Perilaku Submodel Perdagangan Perilaku Model

menurun. Kondisi tersebut terjadi karena adanya peningkatan harga biji kakao pada periode 2008-2011, kemudian terjadi penurunan harga yang cukup signifikan pada periode 2011-2013. Pada periode 2013-2025, walaupun terjadi penurunan harga, namun peningkatan produksi biji kakao yang tinggi tetap mampu meningkatkan nilai ekspor biji kakao secara signifikan. Sedangkan nilai ekspor kakao olahan menunjukkan tren yang meningkat secara linier.

6.2.5 Perilaku Model Sistem Agroindustri Kakao

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, model sistem agroindustri kakao bertujuan untuk mengetahui dinamika daya serap produksi biji kakao oleh industri pengolahan kakao dalam negeri, pangsa ekspor kakao olahan, baik volume maupun nilai terhadap ekspor kakao Indonesia secara keseluruhan serta penerimaan petani kakao. Daya serap biji kakao oleh industri pengolahan kakao dalam negeri merupakan rasio antara permintaan biji kakao oleh industri pengolahan dengan total produksi biji kakao. Dinamika rasio antara permintaan dan total produksi biji kakao disajikan pada Gambar 36 dan Tabel 25. Tabel 25 Daya serap industri, pangsa volume dan nilai ekspor kakao olahan serta penerimaan petani pada kondisi aktual, Tahun 2008 - 2025 Tahun 112008 55,51 33,67 37,97 8.437.166 112009 53,55 34,01 35,67 9.180.342 112010 51,66 32,85 32,67 9.664.466 112011 49,84 31,78 32,70 8.923.277 112012 48,09 30,79 33,86 7.847.537 112013 46,41 29,87 35,55 6.771.064 112014 44,79 28,98 35,54 6.298.681 112015 43,22 28,01 35,47 5.848.178 112016 41,72 27,13 34,57 5.650.906 112017 40,27 26,34 33,76 5.460.175 112018 38,87 25,62 32,93 5.300.082 112019 37,53 24,98 32,29 5.121.084 112020 36,23 24,41 31,73 4.948.027 112021 34,98 23,91 31,24 4.780.715 112022 33,78 23,48 30,82 4.618.960 112023 32,62 23,10 30,48 4.462.581 112024 31,50 22,79 30,21 4.311.401 112025 30,42 22,54 29,90 4.184.991 Daya Serap Biji Kakao oleh Industri Pengolahan Pangsa Volume Ekspor Kakao Olahan Penerimaan Petani RpHa Pangsa Nilai Ekspor Kakao Olahan Gambar 36 Daya serap biji kakao pada kondisi aktual, Tahun 2008-2025. Dari Gambar 36 dan Tabel 25 dapat dilihat bahwa daya serap biji oleh industri pengolahan pada periode analisis mengalami penurunan. Pada akhir periode simulasi, jumlah biji kakao yang dapat diolah oleh industri pengolahan hanya sebesar 30,42 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode awal analisis yaitu 55,51 persen. Kondisi tersebut terjadi karena produksi biji kakao meningkat lebih cepat dibandingkan dengan permintaan biji kakao oleh industri pengolahan. Lambatnya permintaan tersebut merupakan dampak langsung dari rendahnya penambahan kapasitas industri dalam negeri. Pangsa volume dan nilai ekspor kakao olahan tersebut merupakan analisis lanjutan terhadap volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan yang telah dianalisis sebelumnya pada submodel perdagangan. Dinamika pangsa ekspor kakao olahan volume dan nilai terhadap total ekspor kakao Indonesia selama periode analisis disajikan pada Gambar 37 dan Tabel 25. Dinamika pangsa ekspor kakao olahan Indonesia selama periode 2008 - 2025 menunjukkan bahwa pangsa nilai ekspor kakao olahan lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa volumenya. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor produk kakao olahan memiliki nilai yang relatif lebih tinggi dibandingkan ekspor biji kakao. Kondisi ini juga mengindikasikan adanya nilai tambah yang diperoleh melalui proses pengolahan kakao. Pada periode 2008-2011, terjadi penurunan pangsa nilai ekspor kakao olahan yang lebih tinggi dibandingkan pangsa volume ekspor. Hasil ini terjadi karena terjadinya peningkatan harga biji kakao yang sangat tinggi pada periode 01 1 20 08 01 1 20 09 01 1 20 10 01 1 20 11 01 1 20 12 01 1 20 13 01 1 20 14 01 1 20 15 01 1 20 16 01 1 20 17 01 1 20 18 01 1 20 19 01 1 20 20 01 1 20 21 01 1 20 22 01 1 20 23 01 1 20 24 01 1 20 25 20 30 40 50 D a y a s e ra p b ij i o le h i n d u s tr i tersebut. Adanya pen selisih pangsa nilai ka Gambar 37 Pangsa kak Model sistem a perkembangan pene sebelumnya, penerim penerimaan petani un multiplikasi volume b fermentasi. Dalam Perilaku penerimaan dan Tabel 25. Dari dinamika p Gambar 38 dapat penurunan penerima periode 2008-2009, d tertinggi yaitu sebesa tersebut terjadi kare Walaupun pada tah mampu mengangkat enurunan harga biji kakao pada periode 2011 kakao olahan relatif konstan terhadap pangsa sa nilai dan volume ekspor kakao olahan terhad akao pada kondisi aktual, Tahun 2008-2025. agroindustri kakao juga dilakukan untuk m nerimaan petani kakao. Seperti yang tela rimaan petani kakao dalam analisis ini didefi untuk setiap hektar lahan yang diusahakan, d biji yang dihasilkan dengan harga kakao ferm perhitungan ini, biaya usahatani tidak n petani selama periode analisis disajikan da perilaku penerimaan petani seperti yang dit t dilihat bahwa hampir selama periode aan petani. Peningkatan penerimaan hany , dimana pada tahun 2009, petani mempero esar Rp. 10.129.805,-hatahun. Peningkat rena adanya peningkatan harga kakao yan ahun 2010 masih terjadi peningkatan harga at penerimaan petani akibat adanya penuruna 95 11-2025 membuat sa volume ekspor. adap total ekspor . melihat dinamika elah disampaikan efinisikan sebagai , dihitung sebagai rmentasi dan non k diperhitungkan. dalam Gambar 38 ditunjukkan dalam simulasi terjadi nya terjadi pada roleh penerimaan atan penerimaan ang cukup tinggi. rga, namun tidak nan produktivitas. Sementara itu, pada periode 2011-2025, terjadi penurunan penerimaan petani secara konsisten akibat adanya penurunan harga dan produktivitas yang terjadi secara simultan, dimana pada tahun 2025, penerimaan petani hanya sebesar Rp. 4.184.991,-hatahun. Jika kondisi ini terus terjadi, maka dikhawatirkan petani akan beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan, sehingga diperlukan upaya dari pihak-pihak terkait untuk dapat meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat, agar posisi Indonesia sebagai salah satu produsen utama kakao dunia dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Gambar 38 Penerimaan petani kakao pada kondisi aktual, Tahun 2008-2025. Secara umum, perilaku model sistem agroindustri kakao selama periode analisis menunjukkan bahwa perkembangan industri pengolahan kakao cenderung lebih lambat jika dibandingkan dengan perkembangan usahatani kakao. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri kakao belum berkembang dengan baik. Supriyati dan Suryani 2008 menyebutkan ada beberapa kendala yang menyebabkan terhambatnya perkembangan agroindustri kakao, antara lain: i industri pengolahan kakao kekurangan bahan baku karena biji kakao lebih banyak diekspor; ii rendahnya mutu biji kakao karena tidak difermentasi; iii harga biji kakao fermentasi dan non fermentasi tidak berbeda jauh; iv tidak dapat dihilangkannya biaya ekonomi tinggi sebagai akibat tingginya tingkat suku bunga, pengurusan dokumen yang memerlukan waktu lama dan prosedur yang 01 1 20 8 01 1 20 9 01 1 20 1 01 1 20 1 1 01 1 20 1 2 01 1 20 1 3 01 1 20 1 4 01 1 20 1 5 01 1 20 1 6 01 1 20 1 7 01 1 20 1 8 01 1 20 1 9 01 1 20 2 01 1 20 2 1 01 1 20 2 2 01 1 20 2 3 01 1 20 2 4 01 1 20 2 5 1 . 0 0 0 . 0 0 0 2 . 0 0 0 . 0 0 0 3 . 0 0 0 . 0 0 0 4 . 0 0 0 . 0 0 0 5 . 0 0 0 . 0 0 0 6 . 0 0 0 . 0 0 0 7 . 0 0 0 . 0 0 0 8 . 0 0 0 . 0 0 0 9 . 0 0 0 . 0 0 0 Rp HA P e n e ri m a a n p e ta n i