adalah mengintegrasikan berbagai sektor dan pelaku yang terlibat dalam sistem agroindustri sehingga dapat dihadirkan koordinasi dan tindakan kolektif untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada dalam sistem agroindustri tersebut. Hal senada juga disampaikan oleh Sa’id 2010 yang menyebutkan
bahwa dalam penyusunan kebijakan pengembangan sistem agroindustri kakao, pemerintah harus mampu memuaskan semua pihak yang terlibat terutama
masyarakat petani kecil.
2.3 Dampak Pengembangan Agroindustri terhadap Pendapatan Petani
Pengembangan agroindustri dilakukan dalam rangka peningkatan nilai tambah suatu komoditas sehingga mampu mendorong peningkatan output, PDB,
kesempatan kerja dan lain – lain serta memberikan multiplier effect dalam kaitannya dengan sektor lainnya mulai dari hulu hingga ke hilir. Pengembangan
agroindustri secara langsung berdampak pada kegiatan pertanian primer mengingat subsistem usahatani merupakan pemasok bahan baku utama bagi
sektor agroindustri. Peningkatan nilai tambah yang terjadi akibat adanya kegiatan agroindustri seharusnya juga terdistribusi kepada subsistem usahatani sehingga
petani juga dapat menikmati peningkatan nilai tambah yang terjadi melalui peningkatan harga komoditas yang berujung pada peningkatan pendapatan
petani. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kegiatan agroindustri mampu
meningkatkan pendapatan petani. Namun, ada beberapa penelitian yang menunjukkan
hal sebaliknya.
Oladipo 2008
menyebutkan bahwa
pengembangan agroindustri kelapa sawit berdampak positif terhadap kesejahteraan petani secara langsung maupun tidak langsung melalui perbaikan
infrastruktur. Selanjutnya penelitian Gandhi, et al., 2001 menunjukkan bahwa keberadaan
sektor agroindustri berkontribusi sangat signifikan terhadap
peningkatan pendapatan petani kecil dan tenaga kerja pedesaan sehingga sangat berperan dalam mengentaskan kemiskinan. Sementara itu, Fatah 2007
menyebutkan bahwa kegiatan agroindustri dapat membantu petani kecil untuk tetap
survive dan
meningkatkan kesejahteraannya.
Dampak positif
pengembangan agroindustri terhadap pendapatan petani juga ditunjukkan melalui penelitian yang dilakukan Susilowati, et al., 2007; Sundari 2000;
Winarti, et al., 2005.
Kegiatan agroindustri juga dapat memberikan peluang dan tantangan baru bagi petani, seperti pelaksanaan contract farming antara petani dengan industri
pengolahan Dhillon and Singh, 2006. Contract farming tersebut dapat
memberikan stabilitas harga serta mengurangi risiko harga yang dihadapi petani sehingga dapat memberikan konsistensi dan kejelasan pendapatan petani.
Sementara itu, Kilkenny and Schulter 2001 menyebutkan bahwa dampak agroindustri terhadap pendapatan petani sangat tergantung pada lokasi industri,
produktivitas, dan status kepemilikan. Industri yang jauh dari lokasi usahatani tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan petani.
Dampak negatif kebijakan pengembangan agroindustri disampaikan oleh Indrawanto 2008. Dalam penelitiannya, penulis menyebutkan bahwa adanya
instrumen larangan ekspor untuk merangsang kegiatan agroindustri dapat berdampak buruk bagi pendapatan petani.
Berbagai uraian di atas dapat dilihat bahwa pengembangan agroindustri pada dasarnya dapat meningkatkan pendapatan dan memberikan dampak positif
bagi petani, walaupun dalam beberapa kasus dapat memberikan dampak negatif. Namun demikian, kebijakan – kebijakan yang dilakukan pemerintah guna
merangsang tumbuhnya aktivitas agroindustri kakao di Indonesia selayaknya tidak mengorbankan petani.
2.4 Pendekatan
Analisis Kebijakan Pertanian untuk Pengembangan
Agroindustri
Penelitian mengenai kebijakan pengembangan agroindustri sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan pendekatan dan model
yang sangat beragam, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif untuk menjawab tujuan penelitiannya. Suprihatini, et al., 2004 menggunakan analisis
prospektif untuk menentukan faktor- faktor kebijakan kunci dalam mempercepat pengembangan industri hilir perkebunan. Sinaga dan Susilowati 2007
menggunakan model Social Accounting Matrix SAM untuk menganalisis skenario kebijakan pemerintah terhadap pengembangan agroindustri. Susilowati,
et al., 2007 menggunakan analisis dekomposisi indeks Theil terhadap hasil model Social Accounting Matrix SAM untuk melihat distribusi pendapatan
rumah tangga akibat kebijakan dalam pengembangan agroindustri. Metode yang sama juga digunakan oleh Fatah 2007 untuk melihat manfaat pengembangan
agroindustri.
Sementara itu, Sundari 2000 menggunakan analisis model Input – Ouput untuk melihat dampak agroindustri terhadap pendapatan petani dengan melihat
keterkaitan sektor usahatani tebu dengan industri gula. Analisis korelasi digunakan oleh Oladipo 2008 untuk melihat dampak agroindustri terhadap
pengembangan pedesaan baik pada level komunitas maupun personal. Sedangkan Mariana 2005 menggunakan pendekatan dinamika sistem dalam
menyusun sistem penunjang keputusan dalam industri biodiesel kelapa sawit. Pendekatan ini juga digunakan oleh Chaidir 2007 untuk membangun model
agroindustri kerapu. Berbagai pendekatan yang digunakan tersebut memiliki keunggulan dan
kelemahan masing – masing. Untuk menganalisis dampak kebijakan Gernas kakao dan penetapan bea ekspor kakao terhadap pengembangan agroindustri
kakao dan pendapatan petani, perlu dilihat sebagai suatu sistem yang bersifat dinamis dari waktu ke waktu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Syam, et
al.,2006 yang menyebutkan bahwa strategi pengembangan agroindustri berbasis kakao di Indonesia seharusnya dilakukan melalui pendekatan sistem
sehingga pendekatannya lebih menyeluruh, terintegrasi dan bersinergi antar komponen yang terkait. Eriyatno dan Sofwar 2007 menyebutkan bahwa
pendekatan dinamika sistem dapat menjelaskan struktur suatu sistem yang memberikan hubungan sebab akibat di antara faktor – faktor yang ada sehingga
dengan dapat diperoleh perilaku dari suatu gejala atau proses di masa yang akan datang. Untuk itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
dinamika sistem.
2.5 Pendekatan Dinamika Sistem untuk Merumuskan Strategi dan Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Industri
Pengembangan agroindustri kakao yang dirangsang melalui berbagai kebijakan pemerintah harus dilihat sebagai satu sistem yang saling terkait satu
sama lain. Upaya pengembangan agroindustri kakao juga melibatkan subsistem lain seperti subsistem usahatani, perdagangan dan kebijakan pemerintah dalam
konteks agribisnis kakao secara keseluruhan yang dinamis dari waktu – ke waktu. Untuk itu, keterkaitan antara berbagai kebijakan pemerintah, agroindustri
kakao dan pendapatan petani dapat menggunakan pendekatan sistem yang dinamis. Perubahan yang terjadi dalam satu bagian sistemsubsistem memiliki
implikasi pada sistem secara keseluruhan sehingga membuat masa depan tidak
mudah diprediksi Poppe, 2010. Kondisi tersebut juga seringkali tidak dapat dijelaskan dengan baik oleh model statis tradisional Katchova, et al., 2001.
Penggunaan pendekatan dinamika sistem dalam upaya pengembangan suatu komoditas dan wilayah sudah banyak dilakukan. Wigena, et al., 2009
berhasil merancang model berkelanjutan pengelolaan kebun kelapa sawit plasma yang berkelanjutan untuk periode 25 tahun serta mampu memenuhi semua
aspek yang dikaji yaitu aspek biofisik, ekonomi dan sosial. Pendekatan ini juga digunakan Letaubun, et al., 2005 untuk menentukan pengembalian ekonomi
yang optimal dari pengelolaan hutan alam produksi. Skenario jangka panjang tenaga kerja kehutanan selama 20 tahun juga dapat dihasilkan oleh Purnomo
2006 dengan menggunakan model dinamika sistem. Disain strategi dan skenario yang dihasilkan dari model dinamika sistem tersebut dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi tindakankebijakan pada masa yang akan datang
sehingga dapat diantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi Zuhdi, 2007. Model dinamika sistem juga banyak digunakan untuk melakukan simulasi
berbagai alternatif dalam menyelesaikan suatu masalah. Simulasi tersebut dapat dijadikan sebagai skenario yang dapat dijadikan masukan bagi para pengambil
kebijakan Purnomo, 2003. Irawan 2005 menggunakan model dinamika sistem untuk menganalisis dan melakukan simulasi ketersediaan beras nasional. Dalam
analisisnya penulis menggunakan peubah luas lahan padi, produksi padi, ketersediaan beras, kebutuhan beras, surplusdefisit dan pertambahan jumlah
penduduk. Nurmalina 2007 juga menganalisis model neraca ketersediaan beras di masa yang akan datang berdasarkan pendekatan dinamika sistem. Simulasi
dinamika sistem juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat penjualan di masa yang akan datang dengan cukup baik Nurhasanah, 2007. Hal tersebut memang
memungkinkan dihasilkan dari simulasi model dinamika sistem, karena dengan model tersebut hubungan antara keputusankebijakan dengan dampak yang
akan dihasilkan dapat dipetakan Hidayanto and Halim, 2004. Mariana 2005 menggunakan model dinamika sistem untuk merumuskan
strategi dan program pengembangan investasi pada industri biodiesel kelapa sawit. Dalam membangun modelnya, peneliti membagi dalam 5 sub model yaitu
sumber daya, teknis produksi, pasar dan finansial yang semuanya berpengaruh terhadap kelayakan investasi dan menunjukkan keterkaitan satu sama lain.
Model yang sama juga digunakan Ardana 2009 untuk membangun model pengelolaan energi berwawasan lingkungan dengan kasus pengembangan