Perbandingan Antara Kondisi Aktual dengan Skenario 1, 2 dan 3

kondisi aktual, skenario 1 se dan skenario 3 sebesar 92, Gambar 51 Perban skena Jika dilihat dari sisi meningkatkan penerimaan sedangkan petani yang dibandingkan dengan kon tertinggi dicapai pada sk aktual Gambar 51. Pad mencapai Rp. 16,54 juta skenario 1 dan skenario 2 juta dan Rp. 14,26 juta disebabkan oleh adanya pe skenario tersebut. Sedan dibandingkan kondisi aktua penerimaan petani yang tid pertumbuhan yang sama. Gernas pada skenario 1, 2 dibandingkan kondisi aktu tersebut terjadi akibat harg aktual, namun produktivitas 1 sebesar 48,38 persen, skenario 2 sebesar 65 2,13 persen. andingan penerimaan petani pada kondisi aktu nario 1, 2 dan 3, Tahun 2008-2025. si penerimaan petani, skenario 1, 2 dan 3, an petani yang terlibat dalam program Gern g tidak terlibat mengalami penurunan pe ndisi aktual. Pertumbuhan penerimaan peta skenario 3, diikuti skenario 2, skenario 1 da ada akhir periode analisis, penerimaan peta ta per ha, lebih tinggi dibandingkan kond 2 yang masing-masing sebesar Rp. 4,18 juta, ta per ha. Perbedaan penerimaan petan perbedaan produktivitas dan mutu kakao pada angkan tingkat harga yang diterima lebi ual sebagai dampak penerapan bea eskpor. D tidak terlibat program Gernas kakao memiliki t a. Pada akhir periode analisis, penerimaan p 2 dan 3 yaitu sebesar Rp. 3,97 juta per ha, leb ktual sebesar Rp. 4,18 juta. Penurunan pe rga yang diterima petani lebih rendah dibandi as dan mutu kakao tidak mengalami perubaha 65,4 persen tual, 3, mampu rnas kakao, penerimaan tani Gernas dan kondisi tani Gernas ndisi aktual, a, Rp. 12,03 ani Gernas da skenario- bih rendah . Di sisi lain, i tingkat dan petani non lebih rendah penerimaan ding kondisi han. VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri hilir dan penerimaan petani kakao. Kebijakan yang disimulasikan tersebut merupakan kebijakan yang sudah diterapkan oleh pemerintah. Sementara itu, skenario alternatif kebijakan pengembangan agribisnis kakao dalam bab ini adalah alternatif kebijakan yang berpeluang untuk diterapkan dalam upaya pengembangan agribisnis kakao, terutama yang terkait dengan industri hilir dan penerimaan petani. Skenario alternatif kebijakan yang disimulasikan dalam penelitian ini seperti yang telah disajikan pada Bab IV adalah sebagai berikut: 1. Skenario 4: Skenario 2 plus peningkatan produktivitas dan mutu kakao rakyat non Gernas sebesar 50 persen. Dengan demikian, dalam skenario ini diasumsikan terjadi peningkatan produktivitas dan mutu kakao perkebunan rakyat yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao sebesar 50 persen dari kondisi awal, namun program Gernas kakao dan bea ekspor kakao tetap diterapkan dengan tingkat pencapaian target sebesar 60 persen. 2. Skenario 5: Skenario 2 minus bea ekspor kakao. Asumsi yang digunakan adalah kebijakan penghapusan bea ekspor kakao dengan tetap melaksanakan program Gernas kakao dengan tingkat pencapaian target sebesar 60 persen. 3. Skenario 6: Skenario 5 plus peningkatan kapasitas industri sama dengan dampak bea ekspor. Asumsi yang digunakan dalam skenario ini adalah kebijakan penghapusan bea ekspor kakao, namun pemerintah tetap memberikan insentif fiskal dan moneter terhadap industri pengolahan serta memperbaiki iklim usaha dan infrastruktur sehingga diasumsikan mampu mendorong industri pengolahan sama seperti penerapan bea ekspor kakao dengan tingkat pencapaian target sebesar 60 persen. Di sisi lain, pelaksanaan program Gernas kakao tetap dilaksanakan dengan tingkat pencapaian target sebesar 60 persen. 4. Skenario 7: Penggabungan skenario 4, 5 dan 6, yaitu alternatif kebijakan dengan meningkatkan produktivitas dan mutu kakao perkebunan rakyat yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao, serta kebijakan penghapusan bea ekspor kakao, namun pemerintah tetap memberikan insentif fiskal dan moneter terhadap industri pengolahan serta memperbaiki iklim usaha sehingga diasumsikan mampu mendorong industri pengolahan sama seperti penerapan bea ekspor kakao dengan target pencapaian 60 persen. 5. Skenario 8: Skenario 7 plus peningkatan kapasitas industri 10 persen per tahun. Pada skenario ini, asumsi yang digunakan sama seperti skenario 7, namun kebijakan pemerintah terhadap pengembangan industri pengolahan kakao meningkat sebesar 10 persen per tahun. 8.1 Skenario 4: Skenario 2 Plus Peningkatan Produktivitas dan Mutu Kakao Rakyat Non Gernas sebesar 50 Persen Asumsi yang digunakan dalam skenario 4 ini adalah adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kakao perkebunan rakyat yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao sebesar 50 persen dari kondisi awal. Pertimbangan penerapan asumsi ini adalah penerimaan pemerintah dari penerapan bea ekspor dikembalikan kepada petani yang tidak mengikuti program Gernas kakao melalui subsidi input seperti benih unggul, pupuk, obat-obatan serta kelembagaan pendukung sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan mutu usahatani kakao perkebunan rakyat yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao. Di sisi lain, pelaksanaan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao tetap dilaksanakan dengan asumsi tingkat pencapaian target sebesar 60 persen. Gambar 52 Daya serap biji kakao oleh industri pada kondisi aktual dan skenario 4, Tahun 2008-2025. 20 40 60 80 100 Akt ual: Daya ser ap bij i oleh indust r i Skenar io 4: Daya ser ap bij i oleh indust r i Hasil simulasi terhadap kemampuan industri pengolahan dalam menyerap produksi biji kakao nasional menunjukkan bahwa dengan skenario 4, daya serap industri pengolahan lebih rendah dari kondisi aktual sebelum tahun 2020 Gambar 52. Adanya peningkatan produktivitas kakao perkebunan rakyat yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao mampu sebesar 50 persen mampu meningkatkan produksi biji kakao dengan sangat signifikan, sehingga pertumbuhan industri pengolahan tidak mampu mengimbanginya. Pada tahun 2025, industri pengolahan dalam negeri diperkirakan hanya mampu menyerap 38,78 persen produksi biji kakao dalam negeri. Gambar 53 Pangsa volume dan nilai ekspor kakao olahan pada kondisi aktual dan skenario 4, Tahun 2008-2025. Rendahnya daya serap industri pengolahan menyebabkan terjadinya surplus biji kakao dalam negeri yang semakin tinggi. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya ekspor biji kakao ke pasar internasional. Dari Gambar 53 dapat dilihat bahwa terjadinya peningkatan volume ekspor biji kakao menyebabkan pangsa ekspor kakao olahan mengalami penurunan yang cukup drastis. Selama periode analisis, pangsa volume dan nilai ekspor kakao olahan selalu lebih rendah dibandingkan kondisi aktual. Pada tahun 2025, pangsa volume ekspor kakao olahan dari total volume ekspor kakao hanya sebesar 24,39 persen, masih lebih tinggi dibandingkan kondisi aktual sebesar 22,58 15 20 25 30 35 40 Akt ual: Pangsa Nilai Kakao Olahan Akt ual: Pangsa Volum e Kakao Olahan Skenar io 4: Pangsa Nilai Kakao Olahan Skenar io 4: Pangsa Volum e Kakao Olahan persen. Sedangkan pangsa nilai ekspor kakao olahan hanya sebesar 32,11 persen, juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi aktual yang mencapai 29,9 persen. Alternatif kebijakan pemerintah dengan skenario 4 memberikan dampak positif terhadap penerimaan petani yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao. Penurunan harga di tingkat petani akibat penerapan bea ekspor kakao mampu diimbangi oleh peningkatan produktivitas dan mutu biji kakao. Dari Gambar 54 dapat dilihat bahwa penerimaan petani yang tidak terlibat dalam Gernas kakao meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kondisi aktual. Sedangkan penerimaan petani yang mengikuti program Gernas kakao tidak mengalami perubahan seperti skenario 2. Pada tahun 2025, penerimaan petani yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao mencapai Rp. 9,9 juta per ha, sedangkan pada kondisi aktual hanya Rp. 4,18 juta per ha. Gambar 54 Penerimaan petani pada kondisi aktual dan skenario 4, Tahun 2008-2025 Dari kriteria-kriteria yang diukur di atas, alternatif kebijakan dengan skenario 4 mampu meningkatkan penerimaan petani, khususnya yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao secara signifikan. Skenario ini juga menyebabkan produksi biji kakao meningkat tajam dan tidak mampu diimbangi - 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 R p .0 ,- Akt ual: Penerim aan pet ani Skenario 4: Penerim aan pet ani Gernas Skenario 4: Penerim aan pet ani Non - Gernas peningkatan kapasitas industri sehingga daya serap biji kakao oleh industri pengolahan domestik menjadi rendah. Kondisi ini juga berdampak pada menurunnya pangsa ekspor kakao olahan baik dari sisi volume maupun nilai.

8.2 Skenario 5: Skenario 2 Minus Bea Ekspor Kakao

Skenario 5 merupakan hasil modifikasi terhadap skenario 2 dengan mengasumsikan tidak ada bea ekspor kakao sehingga variabel bea ekspor pada model skenario 2 dihilangkan. Program Gernas kakao tetap dilaksanakan dengan asumsi pencapaian produktivitas dan mutu biji kakao sebesar 60 persen dari dampak yang diharapkan. Dengan demikian, dampak yang diakibatkan oleh penerapan bea ekspor seperti peningkatan kapasitas terpasang dan utilisasi industri, penurunan harga di tingkat petani serta penurunan luas areal perkebunan rakyat yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao tidak terjadi. Dasar yang digunakan untuk menempatkan skenario ini sebagai salah satu bahan analisis adalah penerapan bea ekspor hanya menguntungkan bagi industri pengolahan, sedangkan petani kakao khususnya yang tidak terlibat dalam program Gernas kakao mengalami kerugian berupa penurunan penerimaan. Selain itu, penerapan bea ekspor kakao juga menyebabkan penurunan luas areal perkebunan kakao. Skenario ini digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan Gernas kakao terhadap sistem agroindustri kakao. Hasil simulasi menunjukkan bahwa alternatif kebijakan dengan skenario 5 menyebabkan kemampuan industri pengolahan dalam menyerap produksi biji kakao menurun dibandingkan dengan kondisi aktual Gambar 55. Selama periode analisis, daya serap industri pengolahan selalu lebih rendah dibandingkan kondisi aktual. Pada tahun 2025, industri pengolahan diperkirakan hanya mampu menyerap 27,81 persen produksi biji kakao, sedangkan pada kondisi aktual mampu menyerap sebesar 30,41 persen. Perubahan perilaku daya serap industri yang mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi aktual pada skenario 5 ini disebabkan oleh kapasitas terpasang dan utilisasi kapasitas terpasang industri pengolahan kakao tidak mengalami perubahan. Di sisi lain, terjadi peningkatan produksi biji kakao akibat pelaksanaan program Gernas dibandingkan dengan kondisi aktual, sehingga kemampuan industri pengolahan untuk menyerap produksi biji kakao domestik mengalami penurunan. Gambar 55 Daya serap biji kakao oleh industri pada kondisi aktual dan skenario 5, Tahun 2008-2025. Gambar 56 Pangsa volume dan nilai ekspor kakao olahan pada kondisi aktual dan skenario 5, Tahun 2008-2025. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Akt ual: Daya ser ap bij i oleh indust r i Skenar io 5: Daya ser ap bij i oleh indust r i 15 20 25 30 35 40 Akt ual: Pangsa Nilai Kakao Olahan Akt ual: Pangsa Volum e Kakao Olahan Skenar io 5: Pangsa Nilai Kakao Olahan Skenar io 5: Pangsa Volum e Kakao Olahan Rendahnya daya serap industri menunjukkan peningkatan produksi kakao olahan lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan produksi biji kakao. Kondisi tersebut berdampak pada pertumbuhan ekspor biji kakao lebih tinggi dibandingkan kakao olahan sehingga pangsa ekspornya mengalami penurunan. Gambar 56 menunjukkan bahwa pangsa volume dan nilai ekspor kakao olahan cenderung mengalami penurunan selama periode analisis. Pangsa tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan kondisi aktual. Pada tahun 2025, pangsa ekspor volume dan nilai kakao olahan diperkirakan masing-masing sebesar 19,55 persen dan 26,26 persen. Dampak alternatif kebijakan dengan skenario 5 terhadap penerimaan petani mampu meningkatkan penerimaan petani yang terlibat dalam program Gernas kakao. Sedangkan petani yang tidak terlibat memiliki tingkat penerimaan yang sama dengan kondisi aktual Gambar 57. Namun, penerapan alternatif kebijakan dengan skenario 5, mampu meningkatkan penerimaan petani, baik yang mengikuti Gernas maupun tidak jika dibandingkan dengan skenario 2. Peningkatan ini terjadi karena petani dapat memperoleh harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan skenario 2 akibat tidak adanya penerapan bea ekspor. Gambar 57 Penerimaan petani pada kondisi aktual dan skenario 5, Tahun 2008-2025. - 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 R p .0 ,- Akt ual: Penerim aan pet ani Skenario 5: Penerim aan pet ani Gernas Skenario 5: Penerim aan pet ani Non - Gernas

8.3 Skenario 6: Skenario 5 Plus Peningkatan Kapasitas Industri Sama

dengan Dampak Bea Ekspor Alternatif strategi kebijakan pengembangan sistem agroindustri kakao dengan skenario 6 adalah pengembangan skenario 5 dengan pemberian insentif oleh pemerintah yang mampu mendorong perkembangan industri pengolahan kakao. Pada skenario ini, insentif yang diberikan pemerintah seperti keringanan pajak, subsidi suku bunga pinjaman, perbaikan infrastruktur, perbaikan iklim usaha dan lain-lain diasumsikan mampu mendorong industri pengolahan sama seperti penerapan bea ekspor kakao dengan tingkat pencapaian target sebesar 60 persen. Dengan demikian asumsi pada skenario 6 adalah program Gernas kakao dilaksanakan dengan pencapaian dampak sebesar 60 persen dari target, bea ekspor dihapuskan dan diganti dengan pemberian insentif terhadap pelaku industri yang mampu mendorong industri pengolahan sama seperti penerapan bea ekspor kakao dengan tingkat pencapaian dampak kebijakan sebesar 60 persen dari target. Skenario ini disusun untuk menghilangkan dampak negatif pelaksanaan bea ekspor kakao terhadap penerimaan petani akibat adanya penurunan harga. Sedangkan kebijakan pengganti bea ekspor digunakan berdasarkan beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa ada beberapa insentif yang dapat diberikan oleh pemerintah dalam upaya pengembangan agroindustri. Insentif tersebut antara lain kebijakan pajak Sinaga dan Susilowati, 2007, insentif investasi; kebijakan harmonisasi tarif bagi produk hilir dan bahan bakunya Suprihatini, 2004; pengendalian nilai tukar, penetapan tingkat suku bunga Munandar, et al., 2008; Sukmananto, 2007. Selain itu, kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif juga mampu mendorong industri hilir seperti jaminan keamanan investasi, supply chain management dan infrastruktur Suprihatini, 2004, layanan dan kemudahan dalam melakukan bisnis Christy, et al., 2009. Pemberian insentif dan penciptaan iklim usaha tersebut diasumsikan mampu mendorong perkembangan industri pengolahan kakao juga didasarkan pada hasil penelitian Syam 2006 yang menyebutkan bahwa beberapa kendala utama dalam program pengembangan agroindustri kakao adalah keterbatasan modal usaha, buruknya mekanisme birokrasi seperti perizinan dan pajak, serta infrastruktur yang belum memadai.