PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PUISI MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN QUANTUM PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 JATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

i

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PUISI MELALUI

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN

QUANTUM

PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 JATEN

KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010/2011

(Penelitian Tindakan Kelas)

Skripsi

Oleh :

RININTA CITRA AYU SARI

X1207015

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PUISI MELALUI

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN

QUANTUM

PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 JATEN

KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010/2011

(Penelitian Tindakan Kelas)

Oleh:

RININTA CITRA AYU SARI

X1207015

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi

Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S, M.Hum Drs. Edy Suryanto, M.Pd. NIP 197007162002122001 NIP 196008101986011001


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : _________________ Tanggal : _________________

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda tangan

Ketua : Dr. Andayani, M.Pd. Sekretaris : Dra. Raheni Suhita, M.Hum.

Anggota I : Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S, M.Hum Anggota II : Drs. Edy Suryanto, M.Pd.

Disahkan Oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 196007271987021001


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Rininta Citra Ayu Sari. X1207015. Peningkatan Kemampuan Membaca Puisi

Melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran Quantum Pada Siswa Kelas VII B

SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi,

Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juni 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan membaca puisi dengan Pendekatan Pembelajaran

Quantum pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian kolaboratif antara guru dengan peneliti untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar yang berjumlah 31 siswa (16 putra dan 15 putri) dan guru bahasa Indonesia kelas VII. Sumber data yang digunakan yaitu: tempat dan peristiwa, informan, dan dokumen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan (observasi), wawancara mendalam, kajian dokumen, dan angket. Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis deskripsi komparatif dan analisis interaktif berdasarkan indikator yang telah ditetapkan. Pelaksanaan penelitian dimulai dari survei awal, siklus I, sampai siklus III. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi tindakan; dan (4) analisis dan refleksi. Dalam penelitian ini guru kelas bertindak sebagai fasilitator pembelajaran dan peran peneliti sebagai pengamat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) penerapan pendekatan pembelajaran quantum dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran membaca puisi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya persentase keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat, dan motivasi siswa dalam pembelajaran menulis argumentasi di setiap siklusnya. Pada siklus I siswa yang aktif sebesar 45%, siswa yang perhatian dan konsentrasi sebesar 48%, dan siswa yang berminat dan termotivasi sebesar 48%. Pada siklus II siswa yang aktif sebesar 61%, siswa yang perhatian dan konsentrasi sebesar 58%, dan siswa yang berminat dan termotivasi sebesar 48%. Pada siklus III siswa yang aktif sebesar 84%, siswa yang perhatian dan konsentrasi sebesar 80%, dan siswa yang berminat dan termotivasi sebesar 80%. Selain itu, penerapan pendekatan pembelajaran quantum dapat membuat guru mengelola kelas dengan baik ketika pembelajaran, (2) penerapan pendekatan pembelajaran quantum dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca puisi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya persentase membaca puisi siswa tiap siklusnya, yaitu siklus I sebesar 49%, siklus II sebesar 65% dan siklus III 84%. Hal ini membuktikan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran quantum

mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran membaca puisi siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011.


(6)

commit to user

vi

MOTTO

Manusia – manusia yang tidak pernah miskin, sedikit kaitannya dengan tingkatan material maupun spiritual seseorang, melainkan lebih pada seberapa baik dan seberapa bisa ia mampu menikmati dan mensyukuri hidupnya. Begitu kemampuan

menikmati dan mensyukuri terakhir melekat dalam pada kehidupan, maka masuklah ia dalam kelompok manusia yang tidak akan pernah miskin.


(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai wujud syukur, rasa cinta, kasih sayang, dan ucapan terima kasihku kepada:

1. Kedua orang tuaku, Heri Setiono dan Eny Widjajati yang tak putus-putusnya mendoakan siang dan malam dengan segenap cinta, kasih sayang, dan perhatian yang tak ternilai harganya dari apapun; 2. Adikku tersayang, Herany Dyah Ayusari

yang senantiasa mendukung setiap langkah yang kulalui dalam hidup ini dan memberi keceriaan ketika di rumah;

3. Figur Rahman Fuad yang selalu memberiku semangat dan saling berbagi cerita serta keceriaan, semoga kita diberi jalan terbaik;


(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya kepada kita semua. Atas kehendakNya pula skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan dalam skripsi ini;

3. Dr. Andayani, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan juga dalam skripsi ini;

4. Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S, M.Hum, dan Drs. Edy Suryanto, M.Pd., selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan dengan begitu sabar dan memberikan semangat pada penulis serta masukan yang tak ternilai harganya;

5. Dra. Raheni Suhita, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dalam studi penulis;

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan tulus ikhlas memberikan ilmu yang bermanfaat pada penulis;

7. Sri Djoko Widodo, S.H, M.H., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Jaten yang telah memberikan izin peneliti terkait dengan penelitian yang dilaksanakan;


(9)

commit to user

ix

8. Katrin Kusala S.Pd., selaku wali kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten sekaligus sebagai kolaborator yang dengan senang hati membantu peneliti dalam melaksanakan penelitiannya;

9. Siswa-siswi kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten yang membantu terlaksananya penelitian ini;

10.Sahabat-sahabatku (umi,asih, ika, lia, dan epin) yang selalu memberi semangat dan warna dalam hidup;

11.Figur Rahman Fuad (you know who you are);

12.Rekan-rekan Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2007 atas persahabatan dan kebersamaan yang menjadi kenangan indah; dan 13.Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu.

Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah SWT, amien. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan menambah khasanah keilmuan dalam pelajaran bahasa Indonesia.

Surakarta, Juni 2011


(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Hasil Penelitian ... 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN HIPOTESIS TINDAKAN ... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

1. Hakikat Kemampuan Membaca Puisi ... 10

a. Pengertian Kemampuan Membaca Puisi ... 10

b. Tujuan dan Manfaat Membaca Puisi ... 14

c. Materi Pembelajaran Membaca Puisi di SMP ... 15

d. Bentuk dan Gaya Membaca Puisi ... 16

e. Puisi sebagai Salah Satu Materi Apresiasi Sastra ... 19

f. Penilaian dalam Pembelajaran Membaca Puisi ... 22

2. Hakikat Puisi ... 28


(11)

commit to user

xi

b. Ciri – ciri Puisi ... 29

c. Unsur - unsur Puisi ... 32

d. Jenis - jenis Puisi ... 34

e. Cara Memilih Puisi untuk Siswa SMP ... 36

3. Hakikat Pendekatan Pembelajaran Quantum ... 41

a. Pengertian Pendekatan ... 41

b. Pengertian Pembelajaran ... 42

c. Komponen - komponen Pembelajaran ... 44

d. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran ... 45

e. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Quantum ... 46

f. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Quantum ... 47

g. Prinsip -prinsip Utama dalam Pendekatan Pembelajaran Quantum .. 49

h. TANDUR sebagai Metode dalam Pembelajaran Membaca Puisi 51 B. Penelitian yang Relevan ... 56

C. Kerangka Berpikir ... 58

D. Hipotesis Tindakan ... 60

BAB III. METODE PENELITIAN ... 62

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 61

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 62

C. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 63

D. Data dan Sumber Data ... 64

E. Teknik Pengumpulan Data ... 64

F. Teknik Validitas Data ... 66

G. Teknik Analisis Data ... 67

H. Indikator Keberhasilan Tindakan ... 68

I. Prosedur Penelitian ... 69

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Deskripsi Kondisi Awal ... 75

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 79

1. Siklus Pertama ... 80


(12)

commit to user

xii

b. Pelaksanaan Tindakan ... 82

c. Observasi dan Interpretasi ... 84

d. Analisis dan Refleksi ... 88

2. Siklus Kedua ... 90

a. Perencanaan Tindakan ... 90

b. Pelaksanaan Tindakan ... 93

c. Observasi dan Interpretasi ... 95

d. Analisis dan Refleksi ... 99

3. Siklus Ketiga ... 101

a. Perencanaan Tindakan ... 101

b. Pelaksanaan Tindakan ... 103

c. Observasi dan Interpretasi ... 105

d. Analisis dan Refleksi ... 108

4. Deskripsi Hasil Penelitian ... 110

C. Pembahasan ... 111

BAB IV. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 124

A. Simpulan ... 124

B. Implikasi ... 125

C. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128 LAMPIRAN


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penilaian Proses Pembelajaran Membaca Puisi ... 23

2. Penilaian Hasil Pembelajaran Membaca Puisi ... 26

3. Pedoman Penskoran Penilaian Hasil ... 26

4. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ... 62

5. Indikator Ketercapaian Belajar Siswa ... 69


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses Membaca ... 13

2. Kerangka Berpikir Penelitian ... 59

3. Pendekatan Analisis Interaktif ... 68


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII ... 132

2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 134

3. Instrumen Penelitian ... 135

4. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar ... 136

5. Pedoman Wawancara dengan Guru ... 139

6. Pedoman Wawancara dengan Siswa ... 141

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 142

8. Daftar Nilai Pratindakan Siswa ... 145

9. Catatan Lapangan Survei Awal ... 146

10.Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Guru ... 150

11. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Siswa ... 154

12. Angket Pratindakan Materi Membaca Puisi ... 169

13. Tabel Hasil Pengisian Angket Pratindakan ... 172

7. Refleksi Angket Pratindakan ... 176

8. Contoh Angket Pratindakan yang Telah Diisi Siswa ... 177

9. Dokumentasi Pratindakan ... 189

10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 192

11. Daftar Penilaian Proses Membaca Puisi Siklus I ... 210

12. Daftar Penilaian Hasil Membaca Pusi Siklus I ... 211

13. Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus I ... 212

14. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I ... 213

15. Catatan Lapangan Siklus I ... 216

16. Hasil Pekerjaan Siswa pada Siklus I ... 219

17. Dokumentasi Pembelajaran Membaca Puisi Siklus I ... 229

18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 231

19. Daftar Penilaian Proses Membaca Puisi Siklus II ... 247

20. Daftar Penilaian Hasil Membaca Pusi Siklus II ... 248


(16)

commit to user

xvi

22. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II ... 250

23. Catatan Lapangan Siklus II ... 253

24. Hasil Pekerjaan Siswa pada Siklus II ... 256

25. Dokumentasi Pembelajaran Membaca Puisi Siklus II ... 261

26. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ... 263

27. Daftar Penilaian Proses Membaca Puisi Siklus III ... 279

28. Daftar Penilaian Hasil Membaca Pusi Siklus III ... 280

29. Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus III ... 281

30. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus III ... 282

31. Catatan Lapangan Siklus III ... 285

32. Hasil Pekerjaan Siswa pada Siklus III ... 287

33. Dokumentasi Pembelajaran Membaca Puisi Siklus III ... 297

25. Angket Pascatindakan ... 299

26. Tabel Hasil Angket Pascatindakan ... 301

27. Refleksi Angket Pascatindakan ... 303

28. Contoh Angket Pascatindakan yang Telah Diisi Siswa ... 304

30. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Dekan ... 309

31. Surat Putusan Izin Penyusunan Skripsi oleh Dekan FKIP ... 310

32. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Rektor ... 311

33. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Jaten ... 312

34. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Jaten ... 313


(17)

commit to user

17 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang disempurnakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Tujuan berkomunikasi lewat isyarat bahasa ialah pencapaian saling paham antara pembicara dan pendengar atau antara penulis dan pembaca. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pemahaman teknik dan tata cara berbahasa karena komunikasi lewat bahasa yang efektif tergantung dan terikat pada beberapa faktor. Faktor-faktor penentu dalam komunikasi berbahasa yang efektif ialah (1) kekhasan ciri hubungan antara para pemakai bahasa atau antara para penutur, (2) waktu dan tempat pelangsungan komunikasi berbahasa, (3) sarana yang dipakai untuk berkomunikasi berbahasa, (4) tujuan komunikasi berbahasa, (5) ciri amanat yang berlangsung, dan (6) lingkungan pemakaian (Jos Daniel Parera, 1991: 3). Selain itu, pembelajaran bahasa bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, meningkatkan kemampuan wawasan dan meningkatkan keterampilan berbahasa. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis.

Pelajaran bahasa lebih diutamakan untuk kepentingan komunikasi dengan memperhatikan kaidah kebahasaa, sedangkan sastra tak hanya berhenti pada komunikasi namun juga pada nilai moral, emosi, seni, kreativitas, humanitas, dan penghayatan nilai-nilai kehidupan.

Herman J. Waluyo (2008) menyatakan sastra adalah cabang kesenian dengan bahasa sebagai mediumnya atau sarananya.Karya seni lainnya menggunakan suara sebagai mediumnya (seni suara), warna sebagai mediumnya (seni rupa), gerak sebagai mediumnya (seni tari), dan berperan sebagai mediumnya (teater). Ditambahkan pula, hakikat karya sastra atau karya seni pada


(18)

commit to user

umumnya adalah imajinatif. Artinya, metode yang digunakan untuk menciptakannya dengan imajinasi (hasil fantasi) penciptannya. Hal ini berarti bahwa karya seni atau karya sastra tidak diperoleh melalui penelitian, pengamatan, dan pengalaman empirik namun melalui pengalaman batin ketika seorang pencipta atau seniman memiliki mood atau passion atau suasana hati yang luar biasa.

Pelajaran sastra harus dapat menunjang pembelajaran Bahasa Indonesia pada umumnya sehingga murid-murid harus digiatkan dan dibangkitkan minatnya agar mereka tertarik serta mau berhubungan dengan karya sastra. Murid-murid harus membaca puisi, naskah drama, dan novel terutama karya-karya bermutu agar mereka mendapatkan pemahaman mengenai sastra dengan baik. Ketertarikan dan hubungan yang terjalin antara murid dan karya sastra tersebut akan menghasilkan suatu kegiatan apresiasi sastra dari murid.

Menurut Andayani (2008: 1), apresiasi sastra adalah suatu aktivitas dengan karya sastra secara sungguh-sungguh sampai tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Selain itu, apresiasi sastra juga dapat berupa tanggapan atau pemahaman yang intensif terhadap karya sastra. Tanggapan atau pemahaman ini bersentuhan langsung dengan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra.

Kegiatan apresiasi karya sastra bukan hanya sekedar kegiatan membaca kemudian menggemari karya sastra tersebut. Namun, harus sampai pada tahap yang lebih tinggi yakni tahap pemahaman karya sastra sehingga nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra dapat dipahami oleh pembaca. Nilai-nilai yang diungkapkan pengarang melalui karya sastra dapat memperkaya pengalaman, wawasan, dan kehidupan batin pembaca. Seperti yang dinyatakan oleh Horace bahwa karya sastra bukan sekedar memberi hiburan (dulce) kepada pembaca, tetapi juga memberi kemanfaatan (utile) kepada pembaca. Menghibur karena mementingkan keindahan dan bermanfaat karena karya sastra dicipta melalui renungan yang sungguh-sungguh dari penciptaan sehingga pesan atau amanat yang disampaikan pada pembaca dapat berguna.


(19)

commit to user

Herman J. Waluyo (2003: 44) menyatakan bahwa apresiasi puisi berhubungan dengan kegiatan yang ada sangkut-pautnya dengan puisi, yaitu mendengar dan membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi, mendeklamasikan, dan menulis resensi puisi. Kegiatan ini menyebabkan seseorang memahami puisi secara mendalam, merasakan apa yang ditulis penyair, mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung di dalam puisi, dan menghargai puisi sebagai karya seni dengan keindahan atau kelemahannya.

Dengan demikian, dalam pembelajaran apresiasi puisi pun murid harus benar-benar dapat membaca puisi dengan baik. Hal tersebut dimaksudkan agar mereka dapat menghayatinya sehingga dapat menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.

Bahasa puisi lebih padat, lebih indah, lebih cemerlang, dan lebih hidup daripada bahasa prosa ataupun bahasa percakapan sehari-hari. Bahasa puisi mengandung penggunaan lambang-lambang, metafora, dan bentuk-bentuk intuitif untuk mengekspresikan gagasan, perasaan, dan emosi (Mustopo dalam Herman J. Waluyo, Swandono, dan Slamet Mulyono, 2001 : 1). Kepadatan bahasa puisi sebenarnya sangat berkaitan secara sinkron dan integratif dengan penyair dalam upaya memadatkan sejumlah pikiran, perasan, dan emosi serta pengalaman hidup yang diungkapkannya. Kegiatan apresiasi sastra yang dilakukan murid akan membuat mereka menghayati pikiran, perasan, dan emosi serta pengalaman hidup penyair.

Menurut Didin Widyartono (2010) membaca puisi merupakan jenis membaca indah dan salah satu kegiatan apresiasi sastra. Secara tidak langsung, bahwa dalam membaca puisi, pembaca akan mengenali, memahami, menggairahi, memberi pengertian, memberi penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua komponen dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya, irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan oleh pengarang. Pembaca akan berusaha untuk menerjemahkan bait perbait untuk merangkai makna dari makna puisi yang hendak disampaikan pengarang. Pembaca memberi apresiasi, tafsiran, interpretasi terhadap teks yang


(20)

commit to user

dibacanya.Setelah diperoleh pemahaman yang dipandang cukup, pembaca dapat membaca puisi dengan indah.

Pada silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII disebutkan bahwa pembelajaran membaca puisi termuat dalam standar kompetensi (SK) membaca sastra, yang berbunyi memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan buku cerita anak. Adapun kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai adalah membaca indah puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinesik sesuai dengan isi puisi.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap kegiatan mengajar di kelas, penilaian guru terhadap kemampuan membaca puisi murid, hasil angket dan diskusi antara guru Bahasa Indonesia dan peneliti dapat dikemukakan bahwa kemampuan membaca, khususnya membaca indah puisi siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten belum menunjukkan hasil yang memuaskan atau maksimal. Hasil tersebut ditunjukkan dengan pembacaan puisi yang dilakukan oleh murid. Pada umumnya terkesan seadanya, artinya membaca puisi tidak layaknya seperti orang membaca puisi. Intonasi, lafal, penghayatan maupun penampilan sangat kurang. Jarang terlihat murid yang mampu membaca puisi dengan memperhatikan naik turun, tinggi rendah, dan keras lembut volume suara dalam bacaannya. Para murid juga malu dan tidak percaya diri ketika membaca puisi di depan kelas. Tidak ada siswa dengan kemauan sendiri tampil di depan kelas untuk membaca puisi. Hasilnya, siswa membaca dengan semaunya dan tidak bersungguh-sungguh.

Penghayatan pada saat tampil membaca puisi di depan kelas masih sangat kurang. Tercermin dari ekspresi saat membaca puisi. Hal itu disebabkan murid tidak memahami terlebih dahulu puisi yang akan dibaca. Beberapa murid terlihat menutupi wajahnya dengan buku pada saat membaca puisi. Demikian juga dalam hal penampilan, siswa kurang memahami pembacaan puisi sebagai sebuah pertunjukan yang harus memperhatikan tentang teknik, gerakan tubuh, pandangan mata, dan bloking. Saat membaca puisi, penampilan murid adalah kaki dengan sikap sempurna, kedua tangan memegang buku hingga pembacaan selesai dan pandangan mata selalu tertuju pada teks.


(21)

commit to user

Adapun dari segi lafal murid kurang jelas dalam mengucapkan kata-kata, dari deret belakang bangku hanya terdengar samar, bahkan ada pula yang tidak terdengar. Tempo rata-rata pembacaan puisi murid terlalu cepat. Hal itu terkesan bahwa membaca puisi adalah sesuatu yang terlalu memberatkan sehingga sesegera mungkin menyelesaikan puisi tersebut.

Seseorang yang akan membaca sebuah puisi, sebelumnya harus memahami dan menghayati isi puisi yang akan dibacanya dengan bersungguh-sungguh. Dia harus dapat mewujudkan kembali apa yang dikehendaki penyair. Seorang pembaca puisi adalah perantara antara penyair sebagai pencipta dengan pendengar sebagai penikmat. Oleh karena itu, tugas seorang pembaca puisi tidak dapat dikatakan ringan karena pembaca puisi harus berusaha mewujudkan ide/pesan penyair dengan cara setepat-tepatnya. Persiapan sangat diperlukan sebelum seseorang tampil membacakan puisi. Persiapan tersebut, antara lain: memahami isi puisi yang akan dibaca, menghayati makna dari puisi, mengekspresikan puisi, berlatih membaca sebelum tampil, dan memberi tanda atau anotasi pada puisi.

Berdasarkan nilai dalam kegiatan membaca indah puisi tersebut diperoleh deskripsi sebagai berikut: rentangan nilai 44-53 diperoleh 3 siswa; rentangan nilai 54-63 diperoleh 4 siswa; rentangan nilai 64-73 diperoleh 15 siswa; dan rentangan nilai 74-83 diperoleh 9 siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa dalam pembelajaran membaca indah puisi hanya 9 siswa dari 31 siswa yang mampu membaca puisi dengan indah. Jadi, ada 29,03% siswa yang mampu membaca puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinesik sesuai dengan isi puisi (kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan adalah 74).

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, permasalahan tentang kemampuan membaca puisi timbul karena: (1) siswa kurang antusias dalam pembelajaran membaca puisi, (2) siswa kurang percaya diri dan masih malu terhadap kemampuan membacanya karena siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran sejak awal, (3) guru belum menggunakan strategi atau model pembelajaran yang tepat terhadap kemampuan membacanya, dan (4) guru kurang memberikan motivasi kepada siswa.


(22)

commit to user

Fakta-fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran kemampuan membaca puisi masih kurang optimal. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan yang dapat mendorong seluruh siswa untuk dapat memahami dan menghayati puisi yang akan dibacanya agar mereka mampu membaca puisi tersebut dengan indah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar pembelajaran membaca puisi di sekolah lebih menarik adalah dengan mengubah pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru dengan lebih melibatkan keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran, yakni dengan menerapkan pendekatan pembelajaran quantum. Pembelajaran tersebut akan lebih mengoptimalkan kualitas proses dan hasil karena sesuai atau tepat dengan permasalahan yang terjadi. Selain itu, pembelajaran tersebut lebih menekankan pada proses kreatif, praktik, interaksi antara siswa dan lingkungan kelas, dan kegiatan berapresiasi.

Berkenaan dengan hal itu, Nyoman S. Degeng (dalam Andayani, 2008: 18-19) menyatakan bahwa indikator keberhasilan pembelajaran terwujud apabila murid sejahtera dalam belajar. Untuk mewujudkannya maka perlu disajikan sebuah orkestrasi pembelajaran yang berbentuk aktivitas belajar murid yang menyenangkan dan menggairahkan. Agus Suprijono (2009: xi) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan menggairahkan adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional climate positif. Murid merasakan bahwa proses belajar yang dialaminya bukan sebuah derita yang mendera dirinya, melainkan berkah yang harus disyukurinya. Belajar bukanlah tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang harus ditunaikannya. Pembelajaran menyenangkan menjadikan murid ikhlas menjalaninya.

Salah satu metode dari pendekatan pembelajaran quantum adalah metode TANDUR (Tanamkan. Alami, Namai, Demonstrasi, Ulangi, dan Rayakan). Metode tersebut juga mempertimbangkan segala sistem pembelajaran yang berupa interaksi dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi murid dan mengoptimalkan peristiwa belajar dan berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas serta menciptakan interaksi yang efektif untuk pembelajaran.

Melalui metode TANDUR, banyak hal positif yang bisa didapat. Bagi siswa, mereka akan mampu mengaitkan apa yang mereka dapat di sekolah dengan


(23)

commit to user

sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, kehidupan sosial di luar rumah, serta kehidupan akademis yang dimiliki oleh mereka. Bagi guru, bisa mengubah kelas dari yang biasa menjadi kelas yang menarik. Perubahan keadaan ini akan memotivasi dan menumbuhkan minat membaca puisi siswa, yakni pada saat membaca puisi di depan kelas murid tidak merasa malu dan timbul kepercayan diri pada mereka.

Keunggulan lain dari pendekatan pembelajaran quantum dengan metode TANDUR adalah (1) bisa mengubah keadaan kelas dari kelas biasa menjadi kelas yang menarik; (2) bisa memotivasi dan menumbuhkan minat siswa; (3) membangun rasa kebersamaan; (4) menumbuhkan dan mempertahankan daya ingat; dan (5) merangsang daya dengar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran kemampuan membaca puisi dengan judul: “Peningkatan Kemampuan Membaca Puisi Melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran

Quantum Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah penerapan pendekatan pembelajaran quantum dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran membaca puisi pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011 ?

2. Apakah penerapan pendekatan pembelajaran quantum dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran membaca puisi pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011 ?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas :


(24)

commit to user

1. Proses pembelajaran membaca puisi pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011 melalui penerapan pendekatan pembelajaran quantum.

2. Hasil pembelajaran membaca puisi pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011 melalui penerapan pendekatan pembelajaran quantum.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan khasanah keilmuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya dalam pembelajaran membaca puisi.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pendekatan pembelajaran quantum. c. Sebagai pengembangan bahan ajar membaca puisi dalam mata pelajaran

Bahasa Indonesia. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

1) Menumbuhkan kesenangan siswa pada karya sastra khususnya puisi;

2) Memberikan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa;

3) Meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca puisi; dan 4) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran membaca puisi siswa. b. Bagi guru

1) Dapat meningkatkan kinerja guru dalam mengajar khususnya dalam mengatasi kesulitan guru dalam pembelajaran membaca puisi; dan

2) Dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengajarkan materi membaca puisi.


(25)

commit to user c. Bagi sekolah

1) Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya dalam menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran bagi guru-guru yang lain;

2) Memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum sekolah berdasarkan indikator-indikator pembelajaran membaca puisi yang telah ditentukan; dan

3) Meningkatkan kualitas pembelajaran membaca puisi baik proses maupun hasil.

d. Manfaat bagi peneliti

1) Menambah pengalaman peneliti dalam penelitian mengenai pembelajaran terutama dalam pembelajaran membaca puisi; dan 2) Peneliti dapat melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk

menyusun suatu rancangan pembelajaran membaca puisi dengan pendekatan pembelajaran quantum.


(26)

commit to user

26 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN

HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Kemampuan Membaca Puisi a. Pengertian Kemampuan Membaca Puisi

I Gusti Ngurah Bagus, dkk (1981: 6) menyatakan bahwa pemakaian bahasa sebagai alat komunikasi merupakan tanda kemampuan berbahasa yang hanya dimiliki oleh manusia. Namun, kemampuan berbahasa adalah suatu daya yang harus diusahakan dan dipelajari secara formal maupun informal sebelum manusia memiliki kemampuan tersebut. Seseorang dikatakan mampu berbahasa apabila orang tersebut dapat menggunakan bahasa lisan pada saat mendengarkan dan berbicara dan atau dapat menggunakan bahasa tulis pada saat membaca dan menulis.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Suharno, dkk. (2000: 17) mengartikan kemampuan sebagai keterampilan proses. Keterampilan proses, yaitu keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Dengan berbekal keterampilan proses itu, siswa mampu mengikuti interaksi dalam kegiatan berbahasa secara penuh.

Menurut Satumahati (2010) kemampuan adalah tingkatan seberapa bisa manusia untuk melakukan suatu hal dengan tenaga, kekuatan dan pengetahuan yang dimiliki.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan kesanggupan individu dalam melakukan suatu kegiatan secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal.


(27)

commit to user

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau belajar tulis, yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak dipenuhi maka pesan yang tersurat dan tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 7).

Farris (dalam Abd.Rouf, 2010) mengungkapkan bahwa membaca sebagai pemrosesan kata-kata, konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan demikian pengalaman diperoleh apabila pembaca mempunyai pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang terdapat dalam bacaan.

Ditambahkan pula oleh Syafi‟i (dalam Abd. Rouf, 2010) membaca adalah suatu proses yang bersifat fisik atau yang disebut proses mekanik, berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual, dan suatu proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi.

Menurut Nurhadi (1987: 13), membaca adalah sebuah proses yang kompleks dan rumit. Kompleks, artinya dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal dapat berupa intelegensi (IQ), minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan membaca, dan sebagainya.Faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan (sederhana–berat, mudah–sulit), faktor lingkungan, atau faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan, dan tradisi membaca.

“Reading as a general process if we keep in mind a few key terms which apply to all kinds of reading” (Peters, 1991: 3). Ia mengatakan bahwa membaca sebagai sebuah proses umum apabila kita menjaga atau mengingat di dalam otak kita sebuah kunci atau istilah pendukung untuk menerapkan semua jenis kegiatan membaca.


(28)

commit to user

Walaupun belajar membaca merupakan proses yang kompleks dan rumit, itu merupakan salah satu hal yang dapat dicapai oleh otak manusia. Ketika kita belajar membaca di tingkat sekolah dasar, mula-mula kita mempelajari huruf-hurufnya, kemudian menghubungkan huruf-huruf tersebut menjadi kata-kata. Pada saat itu, kita membaca satu demi satu kata. Setelah sampai pada tahap tersebut, sebagian besar dari kita tidak mengalami kemajuan lagi dalam kegiatan membaca. Ada beberapa upaya untuk meningkatkan kemampuan kita dalam hal membaca. Bobbi DePorter dan Hernacki (2003: 252-259) menyatakan bahwa terdapat upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan, antara lain: (1) mengkondisikan keadaan mental dan fisik sebelum membaca. Meluangkan waktu beberapa saat untuk menyesuaikan pikiran dan tubuh; (2) Meminimalkan gangguan membaca. Dimulai dengan mencari tempat yang tenang dan nyaman untuk membaca. Musik dapat pula membantu bagi sebagian orang namun dapat pula menjadi penghambat konsentrasi dalam membaca. Apabila menginginkan musik, pemilihan jenis musik pun juga harus dilakukan karena tempo musik berpengaruh pada denyut jantung, otak kanan, dan kiri; (3) Duduk dengan sikap yang tegak. Hal ini berhubungan dengan tulang punggung saat membaca karena jika salah memposisikan tulang saat membaca dan berlangsung lama, akan mengakibatkan tulang punggung tumbuh tidak normal; (4) Menggunakan jari atau alat penunjuk. Seseorang ketika membaca secara alamiah akan bergerak mengikuti benda yang bergerak, maka bila ada penunjuk yang bergerak maka akan membantu gerak mata dalam melihat teks-teks bacaan secara cepat; dan (5) Melihat sekilas terlebih dahulu teks yang akan dibaca. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapat harapan dan pikiran yang berguna untuk menuntun pemahaman saat kegiatan membaca.

A. Teeuw (1983: 12) mengemukakan bahwa membaca dan menilai sebuah karya sastra bukanlah sesuatu yang mudah. Setiap pembaca roman atau puisi, baik modern ataupun klasik, pasti pernah mengalami kesulitan, merasa seakan-akan tidak memahami apa yang dikatakan ataupun dimaksudkan oleh pengarangnya. Kita dapat mengatakan bahwa proses membaca, yaitu memberi makna pada sebuah teks tertentu, yang kita pilih, atau yang dipaksakan kepada kita (dalam


(29)

commit to user

Graphi c input

Aural input

Oral reading

meanin g

pengajaran misalnya) adalah proses yang memerlukan pengetahuan sistem kode yang cukup rumit, kompleks, dan aneka ragam.

Kode pertama yang kita kuasai jika ingin mampu memberi makna pada teks tertentu adalah kode bahasa yang dalam teks itu.Kode ini mengharuskan kita mampu membaca teks dengan sebaik-baiknya, melalui tata bahasa dan kosakatanya. Kode kedua adalah diperlukan penguasaan kode kebudayaan secara eksplisit dan implisit saat terciptanya teks tersebut. Jika pembaca tidak mengetahui latar kebudayaan penciptaan teks tersebut, maka orang tersebut hanya akan terdiam tidak mengerti maknanya. Kode terakhir adalah penguasaan kode sastra yang lebih khas.Kode ini sangat sulit dibedakan dengan kode kebudayaan namun pada prinsipnya pembaca harus mampu membedakannya.Masalah urutan kata, pilihan kata, struktur kalimat, pemakaian bunyi, dan unsur tata bahasa pada teks tidak hanya ditentukan oleh kode bahasa dan budaya tetapi juga kode sastra.

Ditambahkan oleh Strang (dalam Abu Wahidji, dkk., 1985: 6), kegiatan membaca dibangun oleh lima kemampuan, yakni: (a) kemampuan mengerti yang dibaca, (b) kecakapan rekonstruksi makna, (c) menilai apa yang dibaca, (d) aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, dan (e) sikap belajar membaca. Strang menyimpulkan hal tersebut dari teori Jap dan Strang (dalam Abu Wahidji, dkk., 1985: 6)yang mendasarkan teorinya sendiri pada taksonomi Bloom. Menurutnya, gambaran proses membaca dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

+ recoding decoding

Gambar 1 : Proses Membaca

Dari pengertian kemampuan dan membaca di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pada dasarnya merupakan suatu proses kesanggupan individu baik fisikmaupun psikologis yang dilakukan oleh individu tersebut untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis secara maksimal. Makna itu akan berubah karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang akan dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata


(30)

commit to user

tersebut. Selain itu, dalam pemaknaan apa yang dibaca menuntut beberapa kode, yakni (1) kode bahasa, (2) kode kebudayaan, dan (3) kode kode sastra.

Kegiatan fisik pada saat membaca disebut proses mekanik yang berupa kegiatan mengamati tulisan secara verbal sedangkan kegiatan psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi.

Hornby (dalam Didin Widyartono, 2010) menyatakan bahwa kegiatan membaca puisi merupakan upaya apresiasi puisi. Secara tidak langsung, bahwa dalam membaca puisi, pembaca akan berusaha mengenali, memahami, menggairahi, memberi pengertian, memberi penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua aspek dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya, irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan oleh media. Pembaca akan berusaha untuk menerjemahkan bait per bait untuk merangkai makna dari makna puisi yang hendak disampaikan pengarang. Pembaca memberi apresiasi, tafsiran, interpretasi terhadap teks yang dibacanya setelah diperoleh pemahaman yang dipandang cukup, pembaca dapat membaca puisi.

Sawali Tuhusetya (dalam Maria Utami, 2010: vii-x) menyatakan bahwa pembelajaran apresiasi sastra merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan, menyuburkan, dan mengakarkan pendidikan karakter. Melalui pembelajaran sastra yang optimal, siswa akan dibawa pada situasi pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk menafsirkan, menilai, menemukan, dan mengkonstruksi materi ajar yang mereka terima sesuai dengan pengalaman belajar yang mereka temukan.

b. Tujuan dan Manfaat Membaca Puisi

Nurhadi (dalam Laodesyamri, 2010) mengatakan tujuan membaca dibagi menjadi dua, umum dan khusus. Secara umum tujuan membaca adalah mendapat informasi, memperoleh pemahaman, dan memperoleh kesenangan. Secara khusus tujuan membaca adalah memperoleh informasi yang faktual, memperoleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, memberikan penilaian kritis terhadap karya tulis seseorang, memperoleh kenikmatan emosi, dan mengisi waktu luang.


(31)

commit to user

Lebih lanjut Waples (dalam Laodesyamri, 2010) menyatakan beberapa tujuan membaca, yakni: (1) mendapat alat atau cara praktis mengatasi masalah, (2) mendapat hasil yang berupa prestis yaitu agar mendapat rasa lebih bila dibandingkan dengan orang lain dalam lingkungan pergaulannya, (3) memperkuat nilai pribadi atau keyakinan, (4) mengganti pengalaman estetika yang sudah usang, dan (5) menghindarkan diri dari kesulitan, ketakutan, atau penyakit tertentu.

Aidh bin Abdullah al-Qarni (dalam Wijaya Kusumah, 2010) mengungkapkan tentang banyaknya manfaat membaca, yaitu : (1) Menghilangkan kecemasan dan kegundahan, (2) Ketika membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan, (3) Kebiasaan membaca membuat seseorang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja, (4) Mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata, (5) Membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir, (6) Meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman, (7) Mengambil manfaat dari pengalaman orang lain, (8) Mengembangkan kemampuannya, baik untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup, (9) Menyegarkan pemikiran dari keruwetan dan menyelamatkan waktu agar tidak sia-sia, dan (10) Menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan pendekatan kalimat, lebih lanjut lagi membaca bisa meningkatkan kemampuan untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang tersirat).

Dengan demikian tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami makna bacaan. Makna

(meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca (Henry Guntur Tarigan, 2008: 9).

c. Materi Pembelajaran Membaca Puisi di SMP

Materi pembelajaran membaca di Sekolah Menengah Pertama di kelas VII semester I diarahkan pada standar kompetensi memahami ragam teks nonsastra dengan berbagai cara membaca dengan kompetensi dasar menemukan makna kata


(32)

commit to user

tertentu dalam kamus secara cepat dan tepat sesuai dengan konteks yang diinginkan melalui kegiatan membaca memindai, menyimpulkan isi bacaan setelah membaca cepat 200 kata per menit, dan membacakan berbagai teks perangkat upacara dengan intonasi yang tepat sedangkan standar kompetensi kedua dan memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan membaca dengan kompetensi dasar menceritakan kembali cerita anak yang dibaca dan mengomentari buku cerita yang dibaca.

Pada semester II, diarahkan pada standar kompetensi memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca intensif dan membaca memindai dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang dapat diteladani dari buku biografi yang dibaca secara intensif, menemukan gagasan utama dalam teks yang dibaca, dan menemukan informasi secara cepat dari tabel/diagram yang dibaca dan standar kompetensi memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan buku cerita anak dengan kompetensi dasar membaca indah puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinesik yang sesuai dengan isi puisi dan menemukan realitas kehidupan anak yang terefleksi dalam buku cerita anak baik asli maupun terjemahan.

d. Bentuk dan Gaya Membaca Puisi

Setiap bentuk dan gaya membaca puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah, gerakan kepala, gerakan tangan, dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan gerakan tersebut harus memperhatikan (1) jenis acara: pertunjukkan, pembuka acara resmi, performance-art, dll, (2) pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema: perenungan, perjuangan, pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam, keadilan, kemanusiaan, dll, (3) pemahaman puisi yang utuh, (4) pemilihan bentuk dan gaya baca puisi, (5) tempat acara:

indoor atau outdoor, (6) audien, (7) kualitas komunikasi, (8) totalitas performansi: penghayatan, ekspresi, (9) kualitas vokal, (10) kesesuaian gerak, dan (11) jika menggunakan bentuk dan gaya teaterikal, harus memperhatikan (a) pemilihan kostum yang tepat, (b) penggunaan properti yang efektif dan efisien, (c) setting yang sesuai dan mendukung tema puisi, (d) musik yang sebagai musik pengiring puisi atau sebagai musikalisasi puisi.


(33)

commit to user

Suwignyo (dalam Didin Widyartono, 2010) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan mejadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal.

Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras-lemah, cepat-lambat, tinggi-rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: menengadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir: tersenyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Di lain pihak, intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakukan dengan seperlunya. Adapun hal yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.


(34)

commit to user

Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi, teks puisi harus dihafalkan. Bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.

Jika deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan: mengepal, menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2) gerakan-gerakan kepala: melihat ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3) gerakan-gerakan mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir: tersenyum, mengatup, melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan, dan raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu. Jika deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi miring dan badan agak membungkuk, dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi: menatap dan menunduk. Adapun yang dilakukan pada posisi berdiri (1) mengambil sikap tegak dengan wajah menengadah, tangan menunjuk, dan (2) wajah berseri-seri dan bibir tersenyum.Yang dilakukan pada saat bergerak (1) melakukan dengan tenang dan bertenaga, dan (2) kaki dilangkahkan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa. Intonasi dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, seting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona. Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata. Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat menggunakan


(35)

efek-commit to user

efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau diekspresikan dengan total. Lakuan-lakuan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan, membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca. Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.

Cara mengucapkan puisi harus tunduk kepada aturan-aturan, yakni di mana harus ditekankan atau dipercepatkan, di mana harus dikeraskan, harus berhenti, dimana harus dilambatkan atau dilunakkan, di mana harus diucapkan biasa dan sebagainya. Jadi, bila kita mendeklamasikan puisi, maka harus dipakai tanda-tanda tersendiri. Tanda/ anotasi tersebut antara lain: (---) diucapkan biasa saja, (/) berhenti sebentar untuk bernafas/ biasanya pada koma atau di tengah baris, (//) berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang masih berhubungan artinya dengan baris berikutnya, (///) berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau pada penghabisan puisi, (^) suara perlahan sekali seperti berbisik, (^^) suara perlahan saja, (^^^) suara keras sekali seperti berteriak, (V) tekanan kata pendek sekali, (VV) tekanan kata agak pendek, (VVV) tekan kata agak panjang, (VVVV) tekan kata agak panjang sekali, (____/) tekanan suara meninggi, dan (____) tekanan suara agak merendah.

e. Puisi sebagai Salah Satu Materi Apresiasi Sastra

Sejalan dengan pernyataan Didin Widyartono, Sawali (dalam Maria Utami, 2010: vii-x) mengemukakan bahwa pembelajaran apresiasi sastra yang penting dan strategis adalah puisi. Melalui pembelajaran apresiasi puisi yang optimal, siswa secara tidak langsung akan mendapatkan nutrisi dan gizi batin yang akan mampu memberikan imbas positif terhadap perkembangan kepribadian dan karakter mereka. Dengan puisi, hati dan perasaan siswa akan terlibat secara intens dan emosional ke dalam teks puisi yang mereka pelajari, sehingga kepekaan murni mereka menjadi lebih tersentuh dan terasah. Dengan cara demikian, tanpa melalui pola instruksional dan indoktrinasi yang monoton dan membosankan, siswa secara tidak langsung akan belajar mengenal, memahami, dan menghayati berbagai macam nilai kehidupan, untuk selanjutnya mereka aplikasikan dalam ranah kehidupan nyata sehari-hari.


(36)

commit to user

Membaca puisi ialah memahami apa yang terdapat dalam puisi atau apa yang ingin disampaikan penyair lewat puisinya. Suharianto (dalam Nanang Ismail, 2010) menyatakan bahwa membaca puisi tidak hanya menyuarakan lambang-lambang bahasa saja, tetapi lebih dari pada itu. Membaca puisi pada hakikatnya menyuarakan kembali apa yang pernah dirasakan, dipikirkan, atau dialami penyairnya. Oleh karena itu, pembaca puisi sebelumnya harus menginterpretasikan apa yang ada di balik puisi. Ekspresi dan emosi yang lahir merupakan hasil interpretasi pembaca terhadap puisi.

Ditambahkan pula bahwa, membaca puisi atau poetry reading juga berupaya untuk menangkap curahan perasaan, buah pikiran, dan pengalaman batin penyair yang tertuang dalam karya sastra berbentuk puisi. Membaca puisi yang baik selalu didahului interpretasi yang tepat seperti yang diinginkan penyairnya. Apapun yang dilakukan pembaca oleh puisi di depan publik sebenarnya merupakan pencerminan perasaan, pikiran, dan pengalaman batin penyairnya. Kesedihan, kegembiraan, kebencian, semangat yang menyala-nyala, dan kebahagiaan pembaca puisi sebenarnya merupakan manifestasi pengalaman batin penyairnya.

Suharianto (dalam Nanang Ismail, 2010) menambahkan pula bahwa selama membaca puisi di depan publik atau hadirin yang dapat dilihat atau didengar tidak dapat ditinggalkan. Semua yang terlahir pada waktu membaca puisi, baik teknik vokal maupun performance atau penampilan adalah sesuatu yang wajar sesuai dengan tuntunan puisi yang dibacanya. Bila puisi yang dibaca menghendaki semangat yang menyala-nyala, maka pembaca puisi harus bersemangat. Pembaca puisi akan bersedih, bila puisi yang dibacanya menuntut untuk bersedih. Dengan demikian interpretasi puisi yang dilakukan pembaca puisi sudah tepat, bila sudah mencerminkan apa yang diharapkan penyairnya. Jadi, membaca puisi ialah membaca suatu karya sastra berupa puisi dengan memperhatikan irama, volume suara, mimik, dan kinesik yang tepat sesuai dengan isi puisi.

Irama adalah suatu gerak yang teratur, suatu rentetan bunyi berulang dan menimbulkan variasi bunyi yang menciptakan gerak yang hidup.Irama dalam


(37)

commit to user

bahasa ialah pergantian naik-turun, panjang-pendek, keras-lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Berdasarkan itu, irama dapat diartikan sebagai pergantian berturut-turut secara teratur. Irama dapat dibagi menjadi dua bentuk: ritme dan metrum. Metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap disebabkan oleh jumlah suku kata yang sudah tetap, sehingga alun suara menjadi tetap. Apabila pertentangan bunyi mengalun dengan teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap dan hanya menjadi gema dari dendang penyair dan deklamator, maka irama tersebut disebut ritme (M. Atar Semi, 1993: 120-121).

Bonita. D Sampurno (2010) menyatakan bahwa volume suara adalah kekerasan suara yang dihasilkan oleh pembaca puisi. Volume suara yang dihasilkan saat membacakan sebuah puisi sebaiknya disesuaikan dengan situasi. Volume suara pun bisa berubah dari berbisik, lantang, hingga teriak yang bertujuan untuk mengekspresikan atau menggugah emosi pendengar.

Mimik atau action dalam sebuah deklamasi puisi sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan suasana pembacaan puisi. Seorang pembawa puisi yang berhasil ia akan mengemukan sesuatu action atau mimik itu sesuai dengan perkembangan kata demi kata dalam tiap baris dan tidak bertentangan dengan jiwa dan isi kata-kata kalimat dalam puisi. Terjadinya kontradiksi antara apresiasi dan action menimbulkan kesan yang mungkin bisa menjadi bahan tertawaan pendengar puisi.

Kartomiharjo (dalam Muhammad Zakii Al-aziz, 2010) menyatakan bahwa kinesik adalah ilmu yang mempelajari isyarat yang menggunakan berbagai bagian tubuh. Kinesik terdiri dari ekspressi wajah, sikap tubuh, gerakan jari-jemari, tangan, lengan, pundak, goyangan pinggul, dan gelengan kepala.

Maria Utami (2010: 41) berpandangan bahwa setidaknya ada 9 karakter yang bisa dikembangkan melalui pembelajaran apresiasi puisi, di antaranya: (1) cinta Tuhan, (2) bertanggung jawab, mempunyai amanah, disiplin, dan mandiri, (3) bersikap jujur, (4) bersikap hormat dan santun, (5) mempunyai rasa kasih sayang dan peduli, (6) percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah, (7) mempunyai rasa keadilan dan sikap kepemimpinan serta mampu bekerja sama,(8)


(38)

commit to user

baik, rendah hati dan mengampuni, dan (9) mempunyai toleransi dan cinta damai. Pandangan ini cukup menarik dan sesuai jika dikaitkan dengan situasi kekinian yang dinilai menunjukkan adanya kecenderungan perilaku anomali sosial yang menghinggapi kaum remaja yang semakin mengabaikan nilai-nilai luhur baku. f. Penilaian dalam Pembelajaran Membaca Puisi

Penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui keberhasilan (proses dan hasil) dari suatu pogram kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria (Sarwiji Suwandi, 2010: 7). Teknik penilaian yang tepat memerlukan data yang berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan.

Untuk mengkur keberhasilan tujuan pembelajaran dapat dilihat dari nilai (baik proses maupun hasil) yang dicapai oleh siswa. Oleh karenanya, diperlukan penilaian yang sesuai yang dapat mengukur hal tersebut. Format penilaian yang biasa digunakan dalam pengajaran sastra ada beberapa, di antaranya adalah teknik penilaian unjuk kerja. Format penilaian ini merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan sis dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut siswa melakukan tugas tertentu misalnya membaca puisi. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik adalah dengan menggunakan instrumen skala penilaian (rating scale). Sarwiji Suwandi (2010: 74) menemukakan bahwa rating scale merupakan penilaian unjuk kerja yang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori lebih dari dua. Skala penilaian tersebut terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten; 2 = cukup kompeten; 3 = kompeten; dan 4 = sangat kompeten.

1) Penilaian Proses Pembelajaran

Penilaian proses dapat dilihat dari sikap siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Sikap bermula dari perasaan suka atau tidak suka yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/obyek. Sikap juga merupakan ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki seseorang. Sikap dapat dibentuk sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan.


(39)

commit to user

Nana Sujana (2008: 56) mengungkapkan bahwa apa yang dicapai oleh siswa merupakan akibat dari proses yang ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam proses mengajar. Ini berarti bahwa hasil (prestasi) belajar siswa tidak terlepas dari proses belajar yang dialaminya. Lebih lanjut Sarwiji Suwandi (2010: 80-81) mengungkapkan bahwa secara umum obyek/sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran meliputi beberapa hal, yakni sikap terhadap materi pelajaran (motivasi mengikuti pelajaran, keseriusan, semangat); sikap terhadap guru/pengajar (interaksi, respon); dan sikap terhadap proses pembelajaran (perhatian, kerjasama, konsentrasi, dsb.).

Berdasarkan hal tersebut maka pedoman penilaian proses yang digunakan dalam pembelajaran apresiasi puisi adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Penilaian Proses Pembelajaran

(Diadaptasi dari Sarwiji, 2010 : 130) a) Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria

berikut.

1 = sangat kurang 4 = baik 2 = kurang 5 = amat baik 3 = cukup

b)Menghitung nilai

Nilai = Skor perolehan siswa x 100 = .... Skor maksimal (15)

c) Keterangan diisi dengan kriteria berikut.

(1) Nilai = 10 – 29 sangat kurang (4) Nilai = 70 – 89 baik

(2) Nilai = 30 – 49 kurang (5). Nilai = 90 – 100 sangat baik No Nama

Siswa

Keaktifan siswa selama apersepsi

Keaktifan danperhatian siswa pada saat guru

menyampaikan materi

Minat dan

motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran


(40)

commit to user (3) Nilai = 50 – 69 cukup

1) Keaktifan siswa selama apersepsi

Skor 5 : Jika siswa sepenuhnya atau sangat aktif selama apersepsi (menyanyikan lagu dengan semangat dan merespon setiap stimulus yang diberikan guru saat apersepsi dengan baik) Skor 4 : Jika siswa aktif selama apersepsi (ikut menyanyikan lagu dan

cukup merespon stimulus yang diberikan guru saat apersepsi) Skor 3 : Jika siswa cukup aktif pada saat apersepsi (ikut menyanyikan

lagu namun tidak merespon stimulus yang diberikan guru) Skor 2 : Jika siswa kurang aktif pada saat apersepsi (ikut menyanyikan

lagu namun tidak serius dan sama sekali tidak mau merespon stimulus yang diberikan guru saat apersepsi).

Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak aktif (sama sekali tidak mau menyanyi dan merespon pertanyaan atau stimulus saat apersepsi).

2) Keaktifan dan perhatian siswa pada saat mengikuti pelajaran

Skor 5 : Jika siswa sepenuhnya memperhatikan pada saat guru menyampaikan materi dan aktif bertanya, menjawab, menamai, serta memberikan tanggapan (terjadi interaksi), dan mengerjakan setiap tugas.

Skor 4 : Jika siswa memperhatikan saat guru menyampaikan materi dan sesekali mau bertanya, menjawab, serta menamai memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.

Skor 3 : Jika siswa hanya memperhatikan saat guru menyampaikan materi dan sama sekali tidak mau bertanya, menjawab, serta memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.

Skor 2 : Jika siswa kurang memperhatikan serta kurang fokus saat guru menyampaikan materi dan sama sekali tidak mau bertanya, menjawab, menamai serta memberikan tanggapan.


(41)

commit to user

Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak memperhatikan guru saat menyampaikan materi (sibuk beraktivitas sendiri seperti berbicara atau membuat gaduh).

3) Minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran

Skor 5 : Jika siswa tampak bersungguh-sungguh dan menunjukkan adanya kesenangan dalam mengerjakan setiap tugas yang diberikan; tampak antusias, senang serta bersemangat dalam mengikuti pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk, secara sukarela membacakan pekerjaan yang dibuat).

Skor 4 : Jika siswa mengerjakan setiap tugas yang diberikan guru serta tampak bersemangat dan antusias dalam mengikuti pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk).

Skor 3 : Jika siswa mengerjakan setiap tugas yang diberikan namun kurang bersemangat dan antusias dalam pembelajaran (kurang serius).

Skor 2 : Jika siswa hanya sekedar mengerjakan tugas yang diberikan dan terlihat tidak bersemangat dalam pembelajaran (ogah-ogahan, meletakkan kepala di meja).

Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan dan sama sekali tidak bersemangat (tampak bosan, tertidur).

2) Penilaian Hasil Pembelajaran

Nana Sujana (2008:3) mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilai adalah hasil belajar siswa yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

Burhan Nurgiyantoro (2009: 326) menyatakan bahwa tes kesastraan (termasuk puisi) mencangkup tes kognitif, tef afektif, dan tes psikomotorik. Tes kognitif berhubungan dengan kemampuan proses berpikir. Ranah afektif berhubungan dengan sikap, pandangan, dan nilai-nilai yang diyakini seseorang. Tes psikomotorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan


(42)

commit to user

aktivitas otot, fisik atau gerakan anggota badan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa tes-tes yang disusun guru tersebut hendaklah disesuaikan dengan tujuan pengajaran kebahasaaan dan kesastraan yang hendak dicapai.

Sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa tes atau penilaian yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran maka penilaian hasil dalam pembelajaran membaca indah puisi di kelas VII B ini didasarkan pada hasil pekerjaan siswa memahami dan membaca indah puisi dalam bentuk kegiatan membaca indah dengan irama, volume suara, mimik, dan kinesik sesuaidengan isi puisi. Hal tersebut disesuaikan dengan kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan sekolah di semester II dengan materi puisi. Di samping itu, pada pedoman penskoran tiap aspek juga dinilai sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Pada materi ini KKM yang ditentukan adalah 74, ini berarti bahwa siswa dinyatakan tuntas dalam pembelajaran jika mendapatkan nilai 74. Dalam penelitian ini peneliti mengadaptasi format dan bobot penilaian hasil pembelajaran menulis puisi sebagai berikut.

Tabel 2. Penilaian Hasil Pembelajaran

No Nama siswa Aspek yang Dinilai Skor Nilai

Irama Volume Suara

Mimik Kinesik


(43)

commit to user Tabel 3. Pedoman Penskoran

No Aspek yang dinilai Skor

1. Penggunaan Irama

 Penggunaan irama baik dan dapat menciptakan keindahan

 Penggunaan irama cukup baik dan cukup dapat menciptakan keindahan

 Penggunaan irama kurang baik dan kurang dapat menciptakan keindahan

 Belum dapat menggunakan irama dengan baik (Penggunaan irama sama sekali tidak menciptakan keindahan)

Skor 1 – 4 4

3

2

1

2. Volume Suara

 Volume suara sangat sesuai dengan isi puisi, suasana, keberadaan pendengar, dan setting pembacaan puisi

 Volume suara cukup sesuaidengan isi puisi, suasana, keberadaan pendengar, dan setting pembacaan puisi

 Volume suara kurang sesuai dengan isi puisi, suasana, keberadaan pendengar, dan setting pembacaan puisi

 Volume suara sama sekali tidak sesuai dengan isi puisi, suasana, keberadaan pendengar, dan setting pembacaan puisi

Skor 1 – 4 4

3

2

1

3. Mimik

 pengekspresian atau perubahan ekspresi wajah sesuai dengan isipuisi yang dibaca (sangat menghayati)

 ekspresi atau perubahan ekspresi wajah sudah cukup sesuai dengan isipuisi yang dibaca (cukup menghayati)

 ekspresi atau perubahan ekspresi wajah kurang sesuai dengan isipuisi yang dibaca (kurang menghayati)

 ekspresi atau perubahan ekspresi wajah sama sekali tidak sesuai dengan isipuisi yang dibaca (tidak menghayati)

Skor 1 – 4 4

3

2

1 4. Kinesik

 Pemakaian gerakan kecil-kecil dari tangan, anggota badan atau wajah sesuai dengan isi puisi yang dibaca

 Pemakaian gerakan kecil-kecil dari tangan, anggota badan atau wajah cukup sesuai dengan isi puisi yang dibaca

 Pemakaian gerakan kecil-kecil dari tangan, anggota badan atau wajah kurang sesuai dengan isi puisi yang dibaca

 Sama sekali tidak menggerakkan tangan, anggota badan atau wajah sesuai dengan isi puisi yang dibaca

Skor 1 – 4 4

3

2

1

Skor maksimal 1, 2, 3, 4 16

Nilai siswa = skor maksimum siswa X 100 16


(44)

commit to user 2. Hakikat Puisi

a. Pengertian Puisi

Puisi adalah salah satu karya seni sastra yang dapat dikaji dari berbagai macam aspek, struktur dan unsurnya, jenis dan kesejarahannya. Sepanjang zaman, puisi selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini mengingat hakikatnya sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan/inovasi.

Puisi merupakan bentuk karya sastra yang paling tua. Karya-karya besar dunia yang bersifat monumental ditulis dalam bentuk puisi seperti Mahabaratha dan Ramayana yang berasal dari India. Puisi tidak hanya dipergunakan untuk penulisan katya-karya besar, namun puisi juga sangat erat dalam kehidupan kita sehari-hari.

Menurut Rifaterre (dalam Maria Utami, 2010: 1), puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perberubah-ubahan konsep estetiknya. Meskipun sampai sekarang orang tidak dapat memberikan definisi setepatnya apakah puisi itu tetapi untuk memahaminya perlu diketahui ancar-ancar pengertian puisi. Menurut Jabrohim (dalam Maria Utami, 2010: 1), puisi merupakan bentuk ekspresi dan konsentrasi rasa dan pengalaman jiwa penyair. Oleh karena itu, puisi merupakan jenis/genre sastra paling pekat dan padat. Efek yang terjadi pada keadaan puisi dari kondisi yang semacam itu adalah bahwa puisi itu singkat, padat, konotatif, poliinterpretabel, ekspresif, dan penuh kata irasional serta nongramatik.

Coleridge (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2003: 7) mengemukakan bahwa puisi adalah kata-kata yang indah dalam susunan terindah. Penyair atau pengarang memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris antara satu unsur dengan unsur yang lain yang sangat erat hubungannya.

Richards (dalam Henry Guntur Tarigan, 1984: 9-10) menyatakan puisi mengandung suatu “makna keseluruhan”yang merupakan perpaduan antara tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi itu), perasannya (yaitu sikap penyair


(45)

commit to user

tehadap bahan atau objeknya), nada (yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya), dan amanat (yaitu maksud dan tujuan sang penyair).

Brahim (dalam Suminto A. Sayuti, 1985: 14) bahwa unsur-unsur yang membangun sebuah puisi meliputi imajinasi, emosi, dan bentuknya yang khas.Senada dengan pernyataan di atas, William J. Grace (dalam Suminto A. Sayuti, 1985: 14) menyatakan bahwa watak puisi lebih mengutamakan intuisi, imajinasi dan sintesa dibandingkan dengan prosa yang lebih mengutamakan pikiran, konstruksi, dan analisa.

Dari beberapa pendapat mengenai pengertian puisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan wacana berbentuk ekspresi dan konsentrasi rasa dan pengalaman jiwa penyair yang berisi unsur-unsur emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur. Puisi merupakan jenis/genre sastra paling pekat dan padat.Efek yang terjadi pada keadaan puisi dari kondisi yang semacam itu adalah bahwa puisi itu singkat, padat, konotatif, poliinterpretabel, ekspresif, dan penuh kata irasional serta nongramatik.

b. Ciri- ciri Puisi

Herman J. Waluyo (1995: 4) menyatakanbahwa jika menghadapi sebuah puisi, tidak hanya berhadapan dengan unsur kebahasaan, tetapi juga kesatuan bentuk pemikiran yang hendak diucapkan penyair. Unsur kebahasaan tersebut antara lain (Herman J. Waluyo, 2003: 2- 43):

1) Pamadatan bahasa

Bahasa dipadatkan agar berkekuatan gaib. Jika puisi itu dibaca, deretan kata-kata tidak membentuk kalimat dan alinea, tetapi membentuk larik dan bait yang sama sekali berbeda hakikatnya. Larik memiliki makna yang lebih luas dari kalimat. Dengan perwujudan tersebut, diharapan kata atau frasa juga memiliki makna yang lebih luas dari kalimat biasa.

2) Pemilihan kata khas

Kata-kata yang dipilih oleh seorang penyair bukan kata-kata untuk prosa atau bahasa sehari-hari. Kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan betul dari berbagai aspek dan efek pengucapannya. Tidak jarang kata-kata tertentu


(46)

commit to user

dicoret beberapa kali karena belum secara tepat mewakili pikiran dan suara hati penyair. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan kata-kata adalah sebagai berikut :

a) Makna kias

Makna kias adalah makna yang bukan sebenanya atau disebut pula dengan makna konotatif.

b) Lambang

Lambang adalah suatu pola arti, sehingga antara apa yang dikatakan dan apa yang dimaksudkan terjadi hubungan asosiasi. Lambang sendiri tidak langsung menunjukkan sesuatu. Penikmatlah yang menghubungkan lambang dengan apa yang dilambangkan. Kebanyakan lambang-lambang bersifat metaforik namun beberapa lambang masih bersifat konvensional (Jan van Luxenburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn, 1986: 190)

c) Persamaan bunyi atau rima

Kemiripan bunyi antara suku-suku kata. Bentuk-bentuk rima yang paling sering nampak ialah aliterasi (rima konsonan), asonansi (rima vokal), dan rima akhir.

3) Kata Konkret

Penyair ingin menggambarkan sesuatu secara lebih konkret. Oleh karena itu, kata-kata diperkonkret. Bagi penyair mungkin dirasa lebih jelas karena lebih konkret, namun pembaca sering lebih sulit ditafsirkan maknanya.

4) Pengimajian

Penyair juga menciptakan pengimajian (pencitraan) dalam puisinya. Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair. Melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil). Imaji visual menampilkan kata atau susunan kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas seperti dapat dilihat oleh pembaca. Imaji auditif adalah penciptaan ungkapan oleh penyair, sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang


(47)

commit to user

digambarkan oleh penyair. Imaji taktil adalah penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasannya.

5) Irama (Ritme)

Irama (ritme) berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi, irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi yang menimbulkan gelombang serta menciptakan keindahan.Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggi-rendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi.

6) Tata Wajah

Puisi yang mementingkan tata wajah, menciptakan puisi seperti gambar, disebut dengan puisi konkret karena tata wajahnya membentuk gambar yang mewakili maksud tertentu. Dibandingkan tata wajah non-konvensional, jauh lebih banyak puisi dengan tata wajah konvensional (apa adanya, tanpa membentuk gambar atau bentuk tertentu lainnya).

Beberapa hal yang diungkapkan penyair, antara lain : 1. Tema Puisi

Tema adalah gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya. Tema mengacu pada penyair. Pembaca sedikit banyak harus mengetahui latar belakang penyair agar tidak salah menafsirkan tema puisi tersebut. Oleh karena itu, tema bersifat khusus (diacu dari penyair), objektif (semua pembaca harus menafsirkan sama), dan lugas (bukan makna kias yang diambil dari konotasinya). Tema yang banyak terdapat dalam puisi adalah tema ketuhanan, kemanusiaan, cinta, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik sosial, demokrasi, dan tema kesetiakawanan.


(48)

commit to user 2. Nada dan Suasana Puisi

Puisi juga mengungkapkan nada dan suasana kejiwaan. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca.Dari sikap itu terciptalah suasana puisi. Ada puisi yang bernada sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius, patriotik, belas kasih, takut, mencekam, santai, masa bodoh, pesimis, humor, mencemooh, kharismatik, filosofis, khusyuk, dan sebagainya.

3. Perasaan dalam Puisi

Puisi mengungkapkan perasaan penyair. Nada dan perasaan penyair akan dapat ditangkap jika puisi itu dibaca keras dalam deklamasi. Membaca puisi dengan suara keras akan lebih membantu menemukan perasaan penyair yang melatarbelakangi terciptanya puisi tersebut.

4. Amanat Puisi

Amanat, pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca.Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada amanat puisi. Cara menyimpulkan amanat sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan cara pandang pembaca, amanat tidak dapat lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan penyair. c. Unsur-unsur Puisi

Maria Utami (2010: 2-3) mengemukakan puisi dibangun atas dua unsur pokok, yaitu struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik puisi, yaitu diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi, dan tipografi puisi. Diksi adalah pemilihan kata yang tercantum dalam puisi. Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Kata konkret adalah kata yang dapat membangkitkan imaji (daya bayang), kata-kata yang dapat menyaran arti yang menyeluruh. Majas adalah bahasa yang figuratif. Bahasa yang figuratif adalah bahasa yang digunakan


(49)

commit to user

penyair atau pengarang untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Versifikasi rima, ritma, dan metrum. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi, ritma adalah pertentangan bunyi tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah yang mengalun dengan teratur sehingga membentuk suatu keindahan tertentu dan metrum adalah pengulangan kata-kata yang tetap. Tipografi adalah tata wajah puisi.

Struktur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Tema adalah gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan oleh penyair. Perasaan ialah suasana penyair yang terekspresikan di dalam puisi. Nada ialah sikap penyair kepada pembaca yang tergambar di dalam puisi. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang ditimbulkan oleh puisi terhadap pembacanya. Amanat adalah pesan yang disampaikan penyair melalui puisinya.

Marjorie Boulton (dalam M. Atar Semi, 1993: 107) mengungkapkan hal yang sama mengenai unsur- unsur yang membangun puisi yakni bentuk fisik dan bentuk mental. Namun ditambahkan oleh Boulton, tidak mungkin untuk membedakan bentuk fisik dan bentuk mental secara komplit karena kedua bentuk itu berinterrelasi satu dengan yang lain. Oleh sebabitu, bila harus membicarakan bentuk fisik dan bentuk mental sebuah puisi maka dalam pembicaraan tidak dapat dilihat pertalian satu sama lain.

Bentuk fisik mencakup penampilan puisi dalam bentuk nada dan larik puisi, irama, sajak, intonasi, pengulangan, dan perangkat kebahasaan lain. Bentuk mental terdiri dari tema, urutan logis, pola asosiasi, satuan arti yang dilambangkan, dan pola-pola citra dan emosi. Kedua bentuk ini, terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi itu memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi pembaca (M. Atar Semi, 1993: 107).

Bentuk fisik dan mental sebuah puisi dapat dilihat sebagi satu kesatuan yang terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan bunyi, arti, dan tema. Lapisan bunyi yakni lambang-lambang bahasa sastra. Lapisan ini yang merupakan bentuk fisik


(50)

commit to user

sebuah puisi. Lapisan arti yakni sejumlah arti yang dilambangkan oleh struktur atau lapisan permukaan yang terdiri dari lapisan bunyi bahasa. Lapisan tema yakni suatu “dunia” pengucapan karya sastra, sesuatu yang menjadi tujuan penyair, atau sesuatu efek tertentu yang didambakan penyair. Lapisan arti dan tema ini merupakan bentuk mental sebuah puisi. Ketiga lapisan tersebut saling bertautan antara lapisan bunyi, arti, dan tema (M. Atar Semi, 1993: 108)

d. Jenis-jenis Puisi

Menurut Herman J. Waluyo (1995: 135- 140), puisi ditinjau dari aspek jenisnya, dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:

1) Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak disampaikan, puisi dibedakan atas puisi naratif, puisi lirik, dan puisi deskriptif.

Puisi naratif, yaitu puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi naratif misalnya epik, balada, romansa, dan syair. Epik adalah salah satu jenis puisi yang panjang. Ia menceritakan sesuatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya menyangkut tokoh-tokoh yang gagah perkasa, pemberani dalam membela kebenaran. Pada umumnya epik menyuguhkan sebagian besar tentang konflik fisik atau spiritual, atau keduanya. Beberapa tokoh cerita biasanya digambarkan secara luas dan mendetail. Gaya penyampaiannya megah dan formal serta cenderung untuk dibunga-bungai secara indah sehingga menjadi sangat memikat (M. Atar Semi, 1993: 105). Balada adalah puisi yang berisi tentang orang-orang perkasa, tokoh pujaan atau orang yang menjadi pujaan. Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantik yang berisi kisah cinta yang berhubungan dengan ksatria, dengan perkelahian dan petualangan yang menambah percintaan mereka lebih istimewa.

Puisi lirik, yaitu puisi yang mengungkapkan gagasan pribadi penyair atau aku lirik. Ia tidak bercerita. Jenis puisi lirik antara lain: elegi, ode, dan serenade. Elegi adalah puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Ode adalah


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

279

Lampiran 47. Refleksi Angket Pascatindakan

Setelah dilakukan penyebaran angket pascatindakan dapat diketahui bahwa siswa yang mulanya tidak berminat dengan pembelajaran puisi sekarang menjadi berminat untuk membaca puisi. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa saat survai awal mulai dapat teratasi dengan adanya tindakan siklus I, siklus II, dan siklus III. Penjelasan materi dari guru juga menunjukkan peningkatan yang dapat mempermudah siswa dalam memahami materi membaca puisi. Selain itu,

penerapan pendekatan pembelajaran quantum pada pembelajaran membaca indah

puisi dapat meningkatkan minat siswa untuk membaca puisi.

Pendekatan pembelajaran quantum merupakan pendekatan pembelajaran baru yang sangat disukai siswa. Hal tersebut terlihat dari pengisian angket pascatindakan bahwa 90,32 % siswa menyatakan senang dengan penerapan pendekatan pembelajaran quantum pada pembelajaran membaca indah puisi. Pendekatan pembelajaran quantum memberikan inovasi pembelajaran baru yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga menimbulkan suasana pembelajaran yang tidak menegangkan dan monoton. Penerapan pendekatan pembelajaran

quantum tersebut, mampu meningkatkan kemampuan membaca puisi siswa

dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, dan kinesik yang sesuai dengan isi puisi. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa siswa menjadi senang dengan materi puisi.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SISWA KELAS VII-B SMP TAMAN SISWA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

3 10 53

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KREATIF PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS VII B PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KREATIF PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 WONOSARI KLATEN TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 1 17

PENDAHULUAN PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KREATIF PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 WONOSARI KLATEN TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 2 6

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN PENERAPAN TEKNIK RANGSANG GAMBAR DAN SUMBANG KATA PADA SISWA KELAS VII E DI SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010.

1 1 12

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS V DENGAN PENDEKATAN KONSTEKSTUAL DI MI NEGERI SROYO, JATEN, KARANGANYAR TAHUN

0 1 12

PENDAHULUAN PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS V DENGAN PENDEKATAN KONSTEKSTUAL DI MI NEGERI SROYO, JATEN, KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 0 6

Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Dengan Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching Dalam Pelajaran Sejarah Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sukorejo, Kabupaten Kendal Tahun Ajaran 2010/2011.

0 0 2

Peningkatan Kemampuan Siswa Membaca Puisi di Kelas VII SMP Negeri 3 Sindue Melalui Teknik Pemodelan

0 0 13

Peningkatan Kemampuan Siswa Membaca Puisi di Kelas VII SMP Negeri 3 Sindue Melalui Teknik Pemodelan

0 0 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PUISI MELALUI TEKNIK PARAFRASE PADA SISWA KELAS VII E SMP NEGERI 1 PURWOJATI - repository perpustakaan

0 2 11