kelompok remaja merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan remaja di Indonesia, terutama pada
beberapa penyakit yang dapat dicegah atau diobati sehingga tidak berdampak pada kesehatan yang lebih buruk lagi di masa mendatang. Hal
itu sesuai yang dianjurkan oleh WHO 2015b, yang mana mempromosikan praktek kesehatan selama masa remaja, dan mengambil
langkah-langkah untuk melindungi kaum remaja dari resiko kesehatan sangat penting untuk pencegahan masalah kesehatan di masa dewasa,
untuk masa depan negara dan infrastruktur sosial. Salah satunya bisa dilakukan di sekolah-sekolah atau setting komunitas lain, yang mana jika
masalah muncul pada remaja, mereka harus dideteksi dan dikelola oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan peduli.
b. Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan formal yang ada di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II meliputi Madrasah Tsanawiyah MTs dan Madrasah Aliyah
MA. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah, bahwa
Madrasah Tsanawiyah MTs adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama islam yang
terdiri dari 3 tiga tingkat pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan Madrasah Aliyah
MA adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama islam pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat Kemenag, 2013.
Selanjutnnya berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam
pasal 24 bagian jenjang pendidikan, pada pondok pesantren jenjang pendidian MTs termasuk ke dalam pendidikan diniyah formal wustha,
sedangkan jenjang pendidian MA termasuk ke dalam pendidikan diniyah formal ulya Kemenag, 2014. Mayoritas yang menjadi responden pada
penelitian ini adalah yang berada pada tingkat pendidikan diniyah formal wustha yaitu sebesar 59,2 93 orang, sedangkan yang berada pada
tingkat pendidikan diniyah formal ulya sebesar 40,8 64 orang. Dominasi pada santriwati yang berada pada tingkat pendidikan
diniyah formal wustha dikarenakan teknik pengambilan sampel adalah propotionate stratified random sampling dan kuota terbesar yang menjadi
santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II adalah yang sedang menempuh jenjang pendidikan diniyah formal wustha. Hal itu sesuai
dengan data terbaru dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa di Indonesia jumlah peserta didik lebih tinggi pada tingkat MTsSMP
dengan jumlah 8.287.730 siswa, sedangkan yang berada pada tingkat MASMASMK hanya berjumlah 6.979.382 siswa Kemdikbud, 2015.
Muatan pelajaran yang diterima oleh santrisiswa di pondok pesantren adalah berjenjang dan berkelanjutan dari tingkat MTs sampai
tingkat MA yang menggunakan kurikulum nasional madrasah dengan
mengkombinasikan kurikulum pesantren. Sebagaimana pada Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 tentang
Pendidikan Keagamaan Islam pasal 26 dan 27, bahwa kurikulum pendidikan diniyah fomal terdiri atas kurikulum pendidikan agama islam
dan pendidikan umum. Kurikulum Pendidikan Keagamaan Islam pada tingkat pendidikan diniyah formal wustha paling sedikit memuat Al-
Qur’an, Ilmu Tafsir, Hadist, Tauhid, Fiqih, Akhlak-Tasawuf, Tarikh, Bahasa Arab, Nahwu-Sharf, Balaghah dan Ilmu Kalam. Sedangkan pada
tingkat pendidikan diniyah formal ulya paling sedikit memuat sebagaimana di atas ditambah Ilmu Arudh, Mantiq dan Ilmu Falak
Kemenag, 2014. Menurut Gunarsa 2008, keterlibatan seseorang di dalam proses
pendidikan atau tingkat pendidikan yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman,
dan kepribadiannya. Hal tersebut sesuai juga dengan misi dari Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang, diantaranya adalah
untuk menghantarkan para santrisiswa memiliki kemantapan akidah, penguasaan ilmu, keluhuran akhlak, unggul dalam pemahaman kitab-kitab
salaf, ilmu pengetahuan, lifeskillketrampilan, serta menjadi generasi islam yang mempunyai wawasan luas. Dengan demikian, bagaimana cara, pola,
dan kerangka berpikir maupun kepribadian santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang, akan tergantung dengan
pendidikan yang diajarkan di pondok pesantren tersebut.
c. Lama Mukim
Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam pasal 7, santri adalah
peserta didik dan wajib bermukim di pondok atau asrama pesantren, hal tersebut untuk lebih mengintensifkan proses pendidikan baik yang
menyangkut pengamalan ibadah, pemahaman keagamaan, penguasaan bahasa asing, internalisasi nilai-nilai keagaman dan akhlak karimah, serta
peningkatan keterampilan Kemenag, 2014. Begitu halnya di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II yang seluruh santriwatinya mukim di
asrama pesantren dan bisa keluar pondok hanya setiap 2 bulan sekali atau apabila ada keperluan tertentu dengan izin pengasuh pondok.
Apabila dilihat dari lama mukimnya, hasil statistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 48 orang 30,6 telah bermukim di
pondok selama 1 tahun, 58 orang 36,9 telah bermukim di pondok selama rentang 1 tahun hingga 3 tahun, dan 51 orang 32,5 telah
bermukim di pondok selama ≥ 3 tahun. Hasilnya sangat bervariasi dikarenakan teknik pengambilan sampel adalah
stratified random sampling berdasarkan tingkat pendidikan bukan lamanya, sedangkan
lamanya mukim di pondok adalah sesuai awal mereka masuk dan keluarnya, yang mana ada yang mulai masuk pondok tersebut pada tingkat
MTs dan adapula yang baru masuk pada tingkat MA, sehingga ada yang hanya 3 tahun dan adapula yang 6 tahun lamanya menetap di pondok
hingga lulus nantinya.
6.1.2. Gambaran Tingkat Stres Santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang
Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama
boarding school. Kehidupan di boarding school biasa disebut pondok pesantren memberikan banyak tantangan bagi siswa yang belajar di sana.
Berbagai kondisi telah ditetapkan oleh sekolah selama 24 jam sebagai permintaan yang harus dipenuhi setiap harinya. Maka tidak jarang kondisi
tersebut bisa menjadi sumber tekanan stressor sehingga dapat menyebabkan stres Haris dkk., 2013. Namun, pondok pesantren adalah
salah satu institusi pendidikan yang ada dalam masyarakat yang mempunyai peran penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber
daya manusia SDM. Pendidikan pesantren tidak saja memberikan pengetahuan dan keterampilan teknis tetapi yang jauh lebih penting adalah
menanamkan nilai-nilai moral dan agama Ahmad dkk., 2005. Berdasarkan tabulasi data dari tabel 5.5 didapatkan sebagian besar
73,2 santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang adalah stres sedang dan sebagian kecil 12,7 adalah stres
berat, serta 14 adalah stres ringan. Namun, dari jumlah keseluruhan antara jumlah responden yang mengalami stres sedang dan berat, maka
kejadian stres pada santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang cukup tinggi 86. Dimana stres merupakan keadaan
yang dialami ketika ada sebuah ketidakseimbanganantara tuntutan dan kemampuan untuk mengatasinya Lazarus Folkman, 1984.