2.3. Pondok Pesantren 2.3.1. Pengertian
Pondok pesantren pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu tempat pendidikan santri-santri untuk menyiapkan
para santri sebagai kader dakwah Islamiah, yang menguasai ilmu Agama Islam dan siap menyebarkannya di berbagai lapisan masyarakat
Soeparmanto dkk., 2007. Selain itu, menurut K.H. Imam Zarkasyi, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam dengan sistem
asrama boarding school, kyai sebagai sentral figurnya dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwai Suismanto, 2004.
Pesantren sebagai sebuah sistem mempunyai empat unsur penting yang saling terkait, yaitu : Kiai, sebagai pengasuh, pemilik, dan pengendali
pesantren. Santri, yaitu murid yang belajar pengetahuan keislaman kepada kiai. Pondok, yaitu sebuah sistem asrama, termasuk di dalamnya masjid,
yang disediakan oleh kiai untuk mengakomodasi para santri. Kitab, yang berisi macam-macam mata pelajaran yang diajarkan oleh kiai kepada para
santri dan masyarakat Moesa, 2007.
2.3.2. Kategori Pondok Pesantren
Secara garis besar pondok pesantren terbagi dalam tiga kategori Soeparmanto dkk., 2007, yaitu:
a. Pondok Pesantren SalafiSalafiah Tradisional Pondok Pesantren Salafiah merupakan pondok pesantren yang
hanya menyelenggarakan kitab klasik dan pengajaran Agama Islam. Umumnya, lebih mendahulukan dan mempertahankan hal-hal yang
bersifat tradisional dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat selektif terhadap segala bentuk
pembaharuan, termasuk kurikulum pengajarannya. b. Pondok Pesantren Khalafi Khalafiah Modern
Pondok Pesantren KhalafiKhalafiah adalah pondok pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan tersebut di atas, juga
menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah atau formal, baik sekolah umum SD, SMP, SMA, dan SMK maupun berciri khas Agama Islam
MI, MTs, MA atau MAK. Dalam implementasi proses belajar mengajar, akomodatif terhadap perkembangan modern, metodologi
penerapan kurikulum melibatkan perangkat modern, mengajarkan sejumlah keterampilan pengetahuan umum
lainnya, termasuk kesehatan.
c. Pondok Pesantren Salafi-Khalafi Perpaduan Tradisional dan Modern Pondok
Pesantren Salafi-Khalafi
merupakan perpaduan pondok pesantren, yang dalam kegiatannya memadukan metode salafi
dan khalafi, memelihara nilai tradisional yang baik dan akomodatif terhadap perkembangan yang bersifat modern.
2.3.3. Gambaran Umum Di Pondok Pesantren
Sebuah pesantren biasanya dijalankan oleh seorang kiai yang dibantu oleh sejumlah santri seniornya atau anggota keluarga yang lainnya
Turmudi, 2004. Sistem pendidikan yang diterapkan adalah menggunakan metode yang ditetapkan oleh para pembina pondok, disertai dengan
peraturan yang ketat dan juga disiplin yang tinggi agar karakteristik siswa
yang diharapkan melalui hasil pembinaan bisa tercapai. Terdapat tiga tuntutan yang harus dipenuhi oleh para santri, yaitu: tuntutan akademik,
relasi sosial, dan peraturan. Sulaeman Joefiani, 2014. Sebagai pemilik pondok, kiai adalah pemegang kekuasaan
tertingggi dalam lingkungan pesantren. Disamping itu kiai juga sebagai pengasuh, pembimbing santri, sebagai penyaring dan asimilator aspek-
aspek kebudayaan dari luar yang masuk ke pesantren. Sebagai pimpinan manajer pondok, kiai sangat menentukan kebijakan-kebijakan yang perlu
diterapkan pada lembaga yang dipimpinnya. Salah satu wujud dari kebijakan kiai tertuang dalam tata terti pondok Tim Pengembangan Ilmu
Pendidikan, 2007. Selain tujuan utamanya mengajarkan pendidikan Agama Islam,
juga untuk menghasilkan santri yang mandiri, mampu membina diri tanpa menggantungkan ke orang lain. Maka dari itu, selama di pondok pesantren
para santri tinggal jauh dari orang tua, dituntut untuk menyelesaikan masalahnya secara mandiri, dan kemandirian dalam belajar maupun
melakukan segala hal Sanusi, 2012. Jika mereka mempunyai masalah, mereka hanya memiliki ustadz
atau ustadzah serta teman sebaya untuk meminta bantuan. Tetapi teman- teman sebayalah yang memiliki peranan lebih besar dikarenakan interaksi
mereka lebih banyak dilakukan dengan teman sebaya tersebut, sejak bangun tidur hingga tidur kembali Sholiha, 2013.
2.4. Penelitian Terkait
2.4.1. Penelitian case control study yang dilakukan oleh Susanti, Briawan dan Uripi 2011, mengenai faktor risiko dispepsia pada Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor IPB, yaitu didasarkan pada kelompok kasus mahasiswa yang memiliki riwayat gangguan lambung
berupa gastritis atau tukak peptik dan kelompok kontrol yang tanpa menderita gangguan lambung. Sampel adalah mahasiswa
tingkat satu tahun ajaran 20102011 di kampus IPB Darmaga yang tinggal di asrama, terdiri dari 60 orang kasus dan 60 orang kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres berhubungan nyata dengan gejala dispepsia, yaitu semakin tinggi tingkat stres
akan berhubugan dengan sering munculnya gejala dispepsia OR= 7.03; CI 95: 0.87 hingga 56.89.
2.4.2. Penelitian yang dilakukan oleh You, Park dan Chang 2009, berupa case control study pada pasien konstipasi fungsional dari
mahasiswa laki-laki yang ada di Korea mengenai diet, status gizi dan stres kehidupan yang terdiri dari 52 kelompok kasus dan 52
kelompok kontrol. Yang mana hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total score stres kehidupan stres terkait hubungan
interpersonal seperti dengan teman dan keluarga, dan terkait tugas sehari-hari seperti tugas akademik dan ekonomi pada pasien
konstipasi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol yang sehat tanpa konstipasi dengan p 0,01.
2.4.3. Penelitian yang dilakukan Wahyuni dkk. 2012, berupa penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study dengan
variabel dependen adalah gastritis dan variabel independen adalah waktu makan, asupan kafein, protein dan tingkat stres pada 260
mahasiswa strata 1 FKM Universitas Hasannuddin Makasar. Yang mana hasilnya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat stres yang tinggi dengan dengan kejadian gejala gastritis p=0,025.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah selain tempat, populasi, dan desain penelitian yang berbeda, yaitu dalam
penelitian ini menggunakan correlative study dengan pendekatan cross- sectional studi, juga pada penelitian ini tidak hanya fokus pada salah satu
jenis gangguan pencernaan melainkan gangguan pencernaan secara umum atau gejala dari gangguan pencernaan.