bahasa dan latar Kalimat-kalimat dalam sebuah pemerolehan bahasa kesemestaan Kesemestaan bahasa harus hubungan antara sintaksis, semantik,

Tabel 3.1 Paradigma Formal dan Paradigma Fungsional Paradigma Formal Paradigma Fungsional

a. pendefinisian Bahasa

Bahasa merupakan seperangkat kalimat Bahasa merupakan alat interaksi sosial

b. fungsi utama bahasa

Ungkapan pikiran Komunikasi

c.hubungan secara psikologis

Hubungan secara psikologis bahasa adalah kompetensi, yaitu kemampuan menghasilkan, menafsirkan, dan menilai kalimat Hubungan secara psikologis bahasa adalah kompetensi komunikatif, yaitu kemampuan melakukan interaksi sosial dengan menggunakan bahasa

d. sistem dan penggunaannya

Kajian kompetensi secara logis dan metodologis menjadi prioritas di atas kajian performansi Kajian sistem bahasa pertama sekali harus berlangsung dalam kerangka sistem penggunaan bahasa

e. bahasa dan latar Kalimat-kalimat dalam sebuah

bahasa harus dideskripsikan secara terpisah dari latar konteks dan situasi di mana kalimat-kalimat itu digunakan Deskripsi ekspresi linguisik harus memberikan inti-inti kontak untuk dapat menghasilkan deskripsi fungsinya dalam latar yang diberikan

f. pemerolehan bahasa

Anak mengonstruksi tata bahasa sebuah bahasa dengan menggunakan properti bawaannya berdasarkan input data linguistik yang terbatas dan tidak terstruktur Anak menemukan sistem yang mendasari bahasa dan penggunaan bahasa, dibantu dengan input data linguistik yang ekstensif dan terstruktur rapi di dalam latar alamiah Universitas Sumatera Utara

g. kesemestaan Kesemestaan bahasa harus

dianggap sebagai properti bawaan manusia Kesemestaan bahasa harus dijelaskan dalam hal hambatan yang melekat dalam i tujuan komunikasi, ii kondisi biologis dan psikologis pengguna bahasa, iii latar di mana bahasa itu digunakan

h. hubungan antara sintaksis, semantik,

dan pragmatik Sintaksis harus dipisahkan dari semantik; sintaksis dan simantik harus terpisah dari pragmatik; prioritasnya, sintak harus melalui semantik untuk mencapai pragmatik Pragmatik merupakan kerangka yang paling utama di mana di dalamnya semantik dan sintaksis harus dikaji; semantik berada di bawah pragmatik dan sintaksis di bawah semantik; prioritasnya pragmatik melalui semantik untuk menuju sintaksis Mencermati ciri-ciri kedua pendekatan itu, terlihat jelas bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan-perbedaan ini sangat jelas dan memberikan keleluasaan bagi siapapun untuk mengambil posisinya masing-masing, apakah memilih pada aliran formal atau sebaliknya aliran fungsional. Meskipun muncul perbedaan-perbedaan, tetapi keduanya telah memberikan warna bagi kita sehingga kajian-kajian tentang bahasa dapat dilihat dari kedua pendekatan itu. Seperti diketahui bahwa pendekatan formal berawal dari hasil pemikiran seorang pakar Universitas Sumatera Utara bahasa yang brilian dan revolusioner dalam dunia linguistik, yaitu Noam Chomsky. Tidak diragukan bahwa temuannya telah membuka mata dan telinga para ahli bahasa di seluruh dunia. Seperti yang dikutip oleh Radford 1983:20, ia menyatakan: “A speaker of a language has observed a certain limited set of utterances in his language. On the basis of this finite linguistic experience, he can produce an indefinite number of new utterances which are immediately acceptable to other members of his speech community.” Kutipan ini mengimplikasikan bahwa dengan aturan-aturan bahasa yang tersedia dalam sebuah bahasa, seorang penutur dapat menciptakan ujaran yang tidak tertentu jumlahnya. Pada intinya, menurut pandangan ini, tata bahasa merupakan model kompetensi gramatikal penutur sebuah bahasa. Model ini berisikan sistem aturan yang tertentu yang dapat menghasilkan yaitu, menentukan bagaimana membentuk, menginterpretasi dan melafalkan jumlah kalimat yang tidak tertentu jumlahnya dalam bahasa itu. Pendekatan kedua dikembangkan oleh Simon C. Dik dan kawan-kawan. Simon Cornelis Dik 1940-1995 adalah linguis Belanda yang memperkenalkan Tata Bahasa Fungsional. Dia menjabat Ketua Departemen Linguistik Umum, Universitas Amsterdam dari 1969 sampai 1994. Selama 25 tahun dia mengembangkan Tata Bahasa Fungsional, yang dasarnya sudah disusunnya dalam disertasinya yang membahas “koordinasi” dalam bahasa. Tulisannya yang berada di kutub lain dari tulisan Chomsky memberikan nuansa yang sangat signifikan sehingga bahasa tidak lagi dilihat sebagai unsur yang terpisah dari interaksi sosial manusia. Dengan pandangan ini, bahasa memiliki kaitan Universitas Sumatera Utara yang sangat erat dengan interaksi dalam kehidupan sosial manusia, di mana pada kenyataannya, sejak dahulu para ahli antropologi memiliki keyakinan bahwa bahasa berkenaan dengan cara pikir dan budaya pemakainya.

3.1.1 Pendekatan Generatif Transformasional

Seperti telah disebutkan sebelumnya, pendekatan Generatif Transformasional atau pendekatan Formal dipelopori oleh Chomsky. Avram Noam Chomsky 1928- , adalah seorang ahli linguistik, pendidik, aktivis politik dan penulis Amerika Serikat yang profilik sangat produktif. Beliau dilahirkan dan dibesarkan di Philadelphia, Negara Bagian Pennsylvania Amerika Serikat. Chomsky mendapat pendidikan di Universitas Pennsylvania di mana beliau memperoleh ijazah sarjananya pada tahun 1945. Beliau melanjutkan pendidikan pascasarjananya di universitas yang sama pada tahun 1955 di bawah bimbingan Zellig Harris seorang linguis Amerika yang terkenal. Dari tahun 1951 hingga tahun 1955 ketika masih lagi menjadi mahasiswa, Chomsky telah menjadi junior fellow di Universitas Harvard. Beliau kemudian menjadi dosen bahasa Perancis dan bahasa Jerman di Massachusetts Institute of Technology MIT pada tahun 1955, dan selanjutnyanya menjadi Profesor dalam bidang bahasa asing dan linguistik pada tahun 1976 di MIT. Searle 1972 menyebutkan bahwa Chomsky telah melakukan revolusi dalam dunia linguistik karena ia berusaha untuk menentang apa yang diyakini para ahli pada masa itu. Ia meyakinkan bahwa pendekatan behavioral bukanlah pendekatan yang Universitas Sumatera Utara tepat dalam menggambarkan tentang pikiran manusia. Artinya, secara psikologis pendekatan behavioral memiliki kelemahan. Chomsky kemudian mengembangkan sintaksis bahasa dengan membuat aturan-aturan yang lebih lengkap dibandingkan dengan pendekatan behavioral yang mengedepankan strukturalisme. Ia mendapati bahwa linguistik struktural hanya dapat diterapkan pada tataran fonem dan morfem saja, tetapi tidak pada tataran kalimat sehingga ia berpikir harus ada sebuah teori baru yang berlaku secara lebih universal. Oleh karena itu, dalam teori sintaksis yang ia ciptakan, hal pertama yang dipertimbangkan adalah bagaimana seorang pembicara memahami struktur internal kalimat yang dihasilkannya. Dengan demikian, kalimat bukanlah berisikan untaian kata-kata yang tidak tersusun namun kata-kata dan morfem-morfem dikelompokkan ke dalam konstituen-konstituen fungsional seperti subjek kalimat, predikat, objek, dan sebagainya. Pada masa-masa berikutnya, diperkenalkan pendekatan baru yang disebut sebagai Transformational Generative Grammar. Chomsky:1990. Mengenai berbagai aturan-aturan transformasional, yang membedakannya dari aturan-aturan struktur frasa. Secara sederhana aturan-aturan transformasi dapat diterapkan setelah aturan- aturan struktur frasa diterapkan; artinya, aturan-aturan transformasional berlaku pada hasil dari aturan-aturan tata bahasa struktur frasa. Radford 1983: 34 pada fase pengembangan selanjutnya berpendapat bahwa tata bahasa mengandung tiga komponen atau perangkat aturan, yaitu: 1 Aturan-aturan sintaksis pembentukan kalimat, yang Universitas Sumatera Utara berfungsi menentukan bagaimana sebuah kalimat dibentuk 2 Aturan-aturan semantik, yaitu untuk menentukan bagaimana menafsirkan makna kalimat 3 Aturan-aturan fonologi, yaitu untuk menentukan bagaimana cara melafalkan kalimat. Untuk mendapatkan explanatory adequacy teori-teori yang diformulasikan Chomsky ini, pada tahun 1980-an diperkenalkan Government Binding Theory. Haegeman 1991 menyatakan bahwa Government-Binding Theory merupakan pengembangan alamiah terhadap generative grammar yang dimulai oleh Chomsky sebelumnya. Explanatory adequacy diperlukan dalam teori bahasa karena aturan- aturan dalam suatu bahasa perlu diketahui dan dipahami oleh penutur bahasa tersebut karena pada kenyataannya banyak penutur yang dapat menggunakan sebuah bahasa tetapi mereka tidak mampu menentukan aturan-aturan bahasa tersebut. Meskipun pendekatan yang diciptakan oleh Chomsky dan dikembangkan oleh para pengikutnya ini memberikan kontribusi dan menyebabkan revolusi dalam dunia linguistik namun pendapat berbeda muncul pada masa-masa itu. Salah satunya dimunculkan oleh Simon C. Dik. Dik 1978: 1 berargumentasi bahwa paradigma formal melihat bahasa sebagai sebuah objek yang abstrak, dan tata bahasa dianggap sebagai upaya untuk mengarakteristikkan objek abstrak ini dalam aturan-aturan formal sintaksis dan akan digunakan secara terpisah dari makna dan penggunaan yang mungkin muncul dari konstruksi yang tergambarkan dalam aturan-aturan itu. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, Dik menganggap bahwa diperlukan sebuah teori lain yang memandang bahasa bukan hanya sebagai sebuah objek namun sesuatu yang memiliki fungsi. Namun begitu, pandangan Chomskyan sebenarnya memilih untuk berfokus pada pertanyaan ’Apa sebenarnya bahasa itu?’ karena pertanyaan ini akan menjadi awal untuk mengembangkan teori pemerolehan bahasa. Radford: 1983: 1. Terlepas dari perdebatan ini, Chomsky dan para Chomskyan telah berkontribusi besar dan memberikan jalan penelaahan linguistik yang sangat eksploratif.

3.1.2 Pendekatan Fungsional

Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang pendekatan fungsional bahasa, pasangan kalimat klasik berikut merupakan contoh klasik yang berupaya diungkap oleh tata bahasa Transformasional, dimana tata bahasa Struktural tidak mampu menjelaskannya. - John is eager to please. - John is easy to please. Kedua kalimat ini memiliki formulasi atau pola yang sama. Menurut tata bahasa transformasional kedua kalimat ini memiliki struktur lahir yang sama, namun berbeda dalam struktur batinnya karena secara semantik makna yang dibawa berbeda. Di sinilah Transformational Grammar kemudian memperkenalkan konsep struktur batin dan struktur lahir. Menurut Bolkestein et.al 1981: 1-2 pasangan kalimat tersebut menghasilkan parafrasa sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara a. Pleasing John is eager. b. It is eager to please John. a. Pleasing John is easy. b. It is easy to please John. Pasangan parafrasa yang pertama, menurut tata bahasa transformasional, harus mengalami aturan-aturan transformasional untuk menghasilkan struktur dalamnya. Jika tidak, maka parafrasa itu tidak akan memiliki makna sama sekali, yang sangat berbeda dengan pasangan lainnya. Contoh ini merupakan salah satu kasus yang menjadi pertimbangan mengapa pemikir bahasa lainnya meyakini bahwa pendekatan fungsional dibutuhkan. Fakta ini menjadi salah satu bukti bahwa dibutuhkan sebuah pandangan baru dalam bahasa untuk dapat mendeskripsikan dan menjelaskan tata bahasa secara lebih baik. Dalam hal ini, tata bahasa fungsional menjadi alternatif solusi yang ditawarkan. Seperti telah disebut sebelumnya bahwa salah seorang pelopor pendekatan linguistik fungsional yang sangat terkenal adalah Simon C. Dik. Dik menantang teori bahasa yang diusulkan oleh Chomsky karena ia menganggap teori itu memerlakukan bahasa sebagai sesuatu yang tidak memiliki fungsi namun hanya merupakan aturan- aturan belaka. Seperti terlihat dalam tabel 3.1 di atas, pandangan fungsional seakan memberikan arti lebih luas kepada bahasa karena perannya yang sangat besar dalam interaksi sosial manusia. Salah satu yang menunjukkan hal tersebut adalah pernyataan bahwa pendekatan fungsional memiliki kecukupan deskripsi yang sangat tinggi. Universitas Sumatera Utara Dalam usulannya, Dik menyebutkan tiga standar yang dipertimbangkan dalam pendekatan ini, yaitu: 1 Kecukupan Pragmatik, yakni tata bahasa pendekatan fungsional dapat menjelaskan komponen-komponen ungkapan linguistik bersesuaian dengan konteks tempat komponen-komponen itu digunakan. Hal ini berarti tata bahasa fungsional mampu memberikan gambaran yang jelas dan bisa menjembatani satu fakta dengan fakta yang berkenaan dengan ungkapan yang dihasilkan. 2 Kecukupan Psikologis. Apa yang dinyatakan dalam teori bahasa harus relevan dengan mekanisme-mekanisme psikologis yang terlibat dalam pemrosesan bahasa alamiah. 3 Kecukupan Tipologi. Kecukupan ini merujuk pada kemampuan teori bahasa untuk menghasilkan tata bahasa bagi bahasa-bahasa yang secara tipologis berbeda, dan sekaligus dapat menjelaskan persamaan dan perbedaan bahasa-bahasa itu. Dengan demikian, teori bahasa itu harus diformulasikan sedemikian rupa menurut aturan- aturan dan prinsip-prinsip yang dapat berlaku bagi berbagai bahasa. Nosi fungsional dalam pendekatan ini memiliki peran yang sangat penting dan mendasar terutama pada tiga tataran fungsi, yaitu: 1 Fungsi semantik misalnya, pelaku Agent, sasaran Goal dan resipien Receipient. Fungsi ini menunjukkan peran partisipan sebagaimana ditentukan oleh predikasi; Universitas Sumatera Utara 2 Fungsi sintaksis misalnya, subjek, objek. Berfungsi untuk menyatakan bahwa peristiwa bahasa disajikan dalam ungkapan-ungkapan linguistik pada perspektif yang berbeda;. 3 Fungsi pragmatik misalnya, Tema dan Ekor, Topik, Fokus, yaitu status informasi komponen-komponen ungkapan bahasa. Fungsi ini berhubungan dengan status informasi pragmatik yang dimiliki pembicara dan pendengar sebagaimana muncul dalam interaksi verbal. Pendekatan fungsional kemudian terus berkembang hingga munculnya pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional seperti diusulkan oleh Halliday 1985. Ia menyebutkan bahwa bahasa merupakan sistem arti, sistem bentuk, dan ekspresi yang berfungsi untuk merealisasikan arti tersebut. Dengan demikian, yang menjadi fokus utama dalam pendekatan ini adalah dua komponen penting, yaitu arti dan ekspresi; yakni arti akan direalisasikan dalam bentuk ekspresi. Dapat disimpulkan bahwa, melalui pendekatan fungsional bahasa tidak dapat terlepas dari nilai-nilai yang ada dalam diri manusia dan tempat di mana manusia itu berinteraksi. Sehingga, konteks situasi, konteks budaya, dan ideologi sangat berperanan yang sangat signifikan dalam penciptaan makna. Seluruh konteks inilah yang membentuk apa yang disebut dengan konteks sosial. Saragih 2003: 3 menyatakan bahwa salah satu sifat bahasa sebagai semiotik sosial adalah bahasa berfungsi di dalam konteks sosial atau bahasa fungsional di dalam konteks sosial. Sebagai titik tolaknya, tata bahasa fungsional tersusun sedemikian rupa hingga dapat dipahami bagaimana sebuah ekspresi linguistik terbentuk atau Universitas Sumatera Utara dihasilkan oleh seorang penutur. Tata bahasa ini bertumpu pada pertanyaan bagaimana ekspresi linguistik bahasa alami jenis apapun dapat dideskripsikan dan dijelaskan dengan memenuhi persyaratan kesesuaian tipologis, pragmatis dan psikologis. Gambar di bawah ini menunjukkan bagaimana tata bahasa fungsional tersusun. Dik: 1978; Bolkestein et.tal:1981: Universitas Sumatera Utara pembentukan predikat pembentukan terma kerangka kerangka predikat predikat turunan dasar kerangka predikat inti dasar turunan TERMA-TERMA Pengenalan satelit peluasan kerangka predikat Penyematan terma PREDIKASI penugasan fungsi semantik Penugasan fungsi pragmatik PREDIKASI yang telah lengkap ATURAN EKSPRESI: Bentuk EKSPRESI LINGUISTIK Gambar 3.1. Organisasi tata bahasa fungsional Universitas Sumatera Utara Dari gambar tersebut dapat dipelajari bahwa predikasi berawal dari predikat yang terdapat di dalam leksikon sebuah bahasa. Sebelum muncul predikasi terdapat proses-proses yang harus dilalui seperti pemahaman lebih dahulu tentang predikat yang akan digunakan dan terma-terma apa saja yang dapat diaplikasikan pada predikat itu. Kemudian, satelit juga harus diperkenalkan dalam konteks kerangka predikat. Dengan dapat ditentukannya predikat dan terma maka kemudian predikasi dapat diperoleh. Pada tahap-tahap berikutnya, harus ada penugasan fungsi semantik untuk predikasi itu, lalu penugasan fungsi pragmatik predikasi itu menghasilkan predikasi yang benar-benar telah sesuai untuk digunakan di dalam konteks ujaran. Akhirnya, aturan-aturan ekspresi untuk predikasi ini pun diaplikasikan sehinga ekspresi linguistik atau ujaran dapat dihasilkan.

3.2 Predikasi