juta  ton  berupa biji  non  fermentasi.  Jumlah  ini  sebenarnya  masih  lebih  rendah dari  sasaran  produksi  biji  kakao  Kementerian  Pertanian,  dimana  pada  tahun
2014,  produksi  biji  kakao  Indonesia  ditargetkan  mencapai  1,65  juta  ton Kementan,  2010,  jauh  lebih  tinggi  dibandingkan dengan  hasil  simulasi  yang
hanya  1,02  juta  ton  pada  tahun  yang  sama.  Namun,  target  pemenuhan permintaan  biji  kakao  fermentasi  untuk  industri  pengolahan  nasional  yang
direncanakan tercapai pada tahun 2014, diperkirakan sudah dapat dicapai pada tahun  2013. Secara  keseluruhan,  perilaku  submodel  penyediaan  bahan  baku
yang  diukur  melalui  perilaku  luas  areal  dan  produksi  biji  kakao  menunjukkan peningkatan  selama  periode  analisis  dengan  pola exponential  growth.  Hal  ini
mengindikasikan bahwa usahatani kakao masih cukup menarik untuk diusahakan sehingga  mendorong  pelaku-pelaku  yang  terlibat  dalam  subsistem  ini  terutama
petani perkebunan rakyat terus meningkatkan luas areal dan produksi kakao.
Tabel 21 Produksi biji kakao pada kondisi aktual, Tahun 2008-2025 dalam ton
6.2.2. Perilaku Submodel Pengolahan
Perilaku  submodel  pengolahan  diindikasikan  oleh  jumlah  produk  kakao olahan  yang  diproduksi oleh  industri  pengolahan kakao.  Komponen  yang  paling
menentukan  dalam  produksi  kakao  olahan  kapasitas  terpasang  dan  kapasitas
Tahun
112008 803.594
120.539 683.055
112009 837.011
125.625 711.386
112010 871.838
130.946 740.892
112011 908.135
136.513 771.623
112012 945.966
142.338 803.628
112013 985.396
148.436 836.960
112014 1.026.494
154.818 871.675
112015 1.069.331
161.500 907.830
112016 1.113.982
168.497 945.485
112017 1.160.525
175.824 984.701
112018 1.209.043
183.499 1.025.544
112019 1.259.619
191.538 1.068.081
112020 1.312.343
199.961 1.112.383
112021 1.367.308
208.786 1.158.521
112022 1.424.609
218.035 1.206.574
112023 1.484.349
227.730 1.256.620
112024 1.546.633
237.892 1.308.741
112025 1.611.571
248.547 1.363.025
Total Produksi Biji Produksi Biji
Fermentasi Produksi Biji
Nonfermentasi
terpakai industri, sehingga berupa  biji  kakao  fermenta
olahan disajikan pada Gam
Gambar 32 Produksi Tabel 22 Produksi kakao o
dalam ton
Dari  Gambar 32 dan 2025 terjadi kecenderunga
Tahun
112008 178.0
112009 178.8
112010 179.7
112011 180.6
112012 181.5
112013 182.4
112014 183.4
112015 184.4
112016 185.4
112017 186.4
112018 187.5
112019 188.6
112020 189.7
112021 190.8
112022 192.0
112023 193.1
112024 194.4
112025 195.6
Produksi Olah
a akan langsung terkait dengan kebutuhan ba tasi  dan  nonfermentasi.  Hasil  simulasi  produ
mbar 32 dan Tabel 22.
ksi kakao olahan kondisi aktual, Tahun 2008-2 olahan pada kondisi aktual, Tahun 2008-2025
an  Tabel 22 dapat  dilihat  bahwa  pada  perio an peningkatan produksi kakao olahan yang d
8.000 143.504
302 8.854
144.192 303
9.729 144.898
305 0.627
145.622 307
1.547 146.363
308 2.490
147.123 310
3.455 147.901
311 4.443
148.698 313
5.454 149.513
315 6.489
150.347 316
7.547 151.200
318 8.628
152.072 320
9.734 152.964
322 0.864
153.874 324
2.018 154.805
326 3.197
155.756 328
4.401 156.726
330 5.630
157.717 332
si Kakao ahan
Permintaan Biji Fermentasi
Permintaa Ferme
bahan baku duksi  kakao
-2025. 25
riode  2008- g diikuti oleh
02.547 03.998
05.486 07.012
08.576 10.178
11.818 13.498
15.216 16.975
18.773 20.611
22.491 24.411
26.373 28.377
30.423 32.512
an Biji Non mentasi
peningkatan  permintaan  biji  kakao  fermentasi  dan  nonfermentasi. Pola  perilaku produksi  kakao  olahan  selama  periode  analisis  cendeung  linier. Pada  tahun
2025,  produksi  kakao  olahan  diperkirakan  mencapai  195.630  ton.  Hal  tersebut juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan biji kakao fermentasi
menjadi  157.717  ton,  dan  biji  kakao  nonfermentasi  menjadi  332.512  ton untuk kebutuhan industri pengolahan kakao.
Peningkatan produksi kakao olahan pada periode simulasi disebabkan oleh peningkatan  kapasitas  terpasang  dan  utilisasi  kapasitas  terpasang  industri
pengolahan kakao. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan produksi kakao  olahan,  maka  diperlukan  upaya  untuk  menarik  minat  investor  untuk
berinvestasi  pada  industri  pengolahan  kakao  sehingga  mampu  meningkatkan kapasitas industri pengolahan kakao nasional. Di samping itu, diperlukan regulasi
dan  kebijakan  yang  mendorong  industri pengolahan  kakao  untuk  dapat memaksimalkan kapasitas produksi yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mutakin  dan  Sihaloho  2007  yang  menyebutkan  bahwa  untuk  pengembangan industri  pengolahan  kakao  nasional,  diperlukan  penciptaan  iklim  usaha  yang
mendukung mulai dari hulu hingga hilir melalui kebijakan pemerintah.
6.2.3 Perilaku Submodel Konsumsi
Dinamika  konsumsi  kakao  olahan  terjadi  akibat  perubahan  perilaku konsumsi  kakao  olahan  perkapita  serta  pertumbuhan  penduduk. Perilaku
konsumsi  kakao  olahan  dalam  penelitian  ini diukur  dengan  jumlah  konsumsi kakao  olahan.  Hasil  simulasi  pertumbuhan  konsumsi  kakao  olahan  disajikan
pada Gambar 33 dan Tabel 23. Dari  Gambar  33 dan Tabel  23 dapat  dilihat  bahwa  pada  periode  simulasi,
jumlah konsumsi kakao Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan  cenderung  mengikuti  pola exponential  growth.  Peningkatan  konsumsi  ini
disumbang  oleh  peningkatan  konsumsi  perkapita  yang  pada  tahun  2025 diperkirakan mencapai 0,15 kg perkapita dengan laju peningkatan sebesar 4,85
persen per tahun. Peningkatan konsumsi juga sangat didukung oleh peningkatan jumlah penduduk yang pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 299,8 juta jiwa.
Peningkatan konsumsi  perkapita  dan jumlah  penduduk menyebabkan konsumsi kakao Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 44,26 ribu ton. Jumlah
ini meningkat tajam dari konsumsi pada tahun 2008 yang hanya mencapai 15,08 ribu ton
Gambar 33 Konsumsi kakao olahan kondisi aktual, Tahun 2008-2025. Tabel 23 Konsumsi  kakao  olahan,  konsumsi  perkapita  dan  jumlah  penduduk
pada kondisi aktual, Tahun 2008-2025
6.2.4 Perilaku Submodel Perdagangan
Perdagangan produk kakao yang dianalisis adalah perdagangan biji kakao dan  produk  kakao  olahan.  Dengan  demikian,  variabel-variabel  yang  terlibat
dalam  submodel  perdagangan  kakao  banyak  dipengaruhi  oleh  variabel  yang
01 1
20 0 8
01 1
20 0 9
01 1
20 1 0
01 1
20 1 1
01 1
20 1 2
01 1
20 1 3
01 1
20 1 4
01 1
20 1 5
01 1
20 1 6
01 1
20 1 7
01 1
20 1 8
01 1
20 1 9
01 1
20 2 0
01 1
20 2 1
01 1
20 2 2
01 1
20 2 3
01 1
20 2 4
01 1
20 2 5
1 5 . 0 0 0 2 0 . 0 0 0
2 5 . 0 0 0 3 0 . 0 0 0
3 5 . 0 0 0 4 0 . 0 0 0
4 5 . 0 0 0 t o n
Tahun
112008 15.082,52
0,07 228.523.000
112009 16.068,63
0,07 232.202.220
112010 17.119,21
0,07 235.940.676
112011 18.238,47
0,08 239.739.321
112012 19.430,92
0,08 243.599.124
112013 20.701,33
0,08 247.521.070
112014 22.054,80
0,09 251.506.159
112015 23.496,76
0,09 255.555.408
112016 25.033,00
0,10 259.669.850
112017 26.669,68
0,10 263.850.535
112018 28.413,37
0,11 268.098.529
112019 30.271,06
0,11 272.414.915
112020 32.250,21
0,12 276.800.795
112021 34.358,75
0,12 281.257.288
112022 36.605,16
0,13 285.785.530
112023 38.998,43
0,13 290.386.677
112024 41.548,18
0,14 295.061.903
112025 44.264,64
0,15 299.812.399
Konsumsi Kakao Olahan Ton
Konsumsi Perkapita kgorang
Jumlah Penduduk orang