:4-5 dan Sibarani 2007:5-6 menjelaskan perbedaan-
perbedaan itu seperti dirumuskan sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara