tanaman jarak pagar. Penggunaan model dinamika sistem juga digunakan oleh Chen and Jan 2005 untuk membuat model pengembangan industri
semikonduktor. Pengembangan industri yang diukur dalam model adalah pertumbuhan penjualan dan profitabilitas industri. Model yang sama juga
digunakan oleh Jan and Hsiao 2004 untuk membangun model pengembangan industri otomotif. Salah satu ukuran pengembangan industri yang digunakan
adalah volume penjualan dan pangsa pasar. Model dinamika sistem mampu memberikan banyak manfaat dalam
menganalisis suatu permasalahan. Namun demikian, model dinamika sistem tidak dapat berdiri sendiri sehingga harus juga melibatkan alat – alat analisis lain
yang sesuai dengan permasalahan yang ingin diselesaikan. Untuk itu, model harus dibangun untuk memecahkan suatu masalah sehingga harus terintegrasi
ke dalam upaya penyelesaian masalah sejak awal Sterman, 2000.
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Konsep Agroindustri
Agroindustri merupakan salah satu subsistem dari sistem agribisnis yang memiliki peranan yang sangat penting karena memiliki potensi untuk mendorong
pertumbuhan yang tinggi akibat adanya nilai tambah yang dihasilkan serta mempercepat transformasi struktur ekonomi dari sektor pertanian menuju
industri. Agroindustri didefinisikan sebagai semua kegiatan industri yang terkait dengan kegiatan pertanian yang meliputi: i industri pengolahan hasil produk
pertanian dalam bentuk setengah jadi dan produk akhir; ii industri penanganan hasil pertanian segar; iii industri pengadaan sarana produksi pertanian; dan iv
industri pengadaan alat – alat pertanian Saragih, 2010. Austin 1981 mendefinisikan agroindustri sebagai pengolahan bahan baku yang bersumber
dari tanaman atau binatang, yang meliputi proses transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik dan kimiawi, penyimpanan, pengepakan dan distribusi.
Sedangkan Henson and Cranfield 2009 mendefinisikan sektor agroindustri sebagai bagian dari sektor manufaktur yang mengolah bahan baku dan barang
setengah jadi yang berasal dari pertanian, perikanan dan kehutanan. Dengan demikian,
sektor agroindustri meliputi pengolahan makanan, minuman,
tembakau, tekstil dan pakaian, produk kayu dan furniture, kertas, dan produk karet.
Dari berbagai definisi yang disampaikan di atas dapat dilihat bahwa sektor agroindustri bukanlah sektor yang dapat berdiri sendiri, karena merupakan
bagian dari sistem agribisnis yang kompleks. Sebagai bagian dari sistem agribisnis, pengembangan agroindustri harus mengacu kepada keseluruhan
sistem Gambar 5. Tambunan 2010 menyebutkan bahwa pengembangan agroindustri harus memperhatikan kaidah keterpaduan usaha, yaitu: i azas
keterpaduan wilayah; ii azas keterpaduan usahatani; dan iii azas keterpaduan komoditas. Ketiga azas tersebut harus berjalan secara simultan dimana ada
kesepakatan dari semua pelaku bisnis dan pengambil keputusan untuk memberikan prioritas utama pada komoditas tertentu yang akan dikembangkan
di suatu
wilayah. Penentuan
dan pengembangan
komoditas yang
memperhatikan wilayah sebagai suatu kesatuan ekonomi yang didasarkan kepada keterpaduan wilayah harus bermuara pada sistem usahatani yang
memadukan pola usaha dan organisasi produksi yang efisien dan azas keterpaduan usahatani.
Subsistem Agribisnis Hulu
Subsistem Agribisnis On Farm
Subsistem Agribisnis Hilir
AGROINDUSTRI
- Produksi input
pertanian, peralatan dan mesin
- Pengadaan dan
distribusi input pertanian, peralatan
dan mesin -
Budidaya tanaman dan ternak
- Penanganan panen
dan pascapanen -
Penjualan dan pemasaran produk
primer pertanian -
Pengadaan bahan baku produk primer
- Pengolahan produk
antara dan produk akhir -
Pemasaran produk antara dan produk akhir
Subsistem Layanan Pendukung dan Kebijakan
- Fasilitas kredit dan asuransi pertanian
- Penyuluhan dan informasi pertanian
- Transportasi dan komunikasi
- Infrastruktur lokal dan nasional
- Penelitian dan pengembangan
-
Lingkungan binis makroekonomi dan
kebijakan khusus
Gambar 5 Menggerakkan agroindustri dalam konseptualisasi agribisnis. Sumber: Tambunan, 2010
Seperti yang disajikan pada Gambar 5, pengembangan agroindustri sangat terkait dengan dukungan kebijakan pemerintah dalam menciptakan enabling
environment yang mendukung perkembangan aktivitas agroindustri. Menurut Wilkinson and Rocha 2009, fokus kebijakan pemerintah dalam pengembangan
agroindustri khususnya di negara – negara berkembang adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan strategis terkait dengan daya saing agroindustri
2. Dukungan terhadap usaha kecil dan menengah terkait dengan peningkatan kapasitas, pembentukan klaster dan transfer teknologi
3. Pengakuan atas peran kunci sektor informal dan kebutuhan akan instrumen lingkungan bisnis yang mendukung dalam hubungannya
dengan investasi asing 4. Kebijakan yang memasukkan petani kecil dan produsen produk pertanian
dalam kontrak rantai pasok 5. Penyediaan barang publik dengan tujuan meningkatkan persaingan untuk
memperoleh akses pasar 6. Penyediaan layanan untuk membangun kemampuan akses pasar yang
berkelanjutan, pengembangan kebijakan perlindungan konsumen 7. Aktif berperan dalam harmonisasi dan menjamin transparansi standar
mutu; langkah-langkah untuk memastikan bahwa pengembangan agroindustri adalah kompatibel dengan keberlanjutan lingkungan dan
sosial serta negosiasi standar dan akses pasar di forum internasional .
3.2 Kebijakan Publik
Definisi kebijakan menurut Wilson 2006 adalah tindakan, tujuan dan pernyataan pemerintah mengenai hal – hal tertentu dan langkah – langkah yang
diambil untuk menerapkannya serta penjelasan yang diberikan mengenai apa yang terjadi atau tidak terjadi. Kebijakan publik merupakan pola ketergantungan
yang kompleks dari pilihan – pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan – keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor
pemerintah Dunn, 2003. Kebijakan terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait dalam satu
sistem kebijakan yang terdiri dari pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan dan kebijakan itu sendiri. Untuk memperoleh informasi yang relevan dengan
kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah – masalah publik, dilakukan proses analisis kebijakan. Dunn 2003 mengartikan analisis kebijakan sebagai
disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode pengkajian multiple dalam konteks argumentasi dan debat politik untuk menciptakan, menilai
dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Dalam melakukan analisis kebijakan pengembangan agroindustri kakao, harus melalui
lima prosedur analisis yaitu perumusan masalah, peramalan, pemantauan, evaluasi, dan rekomendasi Gambar 6.
Gambar 6 Prosedur analisis kebijakan. Sumber, Dunn, 2003
1. Merumuskan masalah – masalah kebijakan. Perumusan maslah kebijakan merupakan aspek yang paling krusial dan
pada dasarnya merupakan sistem masalah yang saling tergantung, subyektif, artifisial dan dinamis. Masalah kebijakan sering mengandung
konflik antara pelaku kebijakan dan tidak realistis untuk menganggap bahwa beberapa pengambil keputusan memiliki pilihan yang sama dan
konsensus mengenai satu tujuan. Perumusan masalah merupakan suatu proses dengan empat tahap yang saling tergantung satu sama lain yaitu;
penghayatan masalah, pencarian masalah, pendefinisian masalah, dan spesifikasi masalah. Metode – metode yang dapat digunakan untuk
merumuskan masalah – masalah kebijakan meliputi analisis batasan, analisis klasifikasional, analisis hierarkis, sinektika, brainstorming, analisis
perspektif berganda, analisis asumsional dan pemetaan argumentasi. 2. Meramalkan kebijakan di masa depan
Peramalan merupakan prosedur untuk membuat informasi tentang situasi di masa depan atas informasi yang ada tentang masalah kebijakan.
Bentuk utama ramalan kebijakan yaitu proyeksi, prediksi dan perkiraan yang dibedakan atas dasar ekstrapolasi kecenderungan, teori dan
pandangan pribadi. Peramalan digunakan untuk membuat estimasi
MASALAH KEBIJAKAN
KINERJA KEBIJAKAN
MASA DEPAN KEBIJAKAN
AKSI KEBIJAKAN
HASIL – HASIL KEBIJAKAN
Perumusan Masalah
Perumusan Masalah
Evaluasi Peramalan
Rekomendas Pemantauan
tentang tiga tipe situasi masa depan yaitu; masa depan potensial, masa depan yang masuk akal dan masa depan normatif.
3. Merekomendasikan aksi – aksi kebijakan Rekomendasi kebijakan ditujukan untuk menjawab pertanyaan “Apa yang
harus dilakukan?” Dengan demikian, rekomendasi kebijakan memerlukan pendekatan yang normatif, dan tidak hanya empiris dan evaluatif serta
memberikan berbagai alternatif. Pendekatan utama untuk rekomendasi dalam analisis kebijakan publik adalah analisis biaya manfaat dan analisis
biaya efektivitas. 4. Memantau hasil – hasil kebijakan
Pemantauan merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat kebijakan publik.
Pemantauan menghasilkan pernyataan yang bersifat penandaan setelah kebijakan diadopsi dan diimplementasikan, sedangkan peramalan
menghasilkan penandaan sebelum tindakan dilakukan. 5. Mengevaluasi kinerja kebijakan
Evaluasi kebijakan terkait dengan seberapa jauh suatu hasil kebijakan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan dan sasaran. Fungsi
utama evaluasi dalam analisis kebijakan adalah penyediaan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, kejelasan
dan kritik nilai – nilai yang mendasari pilihan tujuan dan sasaran dan penyediaan informasi bagi perumusan masalah berikutnya. Kriteria
evaluasi kebijakan antara lain efektivitas, estimasi, kecukupan,
kesamaan, daya tanggap dan kelayakan.
3.3 Kebijakan Pertanian 3.3.1 Definisi dan Instrumen Kebijakan Pertanian
Kebijakan pertanian merupakan suatu program yang dijalankan pemerintah yang dipilih dari berbagai alternatif yang ada untuk mengarahkan dan
menentukan kondisi sekarang dan yang akan datang di bidang pertanian Schmitz, et al., 2002. Kebijakan pertanian merupakan bentuk intervensi yang
cukup kompleks, mencakup pasar output, pasar input, perdagangan, investasi barang publik, sumber daya alam, regulasi dari eksternalitas, pendidikan,
pemasaran dan distribusi produk. Ada 3 alasan mendasar bagi pemerintah untuk melakukan intervensi yaitu:
1. Efisiensi, yaitu membuat pasar menjadi lebih efisien seperti kebijakan subsidi untuk barang – barang publik, pembatasan eksternalitas dan
regulasi yang membatasi kekuatan pasar. 2. Stabilisasi, yaitu kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menstabilkan
ekonomi, seperti kebijakan moneter untuk menstabilkan nilai tukar. 3. Distribusi, yaitu kebijakan pemerintah untuk meredistribusi pendapatan di
antara kelompok masyarakat. Van Tongeren 2008 menyebutkan bahwa kebijakan harus ditargetkan untuk
hasil yang spesifik dan terpisah, Untuk itu, perlu dilakukan pembatasan mengenai variabel – variabel yang ditargetkan sehingga harus memenuhi
beberapa dimensi sebagai berikut: i terukurnya definisi tujuan kebijakan yang akan ditargetkan dan unit-unit di mana target diukur; ii definisi spasialgeografis
daerah, karena kegagalan pasar yang membenarkan intervensi kebijakan sering terjadi secara lokal atau regional terbatas; dan iii definisi karakteristik
kelayakan, terkait dengan siapa yang berhak menerima dan tidak, karena kebijakan pertanian paling sering berlaku untuk petani secara individual. Setelah
memenuhi kriteria tersebut, baru instrumen kebijakan dapat dipilih. Instrumen kebijakan pertanian biasanya disamakan dengan transfer uang, tetapi
kebanyakan instrumen yang dibuat oleh pengambil kebijakan adalah berupa pajak transfer negatif, regulasi dan fasilitas.
Negara berkembang memiliki variasi yang sangat tinggi dalam hal sumberdaya alam, tipe
sistem pertanian, ukuran usahatani, tingkat
pembangunan sumberdaya manusia, infrastruktur dan lain – lain. Kondisi ini membuat pemerintah dihadapkan pada berbagai tujuan dan kendala, sehingga
harus memilih instrumen kebijakan yang paling sesuai. Brooks 2010 menyebutkan bahwa dengan kondisi tersebut, pilihan kebijakan pertanian adalah
sebagai berikut: 1. Intervensi pasar output dan input, seperti: kebijakan harga dan
perdagangan, kebijakan pemasaran, subsidi input benih, pupuk dan kredit modal kerja
2. Penyediaan barang publik seperti infrastruktur pedesaan 3. Transfer pendapatan
4. Perubahan kelembagaan seperti, dewan pemasaran, reformasi lahan, reformasi sektor keuangan, hukum, dan lain – lain.