dengan gejala gangguan pencernaan merupakan hubungan yang kuat karena berada pada rentang koefisien korelasi antara 0,41 – 0,70.
Sementara itu, koefisien korelasi dalam penelitian ini bernilai positif +, yang artinya bahwa hubungan antara variabel tingkat stres dengan gejala
gangguan pencernaan merupakan hubungan yang sebanding, dimana jika variabel tingkat stres mengalami kenaikan maka variabel gejala gangguan
pencernaan juga akan mengalami kenaikan, begitu sebaliknya.
5.3.2. Perbedaan Tingkat Stres Berdasarkan Demografi Santriwati usia, tingkat pendidikan dan lama mukim Pondok Pesantren
Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang
Berikut ini, hasil uji beda tingkat stres berdasarkan usia pada penelitian:
Tabel 5.11 Hasil Uji Mann-Whitney Tingkat Stres Responden
Santriwati Usia Remaja Awal dan Remaja Akhir di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015
Variabel Usia
N Mean
Rank Mann-Whitney Test
Z Sig2-tail
Tingkat Stres
1.Remaja Awal 12-15 tahun
109 75,07
-1,631 0,103
2.Remaja Akhir 16-19 tahun
48 87,92
Berdasarkan tabel 5.11 di atas, hasilnya nilai p-value 0,103 p 0,05, yang menunjukkan bahwa pada penelitian ini tidak terdapat
perbedaan yang signifikan tingkat stres antara remaja awal dan remaja akhir pada α = 0,05.
Adapun berikut ini, hasil uji beda tingkat stres berdasarkan tingkat pendidikan pada penelitian:
Tabel 5.12 Hasil Uji Mann-Whitney Tingkat Stres Responden
Santriwati Pendidikan Diniyah Fomal Wustha dan Pendidikan Diniyah Formal Ulya di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman
Magelang Tahun 2015
Variabel Tigkat Pendidikan
N Mean
Rank Mann-Whitney Test
Z Sig2-tail
Tingkat Stres
1.Pendidikan Diniya Fomal Wustha
93 71,33
-2,550 0,011
2.Pendidikan Diniyah Formal
Ulya 64
90,15
Berdasarkan tabel 5.12 di atas, hasilnya nilai p-value 0,011 p 0,05, yang menunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat
perbedaan yang signifikan tingkat stres antara santriwati pada tingkat pendidikan diniyah formal wustha dan santriwati pada tingkat pendidikan
diniyah formal ulya pada α = 0,05. Selain itu berikut ini, hasil uji beda tingkat stres berdasarkan lama
mukim pada penelitian:
Tabel 5.13 Hasil Uji Kruskal-Wallis Tingkat Stres Responden
Santriwati Lama Mukim 1 Tahun, 1 hingga 3 Tahun, dan ≥ 3 Tahun di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang
Tahun 2015
Variabel Lama Mukim
N Mean
Rank Kruskal-Wallis Test
Chi- Square
Sig2-tail
Tingkat Stres
1. 1 tahun 48
84,83 6,955
0,031 2. 1 hingga 3
tahun 58
66,59 3. ≥ 3 tahun
51 87,63
Berdasarkan tabel 5.13 di atas, hasilnya nilai p-value 0,031 p 0,05, yang menunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat
perbedaan yang signifikan tingkat stres antara santriwati yang lama mukim
1 tahun, 1 hingga 3 tahun, dan ≥ 3 tahun pada α = 0,05. Hasil mean rank tingkat stres yang lama mukim 1 tahun dan ≥ 3 tahun lebih besar
dari pada tingkat stres yang lama mukim 1 hingga 3 tahun 87,63 84,83 66,59, maka dapat dikatakan rata-rata santriwati yang
lama mukim 1 tahun dan ≥ 3 tahun memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan santriwati yang lama mukim 1 hingga 3 tahun.
77
BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan pembahasan dari hasil penelitian yang meliputi interprestasi dan diskusi hasil yang membahas kesenjangan maupun kesesuaian
antara hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian terkait disertai teori yang mendasarinya. Selain itu, juga dibahas tentang keterbatasan yang ada dalam
penelitian ini.
6.1. Pembahasan Univariat 6.1.1. Gambaran Demografi Santriwati di Pondok Pesantren Sirojul
Mukhlasin II Payaman Magelang a. Usia
Usia merupakan faktor yang sangat independen karena tidak dapat diubah oleh manusia. Usia akan bertambah hari demi hari secara otomatis.
Oleh karena itu, usia merupakan faktor biologis sebagai pembeda dalam hubungannya dengan dimensi kelompok Soeroso, 2008. Responden pada
pada penelitian ini adalah santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang yang merupakan kelompok usia remaja,
yang mana dikategorikan ke dalam usia remaja awal 12-15 tahun dan remaja akhir 16-19 tahun. Kelompok periode remaja merupakan tahapan
dimana ia berada diantara fase anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan emosi Efendi
Makhfudli, 2009. Hasil statistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden berada pada rentang usia remaja awal 12-15 tahun, yaitu
sebesar 69,4. Sedangkan responden yang berada pada rentang usia remaja akhir hanya sebesar 30,6. Periode remaja awal adalah dimana
seseorang berada pada tahap pencarian identitas dan lawannya adalah kebingungan identitas. Fokusnya adalah bagaimana mereka mencari
identitas dirinya baik di lingkungan rumah ataupun sekolah. Pada periode ini mereka menjadi lebih dekat dengan teman-temannya. Dalam proses
pencarian identitas dirinya, remaja menjadi lebih sensitif, menjadi serba salah, serta masih ditandai dengan egosentrisme cara berpikirnya masih
terbatas pada sudut pandang diri sendiri. Sedangkan remaja akhir tidak berbeda jauh dengan periode remaja awal, hanya saja pada periode ini
remaja diharapkan sudah sampai pada satu pencapaian identitas tertentu Nihayah dkk., 2006.
Remaja sering dianggap sebagai kelompok yang sehat, namun demikian banyak remaja yang meninggal karena bunuh diri, kecelakaan,
kekerasan dan penyakit lainnya yang lebih baik dicegah atau diobati. Data WHO menunjukkan sekitar 1,3 juta remaja meninggal pada tahun 2012,
sebagian besar penyebabnya adalah yang dapat dicegah atau diobati. Banyak juga di kalangan remaja yang menderita gangguan kesehatan
kronis dan kecacatan, dimana penyebab utamanya adalah terkait kesehatan mental seperti, depresi dll. Selain itu, hampir 35 beban global penyakit
adalah berakar pada masa remaja WHO, 2015a; WHO, 2015b; WHO, 2015c.
Maka dari itu, perhatian terkait kesehatan bagi para santri di lingkungan pondok pesantren, yang mana semua penghuninya adalah
kelompok remaja merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan remaja di Indonesia, terutama pada
beberapa penyakit yang dapat dicegah atau diobati sehingga tidak berdampak pada kesehatan yang lebih buruk lagi di masa mendatang. Hal
itu sesuai yang dianjurkan oleh WHO 2015b, yang mana mempromosikan praktek kesehatan selama masa remaja, dan mengambil
langkah-langkah untuk melindungi kaum remaja dari resiko kesehatan sangat penting untuk pencegahan masalah kesehatan di masa dewasa,
untuk masa depan negara dan infrastruktur sosial. Salah satunya bisa dilakukan di sekolah-sekolah atau setting komunitas lain, yang mana jika
masalah muncul pada remaja, mereka harus dideteksi dan dikelola oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan peduli.
b. Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan formal yang ada di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II meliputi Madrasah Tsanawiyah MTs dan Madrasah Aliyah
MA. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah, bahwa
Madrasah Tsanawiyah MTs adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama islam yang
terdiri dari 3 tiga tingkat pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan Madrasah Aliyah
MA adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama islam pada jenjang pendidikan